Mengawal Marwah Demokrasi Rakyat
Pemilihan umum (pemilu) tahun 2019 baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden, merupakan pemilu yang kelima yang diselenggarakan di era reformasi. Pemilu serentak kali ini menjadi penting karena akan meneruskan proses keberlanjutan demokrasi.
Khusus untuk pemilihan presiden/wakil presiden, pemilu tahun ini merupakan pemilihan secara langsung yang keempat yang diselenggarakan di era reformasi akan digelar pada 17 April 2019. Pemilu Presiden kali ini menjadi istimewa karena hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Selain itu, keduanya diprediksi oleh hasil survei beberapa lembaga akan berlangsung ketat. Kedua pasangan capres-cawapres yang maju adalah Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin dengan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Karena hanya dua pasangan yang yang mengikuti, pemilihan ini juga akan mendorong kedua pasangan mengoptimalkan dayanya untuk memenangi pemilu presiden kali ini karena hanya berlangsung satu putaran. Siapapun pasangan yang berhasil meraih lebih dari 50 persen suara dianggap yang menang.
Untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas maka perlu dipantau agar tidak terjadi kecurangan. Salah satu bentuk pemantauan pemilu adalah dengan metode hitung cepat (quick count).
Lebih kurang satu dekade terakhir, hitung cepat sangat populer di Indonesia. Saat diselenggarakan pemilu dan pilkada, banyak lembaga memublikasikan hasil hitung cepatnya dengan secepat dan seakurat mungkin.
Dengan metode ini, hasil pemilu dapat dilihat pada hari itu juga setelah penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) usai dilakukan. Kegiatan hitung cepat yang dipercaya dan independen dapat dijadikan alat untuk mengkontrol dan mendorong hasil pemilu yang jujur dan adil.
Quick Count lahir dari kebutuhan akan hasil pengitungan suara Pemilu yang bisa cepat diakses publik, tepercaya, dan memiliki sifat independensi yang kuat. Hal ini tak terlepas dari kontestasi politik era demokrasi dimana hasil-hasil pencoblosan kertas suara di bilik suara seringkali mengalami gangguan, distorsi dan manipulasi dari berbagai pihak.
Hitung cepat (quick count) merupakan bagian dari metode survei untuk memprediksi hasil dari sebuah pemilihan umum. Awalnya, hitung cepat dipergunakan sebagai data pembanding hasil pemilihan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah, seperti di Filipina (1986) dan Amerika Latin (Chile, 1988).
Prosesnya adalah dengan menghitung persentase hasil pemilu di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang dipilih secara acak dengan metode statistik. Data hasil penghitungan suara ini lalu dikirim ke pusat sistem pengolahan data. Setelah data dihimpun dan diolah, informasi hasil pemilu secara keseluruhan dapat diketahui beberapa jam setelah waktu pemilihan ditutup.
Untuk negara seperti Indonesia, hitung cepat lebih berfungsi sebagai pendamping proses penghitungan manual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan adanya hitung cepat, persentase perolehan suara partai ataupun calon pemimpin yang dipilih dapat diketahui lebih cepat dibandingkan dengan hasil penghitungan oleh KPU.
Walaupun menggunakan metode yang sama, hasil hitung cepat antarlembaga tidak pernah ada yang persis sama. Selisihnya ada yang hanya nol koma, tetapi ada yang bertolak belakang sama sekali.
Hal itu bisa terjadi karena metode ini sangat tergantung pada penentuan sampel yang dipilih untuk mewakili total populasi. Ketika sampel yang dipilih tidak dapat mewakili populasi, hasilnya akan jauh dari kenyataan. Penentuan jumlah sampel juga memengaruhi akurasi data yang dihasilkan. Semakin besar sampel yang diambil, kemungkinan mendapatkan hasil yang lebih akurat juga lebih besar.
Selain persoalan penentuan sampel, masih ada kesalahan nonsampel, seperti kesalahan pencatatan data, pengolahan data, dan alat pengolah data. Kesalahan sekecil apa pun bisa membuat akurasi hasil berkurang.
Penentuan sampel
Hari ini, Litbang Kompas melakukan hitung cepat untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota DPR RI. Selain itu, Litbang Kompas juga melakukan survei pasca-pemilihan.
