JAKARTA, KOMPAS — Enam kursi anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta 1 yang mencakup kawasan Jakarta Timur akan diperebutkan oleh 91 calon anggota legislatif dari 16 partai politik peserta Pemilu 2019. Tujuh calon ”wajah lama” alias petahana akan bertarung dengan 84 calon ”wajah baru” yang di antaranya memiliki latar belakang menjanjikan untuk menjadi wakil rakyat.
Tujuh calon anggota legislatif (caleg) ”wajah lama” atau saat ini menjabat anggota DPR adalah Wiryanti Sukamdani dari PDI-P, Bambang Wiyogo dari Partai Golkar, Asril Hamzah Tanjung dari Gerindra, Dwi Astuti Wulandari dari Demokrat, Achmad Fauzan Harun dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Eko Hendro Purnomo atau lebih akrab dikenal Eko Patrio dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Mardani Ali Sera dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dari tujuh caleg itu, lima di antaranya, yaitu Wiryanti, Bambang, Asril, Dwi Astuti, dan Achmad Fauzan, terpilih pada Pemilu 2014 dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 1.
Sementara Eko Patrio terpilih pada Pemilu 2014 dan juga pada 2009 dari dapil Jawa Timur 8 (Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kota Madiun, Kota Mojokerto, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Mojokerto). Baru pada 2019, Eko Patrio berkontestasi ke dapil DKI Jakarta 1.
Saya senang berkompetisi dan berjuang untuk dapat simpati serta perhatian dari masyarakat. Pertarungan rekam jejak caleg dan partai pengusung serta visi dan misi yang ditawarkan akan menjadi modal untuk meraih suara.
Begitu pula Mardani Ali Sera. Dia masuk menjabat anggota DPR periode 2014-2019 menggantikan rekannya, Sa’duddin, yang mengundurkan diri dari DPR karena mengikuti Pilkada Bekasi, akhir Februari 2017. Sebagai pengganti Sa’duddin, dia otomatis menjadi wakil rakyat dari dapil Sa’duddin, yaitu Jawa Barat 7. Namun, pada 2019, Mardani maju menjadi caleg dari DKI Jakarta 1.
Di luar wajah-wajah lama yang siap untuk dipilih oleh 2.246.279 calon pemilih di DKI Jakarta 1 pada pemilu tanggal 17 April 2019, ada 84 caleg ”wajah baru”. Di antara puluhan caleg itu, tak sedikit di antaranya memiliki latar belakang yang mumpuni yang bisa bersaing dengan kapasitas ”wajah-wajah lama”.
Mereka, seperti Putra Nababan, caleg PDI-P, yang malang melintang sebagai jurnalis. Dia juga sempat menjabat Pemimpin Redaksi Metro TV. Selain itu, ada pula Wanda Hamidah, caleg Partai Nasdem, yang tersohor karena aktivitasnya di dunia artis, tetapi kemudian memutuskan masuk dunia politik sejak 2009. Sebelum menjadi caleg Nasdem, dia lama bergabung di Partai Amanat Nasional.
Kemudian ada pula Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang menjadi caleg untuk Partai Kebangkitan Bangsa. Ada juga Ketua DPP Gerindra Habiburokhman. Selain itu, ada pula Rian Ernest Tanudjaja, caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang pernah menjadi Staf Ahli Hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
”Banyak tokoh politik berpengalaman dan lebih senior (di dapil DKI Jakarta 1). Saya senang berkompetisi dan berjuang untuk dapat simpati serta perhatian dari masyarakat. Pertarungan rekam jejak caleg dan partai pengusung serta visi dan misi yang ditawarkan akan menjadi modal untuk meraih suara,” kata Putra Nababan saat ditanya Kompas mengenai kontestasinya untuk merebut satu kursi di dapil DKI Jakarta 1, di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Selain itu, rekam jejaknya sebagai jurnalis yang sering tampil di layar kaca diyakininya menjadi keunggulan dirinya dibandingkan dengan caleg lain. Sebab, dengan sering tampil di layar kaca, publik setidaknya sudah mengenal dirinya. Dia tinggal melanjutkan ”modal” itu dengan menyosialisasikan visi dan misi dirinya jika kelak terpilih, juga partainya, dan calon presiden-wakil presiden yang diusung oleh PDI-P, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Salah satu program yang sering disosialisasikannya, visi-misi dari Jokowi-Amin, yaitu Nawacita jilid II, yang fokus pada pengembangan sumber daya manusia.
”Tiga kartu unggulan, yaitu Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah, dan Kartu Pra Kerja sebagai lanjutan dari program KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) yang saat ini telah berjalan, selalu saya sampaikan kepada masyarakat. Mereka antusias. Tugas saya mengawal visi dan misi itu ketika terpilih,” katanya.
Sementara Eko Patrio, yang dulu terkenal karena grup lawaknya, Patrio, mengandalkan mesin partai dan tim sukarelawan untuk mempromosikan dirinya, program-programnya, dan partainya agar kelak terpilih.
”Nama asli saya beda dengan nama beken. Saya lebih dikenal dengan Eko Patrio. Tim di lapangan harus komunikasikan itu terus-menerus agar warga tahu kalau Eko Hendro Purnomo itu Eko Patrio,” ucap Eko.
Intensnya komunikasi itu juga penting karena di surat suara nanti tidak ada foto caleg yang ditampilkan. Yang tertera hanya nama caleg dan nomor urutnya. Ditambah lagi, ini kali pertama Eko berkontestasi di DKI Jakarta 1.
Meski demikian, dia tetap optimistis bisa merebut satu kursi untuk dirinya. Itu karena dia sudah lama menjabat Ketua DPW PAN DKI Jakarta. Selain itu, sebagai seseorang yang pernah bekerja di dunia artis, dia mengaku tidak kesulitan untuk menggalang dukungan.
Adapun Mardani Ali Sera akan menyasar daerah-daerah tertentu di Jakarta Timur untuk memastikan satu kursi untuk dirinya. Daerah-daerah yang dimaksudnya merupakan basis dari pendukung PKS.
Selain itu, sekalipun baru kali ini berkontestasi di DKI Jakarta 1, dia yakin bisa terpilih karena dia sudah dikenal publik di Jakarta Timur sebagai Ketua Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Ditambah lagi, publik mengenalnya karena dia inisiator dari lahirnya gerakan 2019 Ganti Presiden.
”Kami fokus pada diferensiasi PKS, isu #2019GantiPresiden, gerakan 212, dan basis suara Anies-Sandi. Slogan yang diusung ’Bela Rakyat dan Bela Ulama’,” kata Ketua DPP PKS itu.
Meski optimistis terpilih, dia tetap harus kerja keras untuk meraih kursi di DKI Jakarta 1. Apalagi, kontestasi di dapil tersebut, ketat. Semua, menurut dia, memiliki kans untuk terpilih. Ini karena hampir setiap caleg memiliki keunggulan jaringan politik, modal ekonomi, atau popularitas. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)