JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, menahan tingkat suku bunga acuan akan mengurangi risiko tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia. Situasi itu bukan berarti melunturkan kewaspadaan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak 4 kali sepanjang tahun 2018 menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Beberapa negara bahkan mengalami krisis keuangan, seperti Turki dan Argentina.
”Keputusan The Fed memberi peringatan bahwa tekanan akibat empat kali kenaikan suku bunga tahun lalu tidak akan terjadi lagi tahun ini,” kata Sri Mulyani seusai menghadiri rapat koordinasi nasional pengawasan pemerintah 2019 di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Menurut Sri Mulyani, keputusan The Fed menahan suku bunga acuan juga merespons pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan AS. Pertumbuhan ekonomi global yang melemah juga berdampak serius terhadap kinerja investasi dan produktivitas ekspor Indonesia.
Pemerintah tetap meningkatkan kewaspadaan kendati tekanan eksternal tahun ini tidak sebesar tahun 2018. Daya tarik investasi akan terus diperbaiki agar arus modal asing masuk ke dalam negeri. Indonesia membutuhkan valuta asing untuk membiayai defisit APBN dan defisit neraca transaksi berjalan.
Tahan suku bunga
Dalam laman resminya, The Fed menyatakan, hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang berlangsung 19-20 Maret 2019 waktu setempat memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan pada kisaran 2,25 persen hingga 2,5 persen.
Gubernur The Fed Jerome Powell, seperti dikutip Bloomberg, memberi sinyal tidak ada kenaikan suku bunga pada tahun ini akibat adanya indikasi pelambatan ekonomi yang akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat AS. ”Kami akan bersabar,” katanya.
The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS sekitar 2,1 persen, jauh lebih rendah dari capaian tahun 2018 sebesar 3 persen.
Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan berpendapat, BI disarankan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga walaupun The Fed menahan suku bunga tahun ini. Keputusan yang diambil harus mengacu interest rate differential.
Interest rate differential adalah perbandingan suku bunga dalam negeri dan luar negeri dianggap tidak menarik lagi oleh investor asing jangka pendek.
”Jadi (acuannya) bukan inflasi karena inflasi memungkinkan untuk dipotong. Real interest rate masih cukup tinggi, tetapi interest rate differential yang mesti diperhatikan. Kalau itu (interest rate differential) turun, ada peluang untuk diturunkan,” kata Anton.
Menurut Anton, kebijakan penurunan suku bunga tidak bisa disamakan dengan kenaikan suku bunga. Kebijakan BI selama ini mendahului kurva (ahead of the curve). Sebab, BI tetap harus mempertimbangkan daya tarik investor dan persoalan defisit transaksi berjalan.