Untuk memastikan hasil hitung cepat yang dilakukan akurat, hal pertama yang dilakukan Litbang Kompas adalah menentukan sampel yang representatif. Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan data dari daftar pemilih tetap (DPT) yang dikeluarkan KPU.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode acak sistematis terhadap populasi pemilih yang terdaftar di DPT. TPS terpilih akan dikonfirmasi kembali apakah sudah sesuai dengan DPT terpilih dari KPU.
Hal lain yang juga penting adalah memastikan tenaga lapangan bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Untuk itu, dibuat sistem pengawasan bertingkat, dari pewawancara, lalu koordinator lapangan, koordinator daerah, serta koordinator wilayah. Pengawasan berlapis ini dilakukan untuk memastikan semua data yang masuk benar dan sesuai dengan kenyataan.
Guna memastikan semua proses berjalan dengan lancar dan cepat, dibutuhkan juga dukungan teknologi. Untuk itu, tim Teknologi Informasi (TI) Kompas juga dilibatkan. Tim TI mendukung proses pengumpulan data dari lapangan, pengiriman data ke pusat kendali, sampai bentuk visual tampilan hasil pengolahan data di panel televisi dan digital.
Independen
Momentum pemilu serentak 2019 menjadi bagian dari agenda harian Kompas untuk turut berperan serta menjaga proses demokrasi di negeri ini. Total sudah 14 kali Litbang Kompas menyelenggarakan hitung cepat. Terakhir adalah hitung cepat Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada 2018 lalu.
Sebelum hitung cepat pada hari ini, Litbang Kompas sudah melakukan survei pendahuluan di 34 provinsi pada akhir Februari-awal Maret 2019.
Hasil survei Kompas diperuntukkan sebagai upaya mengawal demokrasi di negeri ini melalui pemberitaan harian Kompas dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di negeri ini, terutama di bidang sosial dan politik.
Untuk menjaga kredibilitas dan independensi hasil, rangkaian riset pemilu dan hitung cepat dilakukan secara mandiri. Pendanaan kegiatan ini berasal dari harian Kompas.
Teknik penarikan sampel
Dalam hitung cepat kali ini, Kompas mengambil sampel 2.000 TPS terpilih di seluruh Indonesia. Pengambilan 2.000 sampel dilakukan dengan pertimbangan target toleransi kesalahan (margin of error), kemampuan sumber daya yang ada, dan biaya.
Dengan pengambilan 2.000 TPS sampel dan tingkat kepercayaan 99 persen, simpangan kesalahan untuk setiap provinsi diperkirakan kurang dari 1 persen.
TPS sampel yang sudah ditentukan diperiksa kembali dengan data pemilih terdaftar yang dikeluarkan KPU tiap-tiap daerah. Jadi, semua TPS sampel tervalidasi dan benar sesuai dengan daftar pemilihnya.
Begitu juga dengan data yang diperoleh di lapangan. Semua data yang masuk akan divalidasi kembali sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan nonteknis dan kesalahan akibat kelalaian manusia.
Publikasi
Selain hitung cepat, rangkaian kegiatan riset yang diselenggarakan Kompas pada pemilu kali ini adalah survei pasca-pemilihan. Berbeda dengan hitung cepat, survei ini dilakukan untuk melihat gambaran perilaku pemilih, antara lain kencenderungan arah pilihan dan alasan responden memilih pasangan calon atau parpol tertentu.
Survei ini dilaksanakan dengan mewawancarai pemilih seusai melakukan pemilihan di TPS. Jumlah pemilih yang akan diwawancarai untuk setiap TPS adalah empat orang. Jadi, total responden untuk survei ini akan berjumlah 8.000 orang.
Pergerakan hasil hitung cepat Litbang Kompas dapat diikuti sejak pagi hari tanggal 17 April 2019 di Kompas TV, Kompas.id, Kompas.com, dan jaringan Radio Sonora. Ada juga tim publikasi Kompas yang akan melayani informasi rilis pers hasil hitung cepat di kantor Kompas Jalan Palmerah Selatan, Jakarta.
Publikasi hasil survei ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat umum ataupun para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan negara, untuk pada akhirnya bersama-sama menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)