Kepala Sekolah Polisi Dikumpulkan, Rumuskan Pendikan Bintara Berkualitas
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Sebanyak 31 kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) dan tiga kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (pusdik) dikumpulkan di Pusat Pendidikan Sabhara, Porong, Sidoarjo Jawa Timur mulai Rabu (20/3/2019) hingga Jumat lusa. Mereka diajak merumuskan pendidikan calon bintara polisi yang berkualitas.
Selama dikumpulkan di Porong, Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Lemdiklat) Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto mengajak para kepala SPN dan kepala pusat pendidikan dan latihan Polri untuk melakukan rapat analisa dan evaluasi terkait pendidikan bintara. Menurut Arief, bintara adalah tulang punggung Polri karena jumlahnya hampir 80 persen dari total personel anggota Polri yang saat ini mencapai 350 ribu personel.
"Sehingga suka atau tidak suka wajah kepolisian sangat ditentukan oleh kinerja dari para bintara yang berada di garis depan melayani masyarakat itu. Apalagi dalam setiap tahunnya Polri merekrut sekitar 10 ribu bintara se-Indonesia. Mereka ini yang lantas dididik di SPN dan Pusdik selama tujuh bulan," ujar Arief.
Menurut Arief, dirinya memang sengaja mengumpulkan seluruh kepala SPN dan Pusdik Polri untuk melakukan rapat analisa dan evaluasi karena memang ingin merumuskan pendidikan calon bintara Polri yang berkualitas. ”Saya sengaja mengumpulkan penyelenggara pendidikan bintara baik di SPN maupun di Pusdik dengan tujuan melakukan anev (analisa dan evaluasi) saat menggelar pendidikan bintara pada 2018-2019. Anev penting dalam proses manajerial,” kata Arief.
Suka atau tidak suka, wajah kepolisian sangat ditentukan oleh kinerja dari para bintara yang berada di garis depan melayani masyarakat
Menurut mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri ini, mengumpulkan 31 kepala SPN dan tiga kepala Pusdik Polri dalam satu forum bersama, baru pertama kali dilakukan. "Ini adalah kali pertama para kepala SPN itu dikumpulkan di satu ruangan karena posisi mereka ini secara struktural sebenarnya ada di bawah Polda namun secara fungsional berada di bawah Lemdiklat. Anev selama ini dilakukan dengan cara pejabat lemdik yang turun menyupervisi ke SPN-SPN," katanya.
Awalnya menurut Arief, Lemdiklat Polri yang akan datang melakukan supervisi ke 16 SPN. Sementara pendidikan bintara ada di 31 SPN dan 3 Pusdik Polri yang tersebar di seluruh Indonesia. "Sehingga kalau hanya datang ke 16 SPN tentu kurang pas. Mungkin kalau penelitian itu bisa memenuhi sampel. Tapi ini kan bukan penelitian. Kami ingin tahu semua keadaan di SPN maka saya ubah. Kami kumpulkan saja untuk mendengar dan mendapat masukan dari semua SPN,” lanjut Arief.
Ikut hadir dalam acara ini Wakil Kepala Lemdiklat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar beserta para pejabat utama Lemdiklat Polri. Bersama para kepala SPN dan kepala Pusdik Polri, mereka bermalam di flat yang berada di lingkungan Pusdik Sabhara.
Arief mengatakan ingin mengajak semua pejabat di lingkungannya, merasakan dan menjiwai rasanya tinggal di fasilitas pendidikan dengan kelengkapan seadanya. Mereka diinapkan di kamar ukuran 4 x 3 meter dengan kamar mandi di dalam. Kamar berisi ranjang besi, lemari baju, ac, tanpa tv, dan toilet jongkok.
“Kalau menginap di hotel berbintang tidak cukup anggarannya. Tapi kalau di sini, cukup. Saya juga sudah laporan ke Kapolri, selain anev, kami juga ingin membangun solidaritas dan soliditas pada seluruh kepala sekolah pendidik ini,” ujar Arief.
Polri akan tegak berdiri jika punya personel yang profesional. Kitalah yang menanamkan ilmu kepada calon polisi supaya mereka profesional
Selain itu Arief ternyata punya misi tersendiri, mengajak pejabat di Lemdiklat dan para kepala SPN serta kepala Pusdik Polri menginap di flat Pusdik Sabhara Porong. "Saya juga ingin menunjukan fasilitas pendidikan yang dirawat dengan baik, seperti Pusdik Sabhara yang dibangun sejak tahun 1926," katanya.
Dalam kesempatan itu Arief sempat menyampaikan kepada jajarannya, bahwa anggapan bertugas di lembaga pendidikan Polri yang kerap dinilai sebagai tempat kering, sehingga jarang polisi ingin bertugas di sana, adalah salah. Menurut dia, profesionalitas Polri sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan calon anggotanya.
"Polri akan tegak berdiri jika punya personel yang profesional. Kitalah yang menanamkan ilmu kepada calon polisi supaya mereka profesional. Inilah bagaimana pentingnya peran lembaga pendidikan dalam membangun Polri dalam semua aspek. Kita juga tidak mungkin bisa duduk di sini bila tanpa melalui proses pendidikan dan latihan. Jangan merasa inferior dengan fungsi lain,” kata Arief.
Sementara itu, Boy Rafli mengingatkan supaya tak ada praktik pungutan liar di lembaga pendidikan. Boy mengatakan, jika lembaga pendidikan Polri sudah diwarnai dengan praktik tidak baik maka akan mengotori proses pendidikan bintara. “Karena bintara itu soal pembentukan karakter yang bermoral dan profesional,” ujarnya. (*)