Hasil survei Litbang Kompas terbaru memperlihatkan jarak keterpilihan yang semakin sempit antara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tren penurunan suara pasangan calon nomor urut 01 dan naiknya elektabilitas calon nomor urut 02 membuat persaingan memenangi Pemilihan Presiden 2019 makin ketat.
Hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2018, perolehan suara keduanya masih berjarak 19,9 persen dengan keunggulan suara di pihak Jokowi-Amin.
Namun, pada survei yang dilakukan akhir Februari hingga awal Maret ini, jaraknya menyempit menjadi 11,8 persen. Artinya, selama enam bulan terjadi perubahan dukungan 8,1 persen, yang meliputi pergeseran dukungan di pemilih Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi serta pada pemilih ragu.
Selama enam bulan, elektabilitas Jokowi-Amin turun 3,4 persen dan Prabowo-Sandi naik 4,7 persen. Oleh karena hanya ada dua pasang kandidat yang berkontestasi di pemilihan presiden kali ini, perubahan suara ibarat berada dalam sebuah bejana berhubungan, sedikit penurunan pada satu sisi akan berdampak langsung pada nilai kesetimbangan yang cukup banyak.
Walaupun penurunan Jokowi-Amin terlihat sedikit, pengaruhnya signifikan pada jarak keterpilihan. Demikian pula sebaliknya, naiknya elektabilitas Prabowo-Sandi langsung berimplikasi pada menebalnya peluang kemenangan.
Selama enam bulan, elektabilitas Jokowi-Amin turun 3,4 persen dan Prabowo-Sandi naik 4,7 persen
Dengan situasi ini, bagi Prabowo-Sandi hanya perlu menambah elektabilitas sekitar 6 persen untuk membalikkan posisi dari runner-up menjadi pemenang dengan asumsi tidak ada perubahan pada pemilih yang belum menentukan pilihan.
Jika tidak mampu melampaui jumlah tersebut, secara matematis, sangat sulit bagi penantang mengalahkan petahana.
Mampukah Prabowo-Sandi mengatasi ketertinggalan hingga 17 April nanti, menjadi pertanyaan yang krusial dalam beberapa hari mendatang. Harian Kompas menguraikannya dalam dua tulisan yang muncul hari ini di halaman 2 dan 3.
Selain memperkirakan potensi akhir perolehan suara berdasarkan data hasil survei, tulisan juga memaparkan perkembangan-perkembangan yang terjadi di balik pergeseran elektabilitas kedua pasangan calon.
Tantangan untuk Jokowi
Sebagai petahana yang telah menunjukkan kerja kerasnya membangun infrastruktur, Jokowi sebetulnya memiliki modal yang sangat besar. Dengan sejumlah prestasi dan gerak cepatnya menunjukkan kinerja pemerintahan, yang berdasarkan survei menuai apresiasi paling tinggi dari masyarakat sepanjang pemerintahan sejak reformasi, Jokowi seharusnya mampu mendulang suara yang lebih tinggi pada pemilu keduanya. Namun,sejumlah tantangan yang cukup berat menahan laju popularitasnya.
Selain berhadapan dengan berbagai hoaks yang menerpa sehari-hari dan makin hebat mendekati pemilu, Jokowi juga memiliki beberapa tantangan lain. Di antaranya keyakinan kelas menengah dan atas yang tidak lagi sesolid masa sebelumnya.
Setelah serangkaian peristiwa politik, keselarasan hubungan cukup terganggu, terutama pascakasus Pilkada Jakarta. Kedua, kegelisahan sejumlah pengusaha yang cukup terganggu dengan menguatnya peran badan usaha milik negara dalam proyek- proyek pemerintah.
Selain berhadapan dengan berbagai hoaks yang menerpa sehari-hari dan makin hebat mendekati pemilu, Jokowi juga memiliki beberapa tantangan lain. Di antaranya keyakinan kelas menengah dan atas yang tidak lagi sesolid masa sebelumnya
Namun, tantangan terbesar Jokowi sebagai petahana adalah merumuskan visi baru yang dapat menjadi identitas bagi semua sukarelawannya untuk bergerak. Kini, tampaknya sukarelawan tidak cukup hanya berbekal kinerja Jokowi untuk melahirkan identitas baru, seperti yang dilakukan ketika menghadapi Pilkada Jakarta dan Pemilu 2014.
Saat itu, semangat perubahan yang didorong oleh pola kerja Jokowi dalam birokrasi dan pendekatan pada masyarakat menjadi identitas yang menyatukan gerak sukarelawan. Sebagai petahana, memang lebih sulit merumuskan tantangan bersama, tetapi hal itu bukan tidak mungkin.
Tantangan untuk Prabowo
Sebagai penantang, terlebih untuk kedua kalinya pada Pemilu 2019 ini, Prabowo memiliki cukup banyak amunisi untuk merumuskan tantangan yang dapat menyatukan para sukarelawannya. Militansi yang lebih tinggi pada kubu pasangan ini adalah hasil yang terbentuk lewat proses politik yang akumulatif.
Meskipun dapat menjadi kekuatan yang besar, Prabowo sesungguhnya masih menghadapi persoalan cukup laten, yaitu resistansi yang tetap tinggi. Dari total responden survei ini, misalnya, 38,1 persen memastikan diri tidak memilih pasangan Prabowo-Sandi, sedangkan terhadap Jokowi-Amin hanya 29,7 persen.
Prabowo sesungguhnya masih menghadapi persoalan cukup laten, yaitu resistansi yang tetap tinggi. Dari total responden survei ini, misalnya, 38,1 persen memastikan diri tidak memilih pasangan Prabowo-Sandi, sedangkan terhadap Jokowi-Amin hanya 29,7 persen
Maka, diperlukan strategi lebih jitu bagi Prabowo untuk mengubah persepsi mereka yang menolaknya, di samping menarik simpati dari pemilih ragu yang cukup besar. Masa kampanye rapat umum pada 24 Maret sampai 13 April akan menjadi ajang pembuktian kedua pasang kandidat untuk memperlebar atau mempersempit jarak keterpilihan.