Strategi Ma’ruf dan Sandiaga untuk Isu Ketenagakerjaan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Debat ketiga Pemilu Presiden 2019 antara calon wakil presiden Ma’ruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno, Minggu (17/3/2019) malam, salah satunya mengangkat isu ketenagakerjaan. Para kandidat pun menghadirkan sejumlah program untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul terkait ketenagakerjaan, termasuk mengurangi pengangguran.
Di antara yang menarik perhatian adalah rencana Ma’ruf Amin bersama pasangannya, calon presiden Joko Widodo, memberikan kartu prakerja bagi pencari kerja. Pemegang kartu dijanjikan menerima pelatihan, tunjangan, dan insentif selama enam bulan hingga satu tahun.
Sementara Sandi akan mengangkat program OK OCE yang digalakkannya di DKI Jakarta saat masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta ke level nasional. OK OCE dijanjikan akan menciptakan 2 juta wirausaha baru.
Selain kedua hal itu, berikut program-program yang disampaikan kedua calon wakil presiden di sektor ketenagakerjaan:
Program yang disampaikan Ma’ruf Amin :
Mendorong revitalisasi pendidikan, terutama di level sekolah kejuruan, politeknik, dan akademi. Revitalisasi diperlukan untuk mendorong link and match dunia pendidikan serta dunia usaha dan dunia industri.
Memberikan pelatihan dan sertifikasi untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing tenaga kerja.
Memberikan kartu prakerja bagi pencari kerja. Pemegang kartu akan menerima pelatihan, tunjangan, dan insentif selama enam bulan hingga satu tahun.
Mengembangkan perusahaan rintisan mencapai 3.500 perusahaan.
Menerima tenaga kerja asing hanya untuk bekerja di bidang yang belum mampu dipenuhi tenaga kerja dalam negeri.
Program Sandiaga Salahuddin Uno :
Mengurangi jumlah penganggur di usia muda hingga 2 juta orang dalam lima tahun pemerintahan.
Mendorong penciptaan lapangan pekerjaan melalui OKE OCE dan Rumah Siap Kerja hingga tingkat kecamatan. OKE OCE akan menciptakan 2 juta wirausaha baru. Rumah Siap Kerja adalah pelayanan terpadu bagi anak muda yang mencari kerja.
Mempermudah akses terhadap permodalan.
Mendorong sinergi antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri agar ada link and match, terutama bagi lulusan sekolah kejuruan.
Menyeleksi tenaga kerja asing yang masuk agar jumlah terkontrol. Tenaga kerja asing juga diwajibkan untuk bisa berbahasa Indonesia.
Inti sari debat tersebut menunjukkan, Ma’ruf dan Sandi memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengatasi pengangguran. Namun, kedua calon wakil presiden sepakat perlu ada keselarasan antara kompetensi pekerja dan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, secara terpisah menyampaikan, Ma’ruf menggunakan pendekatan dari sisi ketersediaan tenaga kerja (supply). Sementara strategi Sandi lebih fokus pada sisi permintaan industri (demand).
Menurut Eko, pendekatan Ma’ruf perlu menyertakan pertimbangan dari sisi permintaan industri. Hal ini diperlukan untuk mencegah penumpukan tenaga kerja berkualitas yang tidak terserap.
”Saat ini saja, dari 7 juta penganggur yang ada, 1,18 juta orang di dalamnya pernah menerima pelatihan dan sertifikasi. Namun, sampai sekarang tidak kunjung mendapatkan pekerjaan,” kata Eko.
Sementara strategi Sandi dinilainya menjawab permasalahan pengangguran, seperti pada program Rumah Siap Kerja. Akan tetapi, Sandi lupa, banyak jalur birokrasi yang harus dilalui untuk mewujudkannya.
Eko mengingatkan, tugas presiden dan wakil presiden terpilih untuk lima tahun ke depan adalah meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Upah tenaga kerja di Indonesia sudah masuk kategori tinggi di kawasan Asia Tenggara. Hanya, kontribusi tenaga kerja terhadap perekonomian masih rendah.
”Kondisi ini terlihat dari pertumbuhan industri hanya 4,25 persen dan kontribusi remitansi pekerja luar negeri yang rendah,” katanya.
Oleh karena itu, tugas pemerintahan yang terpilih adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM). Pembenahan perlu dilakukan agar SDM kita berdaya saing tinggi.