JAKARTA, KOMPAS — Pasokan gedung perkantoran baru yang terus bertambah di tengah pembelian ataupun sewa kantor yang tumbuh tipis mengakibatkan tingkat keterisian ruang perkantoran tertekan. Kondisi keterisian gedung kantor yang rendah di Jakarta ini diprediksi masih berlanjut hingga 2021.
Mengacu pada data Colliers International Indonesia, pasokan baru ruang perkantoran di Jakarta pada 2019 diproyeksikan seluas 678.520 meter persegi. Sampai dengan 2021, pasokan baru ruang kantor diprediksi 1,45 juta meter persegi. Luas ini meliputi kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta 903.840 meter persegi dan non-CBD seluas 552.729 meter persegi.
Kawasan CBD Jakarta mencakup Jalan Sudirman, Thamrin, Rasuna Said, Mega Kuningan, Gatot Subroto, dan Distrik Pusat Bisnis Sudirman (SCBD).
Data yang dikutip Selasa (7/5/2019) menunjukkan, tingkat keterisian ruang kantor di CBD Jakarta pada triwulan I-2019 rata-rata 82,5 persen. Angka ini hanya tumbuh 1,4 persen secara tahunan. Sementara tingkat keterisian di kawasan non-CBD Jakarta sekitar 84,1 persen atau turun 0,3 persen. Meski demikian, beberapa gedung perkantoran di CBD Jakarta memiliki tingkat okupansi hanya 30-50 persen.
Senior Director of Office Services Department Colliers International Indonesia Bagus Adikusumo memaparkan, kondisi pasar perkantoran yang tertekan akibat pasokan berlebih selama dua tahun terakhir diperkirakan masih berlanjut. Pembangunan gedung kantor yang telanjur direncanakan dan dalam tahap pengerjaan tidak bisa ditunda oleh pemiliknya.
Pasar perkantoran yang tertekan akibat pasokan berlebih selama dua tahun terakhir diperkirakan masih berlanjut.
Tahun ini, sedikitnya 14 proyek perkantoran baru akan selesai dibangun di Jakarta.
Permintaan
Permintaan ruang kantor yang tumbuh tipis antara lain dipicu pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan perang dagang China-Amerika Serikat yang berimbas pada bisnis di Asia.
Permintaan ruang kantor yang rendah juga terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia, seperti Surabaya dan Medan.
”Yang paling menderita adalah gedung-gedung perkantoran baru karena membutuhkan waktu lama untuk mengisi. Selama ini, pengembang membangun gedung perkantoran atas dasar spekulasi karena banyaknya penyewa. Nantinya, konsep pembangunan gedung perkantoran berdasarkan spekulasi sudah tidak efektif lagi,” kata Bagus di Jakarta, Senin.
Kekosongan kantor sewa mendorong pemilik gedung mengejar tingkat okupansi sehingga tarif sewa turun. Momentum itu dimanfaatkan penyewa untuk menempati gedung baru premium dan kelas A di CBD Jakarta dengan tarif sewa yang lebih rendah.
Tarif sewa ruang perkantoran kelas A di CBD Jakarta saat ini berkisar Rp 250.000-Rp 300.000 per meter persegi. Tarif ini turun 20-25 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Pada 2011-2014, ketika pasar properti tumbuh pesat, tarif sewa ruang kantor premium dan kelas A sebesar Rp 450.000-Rp 650.000 per meter persegi.
Momentum kelebihan pasokan juga dimanfaatkan penyewa ruang kantor yang habis masa sewanya untuk memperpanjang sewa dengan tarif yang rendah atau pindah ke gedung baru di CBD Jakarta. Ada juga induk perusahaan dan anak perusahaan yang semula tersebar di beberapa gedung perkantoran kemudian bergabung ke dalam satu gedung.
”Keseimbangan baru sedang terjadi di sektor perkantoran. Momentum kelebihan pasokan ruang kantor dimanfaatkan penyewa untuk memperoleh tarif sewa yang menarik,” katanya.
Head of Markets PT Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia Angela Wibawa berpendapat, dalam beberapa tahun terakhir, muncul gedung-gedung perkantoran yang berkembang pesat di kawasan selatan Jakarta, yakni sekitar Jalan TB Simatupang, lalu kawasan Jakarta Barat, seperti di daerah Slipi. Perkembangan kawasan itu antara lain didorong kemudahan akses.
Berdasarkan analisis JLL, tambah Angela, ada korelasi antara peningkatan permintaan dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata permintaan ruang perkantoran sekitar 190.000 meter persegi per tahun.
Secara terpisah, Direktur PT Menara Astra Wibowo Muljono mengemukakan, pasar perkantoran di Jakarta tahun ini masih akan diwarnai keberhati-hatian. ”Secara umum, suplai (perkantoran) masih lebih banyak dibandingkan dengan permintaan,” katanya.
Tingkat keterisian perkantoran Menara Astra yang saat ini mendekati 60 persen diharapkan menjadi 75 persen pada akhir tahun ini. (LKT/NAD)