Peluang Jokowi Masih Dominan
Selisih tingkat elektabilitas dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden pada Pemilu 2019 semakin menyempit jelang hari pemungutan suara 17 April. Namun, peluang kemenangan pasangan Jokowi-Amin masih tampak cukup dominan.
Hasil survei terbaru Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 menunjukkan, elektabilitas Joko Widodo-Ma’ruf Amin berada di kisaran 49,2 persen, selisih 11,8 persen dari elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang berada di angka 37,4 persen. Adapun 13,4 persen responden menyatakan belum menentukan pilihan.
Survei melibatkan 2.000 responden yang tersebar secara acak di 34 provinsi dan terdistribusi ke 500 desa dan kelurahan. Menggunakan teknik pencuplikan sistematis bertingkat dengan tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian 2,2 persen.
Enam bulan lalu, hasil survei Litbang Kompas mendapati elektabilitas Jokowi-Amin 52,6 persen dan Prabowo-Sandi 32,7 persen. Dengan demikian, terjadi penurunan 3,4 persen pada pasangan Jokowi-Amin dan kenaikan 4,7 persen pada pasangan Prabowo-Sandi. Dibandingkan survei lalu, calon pemilih yang belum menentukan pilihan turun 1,2 persen.
Penurunan elektabilitas Jokowi-Amin bisa disebabkan beberapa hal, seperti perubahan pandangan atas kinerja pemerintahan, berubahnya arah dukungan kalangan menengah atas, membesarnya pemilih ragu pada kelompok bawah, dan persoalan militansi pendukung yang berpengaruh pada penguasaan wilayah.
Sebulan menjelang pemungutan suara muncul pandangan-pandangan yang makin kritis terhadap hasil kerja pemerintahan. Kinerja selama lebih dari empat tahun, yang sebetulnya bisa dipakai sebagai modal petahana memperbesar pengaruh politiknya, mendapat perlawanan makin sengit. Karena itu, meski tingkat kepuasan masyarakat berada di angka cukup tinggi, yakni 58,8 persen menyatakan puas, turun signifikan dibanding tahun lalu yang mencapai 72,2 persen.
Penurunan kepuasan masyarakat terhadap kinerja bidang politik-keamanan, hukum, dan sosial mengindikasikan sulitnya pemerintah menahan serangan terhadap tiga sektor itu. Sebaliknya, stabilnya nilai kepuasan di sektor ekonomi menunjukkan sejauh ini pemerintah masih bisa mengimbangi sorotan negatif di bidang ini.
Penurunan kepuasan masyarakat terhadap kinerja bidang politik-keamanan, hukum, dan sosial mengindikasikan sulitnya pemerintah menahan serangan terhadap tiga sektor itu
Penurunan elektabilitas Jokowi-Amin juga terjadi karena perubahan dukungan di sejumlah aspek demografis enam bulan terakhir. Dari segi usia, perpindahan pilihan terjadi pada generasi tua (53-71 tahun) dan generasi milenial matang (31-40 tahun). Generasi tua atau generasi baby boomers sebelumnya 58,1 persen mendukung Jokowi-Amin, tetapi kini turun menjadi 48,9 persen. Pada generasi milenial matang, elektabilitas turun 9,1 persen. Proporsi kedua generasi itu 48 persen dari total pemilih Jokowi-Amin sehingga cukup memengaruhi elektabilitas.
Baca juga : Persaingan di Ruang yang Menyempit
Sementara itu, dilihat dari indikator pendidikan pemilih, ada gejala sedikit beralihnya pendukung Jokowi-Amin ke Prabowo-Sandi, terutama pada kelompok berpendidikan menengah dan tinggi. Pemilih berpendidikan rendah yang menjadi basis terbesar Jokowi-Amin juga berkurang, selain tersedot ke Prabowo-Sandi, juga terdorong menjadi responden yang menjawab rahasia.
Bertambahnya pemilih ragu, terutama di masyarakat kelas bawah, bisa berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-Amin. Jika enam bulan lalu masyarakat yang belum menentukan sikap di kelas bawah 14,4 persen, saat ini menjadi 15,6 persen. Kelompok ini perlu diyakinkan oleh pasangan Jokowi-Amin untuk mempertahankan suara.
Pasangan Jokowi-Amin juga menghadapi persoalan militansi pendukung yang sejauh ini lebih lemah dibandingkan pendukung Prabowo-Sandi. Misalnya, 40,8 persen pendukung Prabowo-Sandi menyatakan menyebarkan hal-hal positif terkait pasangan calon pilihannya kepada orang lain. Sementara hanya 35,5 persen pendukung Jokowi-Amin yang melakukan hal serupa. Demikian pula dalam mengikuti kampanye capres-cawapres pilihan, hal ini dilakukan 21,7 persen pendukung Prabowo-Sandi dan 15 persen pendukung Jokowi-Amin.
Militansi yang cukup tinggi pada pendukung Prabowo-Sandi tampak berpengaruh secara geografis pada melebarnya dukungan bagi pasangan itu. Di Jakarta, semula elektabilitas Prabowo-Sandi hanya unggul 4,2 persen dari Jokowi-Amin, tetapi kini selisih itu melebar menjadi 11,2 persen. Di Sumatera, selisih elektabilitas dua kandidat juga makin lebar, dari 2,4 persen untuk keunggulan Prabowo-Sandi kini menjadi 13,5 persen.
Sebaliknya, di wilayah yang semula didominasi Jokowi-Amin, kini selisih keunggulan kian sempit. Di Jateng dan DIY, selisih elektabilitas yang semula 62,8 persen untuk keungulan Jokowi-Amin kini menyempit menjadi 43,2 persen. Di Jatim, selisih keunggulan Jokowi-Amin juga turun dari 50,8 persen menjadi 29,3 persen.
Tetap lebih berpeluang
Meskipun selisih keterpilihan semakin sempit, posisi Jokowi-Amin diperkirakan masih cukup aman untuk memenangi pilpres. Hasil ekstrapolasi elektabilitas menunjukkan peluang kemenangan Jokowi-Amin lebih besar ketimbang Prabowo-Sandi.
Dengan mengasumsikan kelompok yang belum memutuskan pilihan (undecided voters) akan terbagi secara proporsional menurut perolehan survei, potensi kemenangan Jokowi-Amin saat ini 56,8 persen, lebih tinggi daripada Prabowo-Sandi 43,2 persen. Kendati begitu, penurunan suara Jokowi-Amin sebulan ke depan masih mungkin terjadi.
Baca juga : Rapat Umum Menentukan
Selama enam bulan, angka elektabilitas hasil ekstrapolasi menunjukkan penurunan 4,9 persen untuk Jokowi-Amin dan kenaikan 4,9 persen untuk Prabowo-Sandi. Dengan kata lain, elektabilitas Jokowi-Amin turun 0,82 persen tiap bulan. Kalau laju penurunan ini konstan, diprediksi potensi akhir perolehan Jokowi-Amin akan berkurang menjadi 56 persen saat pemungutan suara bulan depan. Dengan margin of error 2,2 persen, perolehan suara Jokowi-Amin bisa berkisar 53,8-58,2 persen. Sebaliknya, perolehan Prabowo-Sandi menuju kisaran 41,8-46,2 persen.
Meskipun demikian, perubahan peluang dan laju kenaikan atau penurunan elektabilitas dua pasang kandidat masih sangat mungkin terjadi sebulan ke depan. Terlebih, 24 Maret hingga 13 April 2019 akan jadi masa kampanye rapat terbuka. Pada masa itu terbuka peluang dua pasangan calon membuat kejutan guna menarik simpati calon pemilih.