Sekitar pukul 07.30, Tisa (28) sudah bersiap di atas kursi rodanya untuk berangkat menyuarakan hak pilihnya di TPS 114 Kelurahan Cilandak, Kecamatan Cilandak Barat, Jakarta, Rabu (17/4/2019). Ia tidak sendiri. Setidaknya ada 20 penyandang disabilitas lain yang juga memberikan suara dalam pemilihan umum 2019 di TPS tersebut.
”Pokoknya saya harus datang pagi. Saya kapok kalau ingat Pemilu 2014. Saya harus antre lama, petugas tidak ramah disabilitas, banyak juga warga yang malah nyerobot saat mendaftar,” kata Tisa mengenang proses Pemilu 2014 yang waktu itu dilakukan di kota asalnya di Sragen, Jawa Tengah.
Namun, itu hanya kenangan. Nyatanya, pada Pemilu 2019 yang dilakukan di TPS 114 Jakarta, pencoblosan berlangsung lancar. Tidak ada antrean panjang, petugas pun dengan sigap membantu para penyandang disabilitas yang kesusahan memberikan suara.
Hal itu tampak ketika Esti (60), penyandang disabilitas lain yang turut serta dalam pemilihan umum di TPS 114, mengalami kendala dalam pencoblosan. Meja yang menjadi tempat bilik suara ternyata lebih tinggi dari ukuran tubuhnya yang duduk di atas kursi roda.
”Pengawas, pengawas, tolong dilihat,” teriak Tuti, salah satu petugas TPS 114 saat hendak membantu Esti membuka surat suara yang cukup lebar. Sesuai aturan dari KPU, seorang saksi atau pengawas TPS diharapkan hadir untuk memastikan proses pemilu di TPS berjalan jujur dan adil.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di TPS 114 Jakarta, Oyo, mengatakan, setiap petugas sudah dilatih untuk bisa melayani para penyandang disabilitas dalam pencoblosan di TPS tersebut.
Pemilihan tempat pun sengaja dipilih yang ramah disabilitas, seperti jalan yang landai, dekat dengan jalan besar, serta lokasi yang datar sehingga memudahkan akses bagi pengguna kursi roda. Selain itu, ada dua petugas TPS yang juga merupakan penyandang disabilitas.
Sekitar seminggu sebelum Pemilu 2019, petugas KPU pun telah memberikan sosialisasi terkait pemungutan suara kepada penyandang disabilitas di Wisma Cheshire, tempat Tisa, Esti, dan para penyandang disabilitas lain tinggal. Wisma ini didirikan oleh Yayasan Cheshire sebagai tempat tinggal dan berinteraksi bagi komunitas tunadaksa.
”Sesuai dengan aturan dalam undang-undang bahwa setiap warga Indonesia yang memenuhi syarat berhak ikut serta dalam pemilihan umum. Keterbatasan apa pun yang dialami teman-teman disabilitas bukan berarti menjadi kendala dalam memberikan suara. Itu tugas kami untuk membantu mereka,” kata Oyo.
Menaruh harapan
Hal itu juga yang menjadi motivasi bagi pasangan suami istri Heru Zainudin (40) dan Sri Maryati (43) untuk datang dari Depok, Jawa Barat, menuju TPS 114 sejak pukul 06.30. Keterangan dalam KTP mereka masih berdomisili di Yayasan Chesire, Cilandak Barat, Jakarta, sehingga mereka masih terdaftar di TPS 114.
”Kami memang punya keterbatasan, tetapi itu justru menjadi semangat kami untuk memberikan suara pada pemilu kali ini. Suara kami menentukan masa depan bangsa di masa depan, termasuk masa depan saya sendiri,” kata Sri.
Ia berharap, presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti bisa lebih memperhatikan hak-hak para penyandang disabilitas. Sampai saat ini, stigma pada penyandang disabilitas masih terjadi. Fasilitas umum pun belum ramah pada penyandangan disabilitas, terutama di kota kecil ataupun daerah.
Hak dipilih
Anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Vicente Mariano, menilai, hak penyandang disabilitas untuk turut serta dalam pemilihan umum sudah cukup baik meski belum merata di semua daerah. Namun, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah hak untuk dipilih.
”Hak untuk memilih memang sudah baik, tetapi hak untuk dipilih belum tampak, misalnya untuk menjadi calon legislatif. Seharusnya, porsi 1 persen bagi penyandang disabilitas dalam mendapatkan kesempatan kerja juga berlaku untuk pemilihan legislatif,” katanya.
Bagi mereka, para penyandang disabilitas, keterbatasan yang dimiliki bukan halangan untuk turut serta dalam pesta demokrasi Republik Indonesia. Selama mereka masih hidup di Tanah Air, berbagai cara yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan kemerdekaan tentu terus diupayakan, tanpa alasan apa pun.