Ditembaki 74 Peluru Senapan Angin, Seekor Orangutan Kritis
Seekor anak orangutan Sumatera (Pongo abelii) berusia 1 bulan mati karena gizi buruk. Sementara induknya kini dalam keadaan kritis akibat 74 butir peluru senapan angin bersarang di tubuhnya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SUBULUSSALAM, KOMPAS — Seekor anak orangutan Sumatera (Pongo abelii) berusia 1 bulan mati karena gizi buruk. Sementara induknya kini dalam keadaan kritis akibat 74 butir peluru senapan angin bersarang di tubuhnya. Bayi orangutan dikuburkan, sedangkan induknya dirawat di Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara.
Orangutan itu ditemukan terperangkap di perkebunan sawit warga di Desa Bunga Tanjung, Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Wildlife Conservation Society-Indonesian Program (WCS-IP), dan Yayasan Orangutan Information Center menangani kasus itu pada Minggu (10/3/2019).
Kepala BKSDA Aceh Sapto AJi Prabowo kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (13/3/2019), mengatakan, awalnya keberadaan orangutan itu dilihat oleh warga. Kondisi bayi orangutan dan induknya kritis karena terdapat sejumlah luka pada tubuhnya. Orangutan itu bertahan di sarangnya di atas pohon nangka.
Evakuasi dilakukan dengan cara membius induknya. Kondisi induk orangutan itu kritis, terdapat luka parah pada tangan kanan, kaki kanan, dan punggungnya. Kedua mata satwa dilindungi itu juga terluka. Luka-luka itu diduga dari tembakan senapan angin. Sementara bayi orangutan yang berumur 1 bulan dalam kondisi kekurangan gizi akut dan tertekan.
Kedua satwa itu dievakuasi ke Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara, yang dikelola Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) melalui Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP) untuk dilakukan perawatan intensif. Namun, dalam perjalanan, anak orangutan mati diduga karena malanutrisi. Anak orangutan itu kemudian dikuburkan di Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit.
Induk orangutan itu mengalami luka di sekujur tubuh, termasuk di tangan, kaki, paha, dan bahu. Tulang selangka patah dan tulang pelvis retak. Hasil pindai sinar-X terhadap induk orangutan itu ditemukan sebanyak 74 peluru senapan angin di tubuh, kaki, dan tengkorak. ”Kondisi belum stabil, dia harus dirawat intensif 24 jam,” kata Sapto.
Induk orangutan berusia 30 tahun itu diberi nama Hope, yang berarti harapan. Sapto berharap Hope bisa pulih kembali. ”Kami mengecam keras tindakan biadab menganiaya satwa liar yang dilindungi undang-undang. Kami berharap pelaku ditangkap dan dihukum berat,” kata Sapto.
Direktur Orangutan Information Centre (OIC) Panut Hadisiswoyo mengatakan, kondisi orangutan Sumatera kian terancam akibat perburuan dan perdagangan satwa. Di samping itu, deforestasi hutan juga memicu kerusakan habitat orangutan. ”Banyak orangutan kini terdesak dan terisolasi karena habitatnya hancur, alih fungsi lahan telah merampas rumah mereka,” kata Panut.
Pada 2018, OIC mengevakuasi 14 orangutan yang terisolasi di perkebunan warga di Aceh. Orangutan itu kemudian direlokasi ke kawasan hutan. Adapun pada 2018, sebanyak 6 orangutan disita dari warga. Panut mengatakan, penyitaan tidak memberikan efek jera karena tanpa penindakan hukum. Oleh sebab itu, Panut mendesak aparat terkait menindak warga yang memelihara dan memperdagangkan satwa lindung.