Hakim PN Balikpapan Jadi Tersangka Seusai Terima ”Oleh-oleh”
Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kyt, resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap dalam penanganan perkara pidana tahun 2018 atau yang ia sebut sebagai ”oleh-oleh”. KPK mendesak MA segera melakukan perbaikan komprehensif.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kyt, resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap dalam penanganan perkara pidana tahun 2018 atau yang ia sebut sebagai ”oleh-oleh”. Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak Mahkamah Agung segera melakukan perbaikan komprehensif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya melakukan operasi penegakan hukum di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (3/5/2019). Petugas KPK menangkap lima terduga, yakni Kyt, Sdm, Jhs, Ris, dan Faz, serta menetapkan tiga nama pertama sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Jakarta, Sabtu (4/5/2019), mengatakan, pada 2018, Kyt menawarkan bantuan kepada Sdm yang saat itu menjalani sidang kasus pemalsuan dokumen. Kyt menyampaikan kepada kuasa hukum Sdm, Jhs, untuk memberikan uang Rp 500 juta jika ingin Sdm bebas.
”Sdm menjanjikan akan memberikan Rp 500 juta jika tanahnya di Balikpapan laku terjual,” kata Laode dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.
Pada Desember 2018, Sdm yang sebelumnya dituntut 5 tahun penjara kemudian diputus bebas. Januari 2019, Kyt menagih janji Sdm melalui kuasa hukumnya, Jhs, karena akan pindah tugas ke Sukoharjo, Jawa Tengah. ”Kyt bertanya, oleh-olehnya mana?” ujar Laode.
Janji tersebut baru dipenuhi oleh Sdm pada 3 Mei 2019 setelah mendapatkan uang muka dari pembeli tanahnya. Setelah mengambil uang Rp 250 juta di salah satu bank di Balikpapan, Sdm menempatkan Rp 200 juta ke dalam dua kantong plastik hitam dan menyerahkannya kepada Jhs dan anggota staf Jhs, Ris.
Pada pukul 17.00 Wita, Ris meletakkan sebuah kantong plastik hitam berisi uang Rp 100 juta ke mobil Kyt yang terparkir di PN Balikpapan. Selang beberapa saat, Kyt mendatangi mobilnya, kemudian tim KPK mengamankannya beserta barang bukti.
”Barang bukti yang diamankan uang Rp 100 juta dalam kantong plastik dan uang Rp 28,5 juta dari tas Kyt,” ujar Laode.
Menurut Laode, tim lain juga berhasil mengamankan Jhs dan Ris yang masih berada di lingkungan PN Balikpapan. Kemudian Jhs dibawa ke kantornya di Jalan Syarifudin Voes. Tim mengamankan uang Rp 99 juta dalam pecahan Rp 100.000 di kantor tersebut.
Diduga uang tersebut merupakan bagian yang diberikan Sdm untuk mengurus perkara pidana di PN Balikpapan. ”Total uang yang diamankan ada Rp 227,5 juta dari permintaan awal sebanyak Rp 500 juta,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dalam hal ini, Kyt disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun sebagai pemberi suap, Sdm disangka melanggar Pasal 6 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tindak tegas
Dalam kesempatan ini, Laode juga menyatakan kekecewaan KPK kepada aparatur penegak hukum, khususnya hakim yang masih korupsi. KPK meminta keseriusan pimpinan Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan perbaikan mendalam dan bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apa pun dari hakim.
KPK juga bersedia membantu MA untuk melakukan perbaikan tersebut sebagai bagian dari ikhtiar untuk menjaga institusi peradilan dari virus korupsi. ”Kami berharap Badan Pengawas MA dapat memberikan pembelajaran yang tegas kepada para hakim yang dianggap masih bermasalah,” lanjut Laode.
Menurut dia, sejauh ini KPK telah bekerja sama dengan Badan Pengawas MA, salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada mereka agar mampu mengawasi hakim. Hal itu sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu dan tetap berlanjut hingga sekarang.
Komitmen MA
Secara terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan apresiasinya terhadap penangkapan hakim PN Balikpapan yang dilakukan oleh KPK. Ia menilai, hal tersebut selaras dengan upaya MA dalam membersihkan hakim-hakim bermasalah.
Ke depan, MA akan berkomitmen dalam mewujudkan wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBK/WBBM) serta zona integritas. ”Tentunya jika yang kena lebih banyak hakim yang bermasalah justru lebih bagus,” ujarnya.