11.725 Keluarga Terdampak Banjir dan Longsor
JAKARTA, KOMPAS – Bencana banjir dan longsor di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, mengakibatkan 11.725 kepala keluarga terdampak. Upaya penanggulangan tim SAR gabungan terus dilakukan untuk evakuasi, pencarian, dan peyelamatan korban.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Nugroho, Senin (18/3/2019), saat jumpa pers mengatakan, berdasarkan data terbaru hingga pukul 15.00, sebanyak 11.725 kepala keluarga terdampak yang tersebar di 9 kelurahan. Kesembilan kelurahan itu adalah Kelurahan Dobonsolo, Hinekombe, Hobong, Ifale, Ifar Besar, Keheran, Sentani Kota, Sereh, dan Yobhe. Kelurahan Dobonsolo, Doyo Baru, dan Hinekombe merupakan daerah terparah.
“Sebanyak 79 orang meninggal dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Jayapura yaitu 72 orang dan 7 orang di kota Jayapura. Sedangkan, 74 orang luka-luka dan 43 orang belum ditemukan yang tersebar di kampung Milimik, Sentani (34 orang), Komplek Perumahan Inauli, Sentani (6 orang), dan di Doyo Baru (3 orang),” kata Sutopo.
Sementara itu, sebanyak 4.728 jiwa mengungsi di enam pos penampungan. Jumlah penyintas terbesar, yaitu 1.450 jiwa, terdapat di BTN Gajah Mada. Kelima pos penampungan yang lain berlokasi di Posko Induk Gunung Merah menampung 1.273 jiwa, BTN Bintang Timur 600 jiwa, Sekolah HIS Sentani 400 jiwa, SIL Sentani 300 jiwa, dan Doyo Baru 203 jiwa.
Banjir bandang itu menyebabkan 350 rumah rusak berat dan 211 rumah terendam di BTN Bintang Timur. Sejumlah fasilitas umum juga rusak berat, yaitu 8 sekolah, 3 tempat ibadah, 8 drainase, dan 3 jembatan.
Pemerintah telah menangani bencana tersebut sejak hari pertama pasca terjadinya banjir dan longsor. Pos Komando yang didirikan di Kantor Bupati Jayapura telah melayani korban luka dan terdampak melalui pelayanan medis maupun dapur umum.
Pelayanan medis di daerah-daerah bencana juga telah pulih, terutama di RSUD Yowaris. Untuk RS Dian Harapan, RS Bhayangkara, RS Abepura, dan RS Aryoko difungsikan sebagai rumah sakit rujukan.
Akses dibuka
Pemerintah daerah setempat bersama dinas terkait, TNI, dan Polri juga terus melakukan pemulihan dini. Salah satunya dengan membuka akses jalan seperti pembersihan kayu gelondongan, bebatuan, puing-puing dan material lain dengan alat berat.
Baca juga: Infrastruktur Penghubung Terputus, Distribusi Bantuan Terhambat
Di samping itu, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XVIII Jayapura mengerahkan 4 unit ekskavator, 4 wheel loader (traktor dengan roda karet untuk mengangkut material), dan 10 dump truck (truk jungkit) untuk pembersihan ruas Jalan Nasional Jayapura-Sentani-Kemiri sepanjang 70 km yang tertutup lumpur dan pohon tumbang.
Terkait dengan penanganan pascabanjir, Presiden RI Joko Widodo telah memerintahkan BNPB segera mengevakuasi korban bencana banjir bandang. Prioritas evakuasi untuk menghindari bertambahnya jumlah korban meninggal dini dan luka-luka.
Presiden juga memerintahkan penghijauan dan penanaman kembali hutan di hulu sungai yang bermuara di Danau Sentani. BNPB telah melapor kepada presiden terkait dampak bencana dan penanganan darurat saat ini.
"BNPB dan kementerian/lembaga terkait sudah berada di lokasi untuk memberikan pendampingan dan bantuan kepada pemerintah daerah setempat,” kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, bencana di Sentani, Papua yang terjadi pada Sabtu (16/3/2019), pukul 21.30 WITA, selain karena alam, manusia turut andil menyebabkan kawasan cagar alam di Sentani rusak parah.
