KPK Sita Dokumen Perdagangan Gula dari Ruang Menteri Perdagangan
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ruang Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita digeledah oleh tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam penggeledahan yang berlangsung sejak Senin (29/4/2019) pagi itu, antara lain disita sejumlah dokumen terkait perdagangan gula.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, menuturkan, penggeledahan itu dilakukan untuk menindaklanjuti beberapa fakta yang muncul selama proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. “Sebagai bagian dari proses penyidikan dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tersangka BSP (Bowo Sidik Pangarso) selaku anggota DPR-RI,” jelas Febri.
Bowo diumumkan sebagai tersangka bersama Indung dari PT Inersia yang bertindak sebagai perantara penerimaan suap, setelah dirinya ditangkap oleh KPK pada Kamis (28/3/2019). Dalam kasus ini, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti juga dinyatakan sebagai tersangka pemberi duap.
Dalam kasus ini, KPK juga menyita 82 kardus dan dua buah kontainer berisikan uang pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 yang sebagian sudah dipilah dalam sekitar 400.000 amplop. Uang itu, diduga akan dibagikan kepada calon pemilih menjelang pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April lalu.
Uang itu, diduga akan dibagikan kepada calon pemilih menjelang pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April lalu.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi ini, berawal dari perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara PT HTK dan PT Pupuk Indonesia Logistik yang sudah dihentikan, PT HTK lalu minta bantuan Bowo. Bowo pun menggunakan jabatannya untuk menekan PT Pupuk Indonesia Logistik agar kembali menggunakan jasa PT HTK untuk distribusi.
Pada 26 Februari 2019 dilakukan penandatangan nota kesepakatan PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK yang memuat kerja sama distribusi pupuk dengan kapal milik PT HTK. Bowo lalu minta imbalan atas bantuan yang diberikannya itu.
Tercatat, ada tujuh kali penerimaan dari PT HTK dengan jumlah total mencapai Rp 1,5 miliar yang diduga untuk Bowo. Rinciannya, Rp 300,4 juta dan 85,130 dollar Amerika Serikat. Sisanya, sebesar Rp 6,5 miliar diduga berasal dari perusahaan lain. “Penerimaan dari perusahaan lain ini terus digali dan masuk dalam kategori gratifikasi,” ujar Febri.
Akan tetapi, Febri belum bersedia menjelaskan hubungan gratifikasi Bowo dengan Enggartiasto. Dia hanya menjelaskan, dalam penggeledahan antara lain disita sejumlah dokumen terkait perdagangan gula.
Secara terpisah, Oce Madril dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada menyampaikan kejadian ini mengindikasikan bahwa korupsi politik masih terus terjadi. Terkait hal itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi oleh negara, mesti diperkuat.