Toko Ritel Fisik Tetap Jadi Primadona Penjualan Ponsel Pintar
Pertumbuhan penjualan ponsel pintar via platform daring memang besar, tetapi secara volume belum mampu menandingi penjualan di toko fisik.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 70 persen konsumen Indonesia tetap memutuskan membeli ponsel pintar di toko ritel fisik. Alasannya, konsumen dapat mengecek, menyentuh langsung produk, dan mencoba mengoperasikannya.
Demikian salah satu poin laporan riset Google berjudul ”Google Smarter Smartphone Buyers Study 2018, Android Smartphone Purchase Journey Research 2018” serta penelitian Canalys tentang ”Indonesia Smartphone Market Report Q4-2018”.
Google Smarter Smartphone Buyers Study 2018 merupakan survei kuantitatif, berlangsung secara daring. Obyek survei menyasar 500 responden berusia 18 tahun ke atas dan pernah membeli ponsel pintar dalam kurun tiga bulan terakhir ketika survei digelar.
Survei Android Smartphone Purchase Journey Research 2018 juga bersifat kuantitatif dan dilakukan secara daring. Responden survei mencapai 1.730 orang, berusia 18 tahun ke atas dan telah membeli ponsel pintar Android dalam tiga bulan terakhir saat survei.
Canalys merupakan lembaga riset yang secara khusus meneliti pasar ponsel pintar. Sama seperti riset Canalys, periode waktu penelitian Google juga berlangsung pada triwulan IV-2018.
Senior Tech and Telco Industry Analyst Google Indonesia Yudistira Adi Nugroho di Jakarta, Rabu (8/5/2019), menyebutkan, hanya 30 persen konsumen Indonesia memutuskan jadi membeli ponsel pintar melalui toko daring.
Berdasarkan analisisnya terhadap tiga riset itu, Yudistira menyebut, konsumen Indonesia membutuhkan waktu 14 hari untuk berpikir dan memutuskan membeli ponsel pintar. Dari hari pertama sampai ke-13, konsumen melakukan riset di mesin pencari, membaca artikel ulasan, menonton video ulasan, dan membandingkan spesifikasi dua sampai tiga merek.
”Seiring maraknya kelas dan level spesifikasi teknologi sebuah ponsel pintar, lalu lintas pencarian ulasan produk di mesin pencari naik 40 persen dari tahun 2017 ke 2018. Konten video ulasan di Youtube menjadi populer, begitu pula dengan konten pembanding harga dan teknologi,” ujarnya.
Konsumen Indonesia butuh waktu 14 hari untuk berpikir dan memutuskan untuk membeli ponsel pintar.
Mengacu hasil riset Android Smartphone Purchase Journey Research 2018, sebanyak 71 persen responden mengatakan, mesin pencari menjadi pintu gerbang menggali informasi dan inspirasi sebelum membeli ponsel baru.
Dia mengemukakan, kebiasaan memburu informasi seputar ponsel pintar di internet tetap berlanjut saat konsumen tiba di toko ritel fisik. Hasil riset Android Smartphone Purchase Journey Research 2018 menunjukkan, 97 persen responden mengatakan melakukannya ketika berada di toko.
”Barangkali alasan mereka adalah takut pramuniaganya tidak piawai menjelaskan spesifikasi ponsel pintar incaran. Namun, keputusan membeli tetap dilakukan di toko fisik,” lanjut Yudistira.
Pada saat bersamaan, Marketing and Communications Director Erajaya Group Djatmiko Wardoyo mengatakan, fakta lapangan menunjukkan, porsi pembelian ponsel pintar secara e-dagang jauh lebih rendah daripada temuan riset itu. Meski demikian, dia mengatakan, beberapa merek dan pemilik e-dagang belakangan gemar menggelar promo flash sale.
”Persentase pertumbuhan penjualan ponsel pintar melalui platform daring memang besar, tetapi secara volume belum mampu menandingi penjualan di toko fisik. Konsumen Indonesia, kan, suka menyentuh produk secara langsung,” tuturnya.
Selain itu, Djatmiko berpendapat, masih rendahnya penetrasi pengguna kartu kredit menjadi satu alasan metode pembelian ponsel pintar secara daring kurang menarik.
Pertumbuhan penjualan ponsel pintar via platform daring memang besar, tetapi secara volume belum mampu menandingi penjualan di toko fisik.
Dia yakin, pada masa mendatang, warga Indonesia akan terbiasa berbelanja ponsel pintar di platform daring. Dia meyakini hal itu lantaran pembangunan infrastruktur internet dan teknologi finansial sekarang tengah masif.
”Pada 2019, kami berencana membuka toko ritel fisik baru sampai sebanyak 330 (unit). Kami secara perlahan mulai menerapkan konsep dan teknologi daring ke luring ataupun sebaliknya agar tetap relevan dengan perilaku belanja kekinian,” kata Djatmiko.