Anak Muda Dimanfaatkan Kendalikan Peredaran Narkoba
Anak muda di Bandung, Jawa Barat, diduga dimanfaatkan untuk mengendalikan jaringan pembuatan hingga penjualan narkotika dan obat terlarang. Kemudahan teknologi dan transaksi jual beli memudahkan mereka menjalankan aksinya.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Anak muda di Bandung, Jawa Barat, diduga dimanfaatkan untuk mengendalikan jaringan pembuatan hingga penjualan narkotika dan obat terlarang. Kemudahan teknologi dan transaksi jual beli memudahkan mereka menjalankan aksi.
Personel Badan Narkotika Nasional Jabar menangkap tiga pelaku berusia di bawah 20 tahun, pembuat dan penjual penjual narkotika golongan I yang diduga jenis tembakau gorila atau ganja sintetis, Jumat (15/3/2019). Mereka adalah pelajar SMA, MZF alias Z (19) dan DAR (19). Seorang pelaku lainnya adalah MAKW alias A (19), pengangguran lulusan SMP.
Barang bukti yang disita adalah 10 bungkus zat kimia sebagai bahan pembuat tembakau gorila. Selain itu, ada dua bungkus tembakau murni dan 1 jeriken sisa pakai alkohol 95 persen. Dari keterangan pelaku, mereka membuat narkoba di apartemen di kawasan Buah Batu, Kabupaten Bandung.
Tim Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Jabar menangkap MRF (18), warga Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Bandung. Dia pelajar SMK di Kota Bandung penjual tembakau gorila secara daring.
MRF ditangkap saat sedang membuat tembakau itu di apartemen di kawasan Asia Afrika, Kota Bandung, pada 6 Februari, pukul 22.30. Dari tangan MRF, polisi menyita panci aluminium berisi tembakau gorila 1.000 gram, tembakau murni 1.000 gram, 8 paket tembakau gorila berbagai rasa yang dibungkus plastik klip bening dengan berat 800 gram. Selain itu, ada juga 9 paket tembakau gorila seberat 144 gram, timbangan digital, campuran zat kimia 5-fluoro-ADB, dan alkohol 95 persen.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 113 Ayat 2 juncto Pasal 114 Ayat 2 jo Pasal 112 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terkait dengan membuat, menjual, memiliki, menguasai, dan menyediakan narkoba. Ancaman hukuman tertinggi 20 tahun atau seumur hidup.
Meski belum ditemukan keterkaitan antar-para pelaku, modus yang mereka lakukan sangat mirip. Para pelaku mengatakan mulai meracik bahan baku sejak enam bulan lalu. Mereka menyewa apartemen sebagai rumah produksi dengan tujuan mengalihkan pemantauan polisi.
Kedua kelompok juga memanfaatkan kemudahan teknologi. Bahan baku didapatkan dari China yang dipesan lewat aplikasi jual beli daring. Internet juga menjadi guru mereka belajar meracik narkoba. Saat memasarkan barang yang mereka buat, keduanya menggunakan akun Instagram Little Heaven dan Elephant Hunter.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Jabar Ajun Komisaris Besar Daniel Y Kartiandhago mengatakan, para pelaku berbagi peran menjalankan aksi. DAR adalah peracik utama. Sementara MZF dan MAKW sebagai kurir dan pencari konsumen.
”Mereka bisa membeli sebuah sepeda motor sebelum kami bekuk,” kata Daniel di Bandung, Selasa (19/3/2019).
Sementara itu, MRF sejauh ini melakukan semuanya sendirian. Dari pengakuannya, ia membuat dan mengedarkan tembakau gorila secara mandiri. Direktur Reserse Narkoba Polda Jabar Komisaris Besar Enggar Pareanom mengatakan, MRF menjual tembakau gorila kepada konsumen di Jabar, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali secara daring.
Sindikat
Akan tetapi, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, penyidik masih mengembangkan kasus ini. Pihaknya menduga MRF tidak sendirian melakukan aksinya.
Dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Yusi Riksa Yustiana, berpendapat, patut diduga ada aktor besar di balik praktik itu. Dengan jiwa muda yang meluap, para pelaku ingin mandiri dan bebas memenuhi keinginan dengan uang sendiri.
”Keinginan itu dimanfaatkan sindikat besar. Pelajar ditawari kemudahan mendapatkan uang lewat narkoba. Ini harus diwaspadai, eksploitasi dengan memanfaatkan kerentanan anak-anak,” ucap Yusi.
Sosiolog Univeritas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi, menuturkan, fenomena ini menunjukkan adanya penurunan nilai-nilai dari lingkungan keluarga ataupun pendidikan. ”Nilai-nilai luhur dari orangtua yang ditanamkan kepada anak-anak semakin pudar. Ini perlu menjadi perhatian, lembaga pendidikan bukan hanya fokus pada hal akademik, melainkan juga dalam aspek etika, moral, dan akhlak,” kata Yogi.