PYONGYANG, KAMIS — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawasi langsung pengujian senjata jenis baru pada Rabu (17/4/2019). Tes senjata itu merupakan yang pertama dilakukan atau setidaknya yang pertama diumumkan secara resmi oleh media lokal sejak pertemuan kedua antara Kim dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Hanoi, Vietnam, akhir Februari 2019.
Media Pemerintah Korut, Korean Central News Agency (KCNA), melaporkan, Kamis, Akademi Ilmu Pertahanan Korea Utara melakukan uji coba senjata pemandu taktis jenis baru. Tidak ada penjelasan lebih detail mengenai bentuk senjata itu, apakah sebuah rudal atau senjata jenis lain.
Senjata taktis biasanya merupakan senjata jarak tembak dekat. Senjata rudal balistik yang dianggap sebagai ancaman besar oleh AS biasanya memiliki jarak tembak jauh hingga antarbenua.
KCNA hanya menjelaskan, senjata yang dimaksud itu memiliki semacam kemampuan untuk memandu penerbangan dan daya ledak yang kuat. Seusai menyaksikan uji coba senjata itu, Kim mengapresiasi hasil kerja para ilmuwan dan pekerja pertahanan nasional yang berkontribusi mengembangkan senjata tersebut.
Senjata gaya Korut
Bagi Kim, penyelesaian pengembangan senjata itu merupakan momentum sangat penting dalam upaya meningkatkan kekuatan tempur Tentara Rakyat Korut.
Ia menambahkan, perjuangan para pekerja di bidang ilmu pertahanan nasional sangat baik dalam mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan partai pada konferensi industri munisi kedelapan, Desember 2017. Salah satu tujuan yang ditetapkan itu adalah pengembangan sistem senjata gaya Korut sendiri.
Kim juga menetapkan tujuan bertahap dan strategis Korut dalam menjaga produksi amunisi. Ia juga menempatkan kepentingan sains dan teknologi pertahanan nasional pada level paling tinggi sambil menunjukkan tugas dan cara yang perlu dilakukan untuk mencapainya.
Saat itu, Kim juga ditemani Kim Phyong Hae, O Su Yong, Jo Yong Won, Ri Pyong Chol, Kim Jong Sik, dan pejabat senior lain dari Partai Komite Sentral. Ada juga komandan perwira Tentara Rakyat Korea, termasuk Kim Su Gil, Ri Yong Gil, No Kwang Chol, Pak Jong Chon, dan Pak Kwang Ju.
Pada November 2018, Kim mengawasi uji coba senjata taktis yang dikatakan memiliki kekuatan seperti ”dinding baja” dan mampu melindungi Korut dari serangan luar. Menurut para ahli, Kim ingin mengubah kekuatan militer tradisionalnya yang terdiri atas sekitar 1,3 juta tentara menjadi kekuatan militer berteknologi tinggi.
Terkait kegiatan Kim Rabu kemarin, belum ada tanggapan dari Gedung Putih, Pentagon, atau Kementerian Luar Negeri AS.
Kegiatan di situs nuklir
Sementara itu, Center for Strategic and International Studies (CSIS) Amerika Serikat, lembaga studi kebijakan luar negeri, menyampaikan, Selasa (16/4/2019), sebuah gambar satelit yang diambil pada 12 April 2019 dan menunjukkan adanya gerakan di situs nuklir utama Korut, Pusat Riset Ilmiah Nuklir Yongbyon. Gerakan itu mungkin dapat dikaitkan dengan pemrosesan bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom.
Pada Selasa itu juga, Kim mengunjungi angkatan udara dan pertahanan udara Korut. Ia memeriksa latihan terbang di sana dan menyatakan kepuasannya terhadap kesiapan tempur pasukan angkatan udara.
Rabu, 17 April, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan kepada Bloomberg, AS perlu memastikan ”indikasi nyata dari Korut bahwa mereka memutuskan untuk menyerahkan senjata nuklirnya” sebelum pertemuan ketiga antara Trump dan Kim digelar.
Kementerian Luar Negeri AS juga mengumumkan, Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Biegun dijadwalkan bertemu dengan sejumlah pejabat Rusia pada Rabu dan Kamis pekan ini di Moskwa, Rusia, untuk membahas denuklirisasi total Korut.
Kantor berita Rusia, RIA, juga mengumumkan, Kim berencana melawat ke Rusia pada musim semi atau panas tahun ini dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pekan lalu, Kim menuding sikap AS yang menolak mencabut sebagian sanksinya kepada Korut. Bagi Kim, sikap AS hanya mengedepankan kepentingannya sepihak. Ia bersedia bertemu untuk ketiga kalinya dengan Trump apabila AS mengubah sikap itu.
Kim juga memberikan tenggat kepada AS hingga akhir 2019 untuk mengajukan penawaran yang bisa diterima Korut. (REUTERS)