Kekuatan partai berideologi nasionalis mengakar di daerah pemilihan Kalimantan Tengah. Bahkan setelah empat periode pemilu dilalui pasca-Reformasi, dapil ini tetap menjadi basis kekuatan partai nasionalis. Terhitung 10 kali pemilu diselenggarakan sejak tahun 1971, Golkar mendominasi. Akan tetapi, pasca-Reformasi PDI-P beberapa kali mencuri kemenangan.
Pertarungan pada level tertinggi di dapil ini memang didominasi oleh dua partai, yaitu Golkar dan PDI-P. PDI-P sendiri tiga kali mendapat kemenangan. Pertama kali menang pada Pemilu 1999 dengan 36 persen suara. Hanya saja, Golkar sempat merebut posisi teratas pada Pemilu 2004 dengan 26 persen. Setelah itu, PDI-P kembali menjadi jawara dengan tren kemenangan yang terus meningkat di Pemilu 2009 dan 2014.
Perebutan kekuasaan antara Golkar dan PDIP-P tak lepas dari modal sosial caleg yang berlaga. Oleh karena itu, pada Pemilu 2019, PDI-P kembali mempercayakan target menang pada para caleg petahana. Salah satu caleg terkuatnya adalah Asdy Narang yang dua kali terpilih sebagai anggota Dewan.
Tren perolehan suaranya pun naik di tahun 2014. Saat itu Asdy meraup 64.560 suara. Selain politisi, Asdy juga menjabat Wakil Ketua Apindo Provinsi Kalimantan Tengah sejak 2008 dan beberapa jabatan tinggi di sejumlah perusahaan.
Caleg lain dari PDI-P yang kuat adalah Willy Midel Yoseph, anggota Dewan periode 2014-2019 dan mantan Bupati Murung Raya periode 2003-2013. Ia menjadi caleg dengan perolehan suara tertinggi, yaitu 147.175 suara pada pemilu lalu. Kemenangan Willy tahun 2014 menandakan semakin kuatnya pengaruh PDI-P.
Sementara caleg dari Golkar yang punya daya saing tinggi adalah Agati Sulie Mahyudin, istri Wakil Ketua MPR Mahyudin. Pada Pemilu 2014, ia berhasil mendapat kursi di DPR dengan perolehan 32.297 suara yang menempatkannya di posisi ketiga setelah Asdy Narang. Selain tiga nama tersebut, dua petahana lainnya berasal dari Gerindra (Iwan Kurniawan) dan Nasdem (Hamdhani).
Melihat dominasi Partai Golkar dan PDI-P, serta kekuatan caleg petahananya, partai politik lainnya harus bersiap dengan segala sumber daya yang dimilikinya, seperti formasi caleg yang berlaga. Total ada enam partai politik, selain Golkar dan PDI-P, yang memilih formasi lengkap dengan mengirimkan enam nama caleg untuk berlaga.
Total caleg yang berlaga sebanyak 80 orang, di mana mereka harus memperebutkan enam kursi DPR. Dengan komposisi tersebut, satu kursi di dapil ini diperebutkan oleh 13 caleg. Sebelum mendapatkan kursi, para caleg tentu harus dapat meraup banyak suara. Jumlah suara potensial pada pemilu tahun ini mencapai 1,75 juta pemilih.
Perjalanan ke Senayan memang tak mudah. Setelah terpilih, tugas anggota Dewan tersebut adalah menuntaskan permasalahan daerah pemilihannya, yaitu Kalimantan Tengah. Setidaknya ada tiga pekerjaan rumah yang menanti, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menurunkan kemiskinan, dan peningkatan ekonomi wilayah.
Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Tengah hanya 69,49, lebih rendah 0,39 poin dari rata-rata nasional. Berikutnya, angka kemiskinan tahun 2017 mencapai 5,37 persen, artinya ada 139.160 orang yang hidup di bawah garis kemiskinan (Rp 401.537/kapita/bulan).
Dari sisi ekonomi wilayah, pendapatan Kalimantan Tengah hanya menyumbang 11,14 persen perekonomian Pulau Kalimantan, di bawah tiga provinsi lain, kecuali Kalimantan Utara.
Inilah gambaran petarung dan arena perang politik di Kalimantan Tengah, dapil yang dikuasai partai nasionalis. Kekuatan partai penguasa tak terbantahkan sehingga dapat dikatakan tak ramah bagi partai baru. Akan tetapi, perlu diingat bahwa tugas utama caleg yang nantinya terpilih adalah menuntaskan pembangunan regional dan kesejahteraan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)