JAKARTA, KOMPAS — Semua peserta pemilu sepakat mewujudkan kampanye damai, beretika, dan bermartabat pada pelaksanaan kampanye rapat umum mulai 24 Maret hingga 13 April 2019. Selain larangan kampanye yang mengarah pada politik uang dan politik identitas, salah satu larangan yang paling ditekankan adalah pelibatan aktif anak dalam kampanye.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, pelibatan anak dalam kampanye tidak serta-merta melihat persoalan anak berada di area kampanye, tetapi juga mempertimbangkan peran aktif dari anak tersebut. Menurut Abhan, seorang anak bisa saja diajak ke dalam area kampanye karena tidak ada yang mengurusnya di rumah.
”Kalau di rumah tak ada yang momong, lalu diajak, itu bukan bagian dari kualifikasi melibatkan anak-anak. Jadi, mengeksploitasi dia (anak-anak) untuk naik panggung, bernyanyi, dan meneriakkan yel-yel dari peserta pemilu, itulah yang diartikan melibatkan anak-anak atau orang yang belum memiliki hak pilih,” tutur Abhan seusai deklarasi ”Komitmen Menjelang Kampanye Rapat Umum dan Iklan Kampanye Pemilu 2019” di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).
Hadir dalam acara itu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari; Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Erick Thohir; Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Mardani Ali Sera; dan sejumlah perwakilan dari partai-partai politik.
Pernyataan Ketua Bawaslu soal larangan pelibatan anak itu mengacu pada ketentuan Pasal 280 Ayat 2 Huruf K Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pasal itu disebutkan, panitia atau tim kampanye dilarang mengikutsertakan warga yang tidak memiliki hak pilih.
Abhan mengakui bahwa pengawasan Bawaslu terhadap pelibatan anak ini akan menjadi lebih krusial karena harus melihat setiap laporan yang ada secara kasuistik. Namun, dia meyakini, pihaknya akan tegas menindak peserta pemilu yang tidak patuh pada aturan yang ada.
”Di UU Pemilu sudah tegas disebutkan tak boleh ada pelibatan anak-anak, jelas pula sanksinya,” kata Abhan.
Ketentuan soal sanksi pidana atas pelanggaran terhadap larangan pelibatan anak tertuang dalam Pasal 493 UU Pemilu. Ancaman pidana maksimal mencapai satu tahun penjara dan denda Rp 12 juta.
Sepakat jaga kualitas
Dalam kesempatan itu, kedua tim pemenangan calon presiden-calon wakil presiden sepakat menjaga kualitas dan integritas kampanye rapat umum dan iklan kampanye Pemilu 2019.
Erick Thohir mengatakan, kampanye rapat umum akan lebih menjual visi, misi, dan program kerja dari capres-cawapres yang diusung. ”Jadi, kalau ada larangan di luar itu, tentu pasti kami jaga,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Mardani Ali Sera. Mendekati hari pencoblosan, BPN akan terus menjaga komitmen itu. Tim pemenangan akan terbuka terhadap pelaporan masyarakat jika ada anggotanya yang tidak sesuai kesepakatan.
”Kalau ada pelanggaran dari kami, BPN, segera kabari kami dan Bawaslu karena yang paling mampu mengawasi adalah masyarakat dan rekan media,” kata Mardani.
Racun demokrasi
Hal lain yang perlu diperhatikan, menurut Ketua Bawaslu Abhan, adalah penggunaan politik uang dan politik identitas dalam kampanye. Cara berpolitik seperti itu, lanjut Abhan, hanya dapat merusak konsolidasi demokrasi.
”Ini tentunya akan menimbulkan potensi-potensi yang kompleks jika tak ada kesadaran dari peserta pemilu untuk melakukan kampanye secara bermartabat, santun, tertib, dan taat pada aturan yang ada,” ujar Abhan.
Oleh karena itu, Abhan berharap seluruh komponen masyarakat ikut waspada dan menciptakan pemilu yang damai, tenang, tanpa ada kekacauan politik.
Sementara itu, Mendagri meminta seluruh komponen masyarakat dan peserta pemilu untuk melawan racun demokrasi. Dia menyebut, racun demokrasi itu berupa kampanye yang berisi ujaran kebencian, berita bohong, fitnah, dan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
”Itu racun dan virus demokrasi yang saya kira, kita semua sepakat untuk lawan dan hindari,” kata Tjahjo.