JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan, Senin (25/3/2019), mengumumkan tarif batas bawah dan tarif batas atas ojek daring. Tarif yang ditetapkan merupakan biaya jasa atau tarif bersih yang diterima pengojek. Peraturan tersebut mulai berlaku pada 1 Mei 2019.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi, di Jakarta, mengatakan, proses penetapan tarif ojek daring itu melibatkan perwakilan pengojek, konsumen, dan pengembang aplikasi. Penentuan tarif dilakukan berdasarkan sistem zonasi yang dibagi menjadi 3 zona.
Biaya jasa ojek daring di Zona 1 yang meliputi wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali dipatok antara Rp 1.850 hingga Rp 2.300 per kilometer (km). Di Zona 2 yang mencakup wilayah Jabodetabek, biaya jasa yang ditetapkan berkisar Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per km. Adapun di wilayah yang termasuk Zona 3, yaitu Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, biaya jasa yang ditetapkan mulai dari Rp 2.100 hingga Rp 2.600 per km.
Baca juga : https://kompas.id/baca/utama/2018/04/11/kesejahteraan-pengojek-daring-belum-sesuai-standar-kerja-layak/
"Jabodetabek menjadi berbeda dengan yang lain karena ojek daring (di wilayah itu) sudah menjadi kebutuhan primer. Ojek daring berfungsi mengantarkan warga dari rumah menuju fasilitas transportasi umum yang tersedia," kata Budi.
Pada 4 km pertama, biaya jasa di tiga zona itu berlaku datar. Seorang konsumen yang memakai jasa ojek daring di bawah 4 km dikenakan biaya jasa minimal. Artinya, dia tetap harus membayar biaya jasa sejauh 4 km meskipun menempuh jarak di bawah 4 km.
Biaya jasa itu merupakan tarif bersih yang diterima pengojek sebagai penghasilan. Pengembang aplikasi diperbolehkan menambah biaya maksimal 20 persen dari biaya jasa yang telah ditetapkan sebagai pendapatan mereka.
Sebagai contoh, konsumen ojek di Jabodetabek akan dikenakan tarif sebesar Rp 2.400 per km. Dari tarif tersebut, Rp 2.000 akan masuk ke kantong pengojek sebagai biaya jasa. Sedangkan pengembang akan mendapat Rp 400 atau 20 persen dari uang yang dibayarkan konsumen.
Baca juga : https://kompas.id/baca/utama/2018/03/28/aturan-ojek-daring-ruwet/
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Masyarakat Ojek Online Seluruh Indonesia (Moosi) Dani Stephanus menyatakan, pengojek daring akan berusaha kooperatif terhadap aturan tersebut. Meskipun begitu, ia menilai, biaya jasa yang ideal adalah antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per km.
"Kami berharap, aturan tersebut akan diterapkan secara konsisten. Pemerintah perlu mengawal dengan serius aturan itu agar semua pihak, terutama pengembang aplikasi, tertib menjalankan kewajibannya," kata Dani.
Menurut Budi Setiyadi, penetapan biaya jasa itu selain mempertimbangkan tuntutan pengojek juga mempertimbangkan daya beli masyarakat yang berkisar Rp 600 hingga Rp 2.000. Adapun rata-rata jarak yang ditempuh konsumen saat menggunakan jasa ojek daring adalah 8,8 km.
Baca juga : https://kompas.id/baca/utama/2018/04/24/aturan-ojek-mesti-hitung-seluruh-aspek/
"Selain itu, pemerintah juga menyadari perlu melindungi dua pengembang aplikasi (ojek daring) supaya tidak mati salah satunya. Kalau tinggal satu bisa terjadi monopoli, untuk itu kami perlu mendengar aspirasi kedua pengembang," kata Budi.
Aspek keselamatan
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, campur tangan pemerintah dalam menciptakan regulasi bagi sektor usaha ojek daring memang mendesak dilakukan. Menurut dia, kendaraan roda dua bukanlah alat transportasi yang ideal.
Meskipun begitu, Tulus menilai besaran biaya jasa yang ditetapkan sudah cukup adil bagi pengembang aplikasi, pengojek, dan penumpang ojek daring. Ia berharap agar aturan tersebut menjadi langkah awal perbaikan aspek keselamatan dan kenyamanan bagi pengojek dan penumpang ojek daring.
Budi menyatakan, Surat Keputusan Menteri Perhubungan yang rencananya akan ditandatangani hari ini akan mencakup perlindungan terhadap pengemudi dan penumpang. Khusus pengemudi, akan mendapatkan jaminan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga : https://kompas.id/baca/utama/2018/03/28/aturan-oleh-pemda-masih-setengah-hati/
Ia menambahkan, tiga bulan setelah aturan itu diterapkan akan dilakukan evaluasi untuk mengukur efektivitas regulasi tersebut. Proses evaluasi itu akan dilakukan tim independen yang hasilnya nanti dapat dijadikan indikator untuk melakukan revisi atau penyempurnaan aturan.
"Tiga bulan setelah itu, kalau ada revisi, maka biaya jasa yang telah ditetapkan bisa tetap sama, turun, atau naik. Waktunya (evaluasi) selama 3 bulan," kata Budi.