Ditetapkan Jadi Tersangka, Romahurmuziy: Saya Dijebak
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, yang akrab disapa Romy, mengatakan, ”Saya dijebak.” Ia menjawab wartawan seusai diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (16/3/2019), di Jakarta.
Romy keluar dari lobi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 11.30. Ia mengenakan kacamata hitam dan rompi oranye sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait dengan pengisian jabatan di Kementerian Agama.
Pada kesempatan tersebut, Romy meminta wartawan membaca ”Surat Terbuka untuk Indonesia” yang ia tulis di sela penyidikan dengan KPK. Surat itu ditulis tangan dalam dua halaman kertas folio, 16 Maret 2019. Dalam surat itu, ia menuliskan klarifikasi penangkapannya.
”Saya ingin memulai dengan pepatah Arab: Musibah yang menimpa suatu kaum akan menjadi manfaat dan faedah untuk kaum yang lain. Saya merasa dijebak dengan sebuah tindakan yang tidak pernah saya duga, saya pikirkan, atau saya rencanakan. Bahkan, firasat pun tidak. Itulah kenapa saya menerima sebuah permohonan silaturahmi di sebuah lobi hotel yang sangat terbuka dan semua tamu bisa melihatnya. Ternyata, niat baik ini justru menjadi petaka,” tulisnya.
Selain menyampaikan klarifikasi tersebut, dalam surat terbuka itu, Romy juga menulis pesan permohonan maaf untuk rekan Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Amin, warga Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga keluarga besar dan istrinya.
Saat ini, Romy dibawa ke rumah tahanan cabang KPK K-4 yang berada di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Pada Jumat (15/3/2019) pagi, KPK menangkap enam orang dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di sebuah hotel di Jawa Timur. Dalam kegiatan itu, KPK juga mengamankan uang dengan total berjumlah sekitar Rp 150 juta.
”KPK menerima informasi dari masyarakat tentang akan terjadinya transaksi korupsi dan kemudian berdasarkan bukti-bukti awal melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan hingga melakukan kegiatan tangkap tangan di Surabaya, kemarin Jumat, 15 Maret 2019,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Jakarta hari ini.
Saat KPK menangkap Romy, yang merupakan anggota DPR RI periode 2014-2019, ada Haris Hasanuddin selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur dan Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Selain itu, ada Amin Nuryadin selaku asisten Romy, Abdul Wahab selaku calon anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP, sopir Muara, dan Nur Kholis selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Agama di Jakarta yang datang ke KPK pukul 20.30.
Penetapan tersangka
Dalam konferensi pers hari ini juga, KPK mengumumkan penetapan tersangka dari kegiatan OTT tersebut. KPK menetapkan Romy sebagai tersangka penerima suap. Sementara Haris Hasanuddin dan Muhammad Muafaq Wirahadi ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Tiga orang lain yang ditahan sebelumnya berstatus sebagai saksi.
Romy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Haris dan M Muafaq disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
”Dalam perkara ini, diduga RMY (Romy) bersama-sama dengan pihak Kementerian Agama RI menerima suap untuk memengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama RI,” kata Laode.
Suap lelang jabatan
Kronologis perkara dimulai dari pengumuman proses seleksi terbuka melalui Sistem Layanan Lelang Jabatan Calon Pejabat Pimpinan Tinggi akhir 2018.
Selama proses seleksi terdapat beberapa nama pendaftar untuk seleksi jabatan tersebut, termasuk Haris Hasanuddin yang akan mengisi jabatan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur. Sementara M Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.
Setelah itu, M Muafaq dan Haris diduga melakukan komunikasi dengan Romy dan pihak lain. Keduanya diduga menghubungi Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kementerian Agama RI.
Pada 6 Februari 2019, Haris diduga mendatangi rumah Romy untuk menyerahkan uang Rp 250 juta terkait dengan seleksi jabatan untuknya sesuai komitmen sebelumnya. Pada saat inilah diduga pemberian pertama terjadi.
Kemudian, pada sekitar pertengahan Februari 2019, pihak Kemenag menerima informasi bahwa nama Haris tidak masuk dalam tiga nama yang akan diusulkan ke Menteri Agama RI karena Haris diduga pernah mendapatkan hukuman disiplin sebelumnya. Namun, pada awal Maret 2019, Haris dilantik oleh Menteri Agama RI menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur.
Selanjutnya, pada 12 Maret 2019, M Muafaq berkomunikasi dengan Haris untuk dipertemukan dengan Romy. Pada 15 Maret 2019, M Muafaq, Haris, dan Abdul Wahab bertemu dengan Romy untuk menyerahkan uang Rp 50 juta terkait dengan kepentingan seleksi jabatan M Muafaq.
”KPK merasa sangat miris dan menyesalkan berulangnya jual beli jabatan di kementerian yang seharusnya memberikan contoh baik bagi instansi lain. Apalagi, Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi pada Kementerian Agama 2018/2019 diharapkan menutup ruang korupsi dan menjadi ajang penjaringan ASN dengan kompetensi terbaik untuk jabatan yang tepat sehingga dapat bekerja maksimal melayani rakyat,” ujar Laode. (ERIKA KURNIA)