“Selama 7 jam dari pukul 17.00-24.00 WITA, curah hujan ekstrem dengan 248,5 milimeter melanda Sentani. Kerusakan cagar alam pegunungan Cycloop akibat ulah manusia memperparah kondisi sehingga terjadi bencana banjir dan longsor,” kata Sutopo.
Kerusakan hutan karena terjadi perambahan cagar alam oleh 43.030 orang atau 753 kepala keluarga sejak 2003. Terdapat penggunaan lahan permukiman dan pertanian lahan kering campur pada DTA banjir seluas 2.415 hektare. Selain itu terdapat galian C.
Jangan diabaikan
Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua Aiesh Rumbekwan mengatakan, Laporan Panel Perubahan iklim 8 Oktober 2018 menyebutkan, pada 2017 perubahan iklim telah berada atau mencapai 1 derajat celcius dan akan terus melaju hingga melebihi target ambang batas (1,5 derajat celsius). Hal itu bisa terjadi jika manusia belum merubah pola hidup dengan mengabaikan lingkungan.
Salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim adalah deforestasi, kerusakan dan hilangnya tutupan hutan. Hal itu dikarenakan perubahan alih fungsi hutan dan eskploitasi sumberdaya alam, seperti usaha perkebunan, pembalakan kayu, pertambangan dan penggunaan energi kotor.
"Aktifitas yang membahayakan manusia dan spesies itu ditimbulkan dari kebijakan negara dan kepentingan kelompok orang tertentu untuk memanfaatkan kekayaan alam secara tidak bijaksana dan tidak adil," kata dia.
Menurut Aiesh Rumbekwan, dampak ekstrim perubahan iklim adalah terjadinya kelangkaan air, kekeringan yang ekstrim, atau sebaliknya terjadi curah hujan yang tinggi hingga terjadi banjir besar. Dampak lainnya adalah meningkatnya konflik antara masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah, pelanggaran hak asasi manusia, serta meningkatnya konflik antara masyarakat dan satwa.
Banjir bandang di Papua bukan peristiwa alam biasa. Ada para pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan.
"Hal itu ditandai dengan jumlah dan jenis kayu yang terbawa banjir dan hilangnya tutupan pohon di wilayah Cagar Alam Cycloop dalam kurun waktu 17 tahun,” kata Aiesh.
Ia melanjutkan, banjir bandang merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari karena ulah manusia dan kebijakan negara. Hilangnya tutupan pohon, memiliki hubungan dengan kurangnya perhatian para pihak terhadap lingkungan hidup.
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura, harus segera meninjau dan mengkaji perencanaan pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Jayapura. Lankah itu perlu dibarengi dengan melibatkan seluas-luasnya masyarakat yang potensial terkena dampak langsung.
Aiesh menilai, pemerintah dan berbagai pihak seharusnya mengutamakan isu lingkungan hidup dalam berbagai perencanaan pembangunan, pengembangan kebijakan, dan praktik pemanfaatan hutan. Selain itu juga perlu dicermati penggunaan lahan untuk pemukiman, perkebunan, pembalakan kayu, dan usaha ekonomi masyarakat secara lestari dan adil.
"Walhi Papua mengingatkan dan mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi bencana susulan atau yang bakal terjadi dikemudian hari," tegas Aiesh.
Baca juga: Air Mata Cycloop
Bencana banjir bandang itu menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah daerah dan pusat agar tidak mengeluarkan izin-izin konsesi kepada korporasi atas nama negara.
Aiesh mengatakan, bencana seperti ini sudah pernah terjadi. Jika kembali terjadi, hal itu semakin menegaskan ketidakpedulian menjaga dan memelihara lingkungan.
Pemerintah perlu tegas. Jangan sampai ada pembiaran terhadap para pihak yang dengan sengaja melakukan perubahan fungsi hutan cagar alam.
"Bencana banjir bandang itu menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah daerah dan pusat agar tidak mengeluarkan izin-izin konsesi kepada korporasi atas nama negara," kata dia.
Selain itu, lanjut Aiesh, Walhi Papua berharap agar masyarakat ikut melestarikan dan melindungi lingkungan. (AGUIDO ADRI)