Mangu, pengusaha mapan, cemas dan gelisah. Terus terbayang mimpinya semalam tentang kisah sengsara Yesus Kristus. Dilema yang dihadapi Ponsius Pilatus, wakil Pemerintah Romawi saat hendak menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus, kini juga tengah menderanya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
Mangu, pengusaha mapan, cemas, dan gelisah. Terus terbayang mimpinya semalam tentang kisah sengsara Yesus Kristus. Dilema yang dihadapi Ponsius Pilatus, wakil Pemerintah Romawi saat hendak menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus, kini juga menderanya.
Dalam mimpi Mangu, jelas tergambar saat Pilatus, yang awalnya ragu menjatuhkan hukuman, akhirnya terdesak paksaan orang-orang Israel untuk menyalibkan Yesus. Dalam Injil, Pilatus, Gubernur Provinsi Yudea, sebenarnya ragu menjatuhkan hukuman. Namun, desakan massa yang dirasakan juga mengancam nyawanya sendiri akhirnya mendorong Pilatus memenuhi permintaan mereka dan tega mengorbankan Yesus.
Mangu merasa situasi yang dihadapi Pilatus sebelum menjatuhkan hukuman sama seperti situasi yang kini dihadapinya. Saat ini, dia juga dihadapkan dua pilihan yang membingungkan.
Situasi yang dihadapi Pilatus sebelum menjatuhkan hukuman sama seperti situasi yang dihadapi Mangu. Saat ini dia juga dihadapkan dua pilihan yang membingungkan
Selama lima tahun terakhir, Mangu menyediakan sebidang tanah miliknya untuk digunakan lokasi berjualan para pedagang, korban penggusuran di terminal. Harapan para pedagang bertumbuh karena di lahan milik Mangu itulah ekonomi mereka mulai pulih.
Mangu sebenarnya ikut merasa bahagia. Namun, belakangan, dia dilanda dilema. Seorang pengembang kawasan ruko, Hartawan, mengincar tanah tersebut dan sudah berulang kali menawarkan harga pembelian tanah dengan nilai nominal cukup fantastis, Rp 10 miliar.
Merasa galau, dia pun memutuskan menceritakan hal itu kepada istrinya. Setelah berdiskusi bersama, keduanya memutuskan tidak menjual tanah tersebut dan tetap membiarkannya jadi lokasi berdagang.
Dengan kemantapan hati, Mangu memutuskan bertemu dengan Hartawan dan menegaskan bahwa dirinya tidak berminat menjual tanah. Namun, ternyata semua tak semudah itu. Seorang rekan Hartawan langsung menghadang Mangu sambil memamerkan foto-foto Mangu bersama seorang gadis cantik.
”Jika Anda menolak menjual tanah, dalam waktu singkat, foto-foto ini akan kami viralkan,” ujarnya.
Banyak orang menghadapi keraguan dan selalu merasa sulit untuk berbagi atau berkorban demi kepentingan orang lain.
Sontak Mangu terduduk lesu. Jika tetap ingin mempertahankan tanah, dia tidak akan memiliki nama baik dan harga diri lagi. Foto-foto itu akan luar biasa mengguncang hidup, ketenangan keluarga, dan masa depannya.
Dia akhirnya merasa tak punya lagi pilihan. Mangu langsung mengambil pulpen dan menandatangani surat perjanjian jual-beli.
Keesokan harinya, harapan pedagang yang selama lima tahun terakhir bertumbuh hancur berantakan. Mereka diusir, lari berhamburan ketika Hartawan dan anak buahnya menghardik, mendesak, agar lahan segera dikosongkan.
Para pedagang pun kembali kehilangan penghidupan. Bekal dan tempat mencari sesuap nasi telah ditukar dengan nama baik dan harga diri pribadi.
Itulah cerita yang disampaikan dalam drama refleksi jalan salib bertajuk ”Mangu”, yang ditampilkan 40 siswa SMA Tarakanita, menjelang ibadat Jumat Agung di Gereja Santo Ignatius, Kota Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/4/2019).
Sutradara drama refleksi ”Mangu”, Gregorius Adik Wijayanto, mengatakan, ide drama berangkat dari kondisi sosial masyarakat terkini saat banyak orang menghadapi keraguan dan selalu merasa sulit untuk berbagi, atau berkorban demi kepentingan orang lain.
”Banyak orang, termasuk kita, sulit menjalankan prinsip yang dijalankan Yesus hingga wafat di kayu salib. Kita sulit menyerahkan diri, dipecah, dan dibagi-bagi bagi orang lain,” ujarnya.
Pastor Gereja Paroki Santo Ignatius Romo F Yunarvian Dwi Putranto mengatakan, kisah Pilatus dan Mangu, merupakan kisah yang jamak terjadi di kehidupan masyarakat kini.
”Dalam kehidupan nyata, ada banyak Mangu dan Pilatus yang menghadapi masalah dan keraguan yang sama. Pada akhirnya, banyak orang mengambil keputusan serupa, mengorbankan kepentingan orang banyak demi kepentingan pribadi,” ujarnya.
Apa yang dilakukan Pilatus, Mangu, dan kebanyakan orang, menurut Romo Yunarvian, semua hanya berdasar pada prinsip keduniawian. Hal ini jelas berbeda dan bertolak belakang dengan Yesus, yang dengan penuh kerendahan hati, ikhlas mengorbankan diri untuk menebus dosa manusia.
”Masyarakat saat ini cenderung mementingkan cara atau jalan untuk menyelamatkan diri sendiri. Banyak orang lupa jalan sesungguhnya menuju Kerajaan Allah adalah dengan jalan pengorbanan seperti yang Yesus lakukan,” ujarnya.