JAKARTA, KOMPAS—Sejak pemegang izin penebangan hutan diwajibkan menerapkan silvikultur intensif pada konsesinya kini sejumlah 8.000-an ha mulai menerapkan metode tersebut. Angka ini diharapkan menanjak seiring pembaharuan rencana kerja usaha pemegang izin hutan alam di tahun ini.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017 menunjukkan luas kawasan hutan yang saat ini dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan – hutan alam (IUPHH-HA) mencapai 18,9 juta hektar (ha) yang sebagian besar berada di Kalimantan. Realisasi produk kayu 5,41 juta meter kubik dari kuota 12,12 juta meter kubik.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Hilman Nugroho, Jumat (18/4/2019) di Jakarta, mengatakan penerapan silvikultur intensif (Silin) pada area IUPHH-HA mulai diwajibkan. “Pada RKU (rencana kerja usaha) yang mulai habis, harus sukarela memaksa penerapan silvikultur intensif,” kata dia.
Aturannya, pada satu area IUPHH-HA yang diajukan RKU-nya sekitar 20 persennya agar dimanfaatkan dengan SILIN. Untuk saat ini, SILIN hanya memungkinkan pada jenis tanaman meranti (Shorea). Dengan bibit dan perawatan yang baik, tanaman meranti itu bisa dipanen pada usia 20 tahun.
Perkiraannya, pada satu ha hutan alam yang biasanya menghasilkan 30 meter kubik per ha bisa naik menjadi 120 meter kubik. Kenaikan empat kali lipat ini akan menjawab kebutuhan kayu alam nasional dan dunia serta mengurangi tekanan pada hutan alam.
Direktur Usaha Hutan Produksi KLHK Istanto menyebutkan saat ini sejumlah 13 unit manajemen pemegang IUPHH-HA telah memasukkan Silin ke dalam RKU. Ini menindaklanjuti Peraturan Dirjen PHPL nomor 12 tahun 2018. Luasan penanaman 85.989 ha per daur atau 2.981,39 per tahun.
Angka ini akan meningkat seiring pengajuan pembaharuan RKU para pemegang IUPHH-HA. Dengan kewajiban menyisihkan 20 persen area sebagai lokasi penerapan Silin dan luas IUPHH-HA 18,9 juta ha, luas penanaman Silin bisa mencapai 3,7 juta ha.
Hilman Nugroho memaparkan, Silin diterapkan pada area-area izin IUPHH-HA yang memiliki kerapatan pohon rendah. Melalui Silin, produktivitas kayu pada area tersebut ditingkatkan sehingga bisa menopang kelestarian bahan baku dan industri kehutanan.
Di sisi lain, ia mengatakan pemerintah sedang mendorong penerapan Silin ini dengan memberikan insentif bagi pemegang IUPHH-HA yang menerapkannya. “Kalau Silin berjaln baik, (pungutan) Dana Reboisasi-nya dikurangi. Tidak fair dong kalau dia tanam tapi tidak dikurangi,” ungkapnya.
Kalau Silin berjaln baik, (pungutan) Dana Reboisasi-nya dikurangi. Tidak fair dong kalau dia tanam tapi tidak dikurangi.
Dengan demikian, lanjutnya, perusahaan logging bisa mengkalkulasikan pembiayaan Silin dengan potensi panen serta peniadaaan/pengurangan Dana Reboisasi. Selain hasil dari penebangan, perusahaan juga bisa memanfaatkan arealnya untuk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Dalam paparan Agus Setyarso, pakar kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mengatakan penerapan Silin selain meningkatkan produksi kayu juga mendukung produksi energi biomassa dari limbah hutan alam. Limbah ini bisa digunakan sebagai bahan palet yang memiliki pasar internasional.
Ia pun mengatakan kendala pembiayaan bisa dibuka dengan membuka akses pendanaan jangka panjang. Dicontohkan melalui Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan.
Editor:
evyrachmawati
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.