Menikmati 74 lukisan cat air di Galeri Nasional Indonesia serasa mengunjungi kembali sudut-sudut daerah yang pernah kita singgahi. Dalam goresan-goresan yang samar, kekuatan setiap obyek menjadi makin mengemuka.
Pameran Lukis Cat Air dalam rangka Hari Pendidikan Nasional menyuguhkan karya-karya dari 64 pelukis cat air Indonesia. Karya-karya yang dipamerkan pada 14-19 Mei 2019 tersebut dikelompokkan dalam berbagai tema, seperti lanskap kota, lautan, flora, fauna, aktivitas keseharian, tradisi, hingga obyek-obyek figuratif.
“Pameran ini mencoba menggambarkan perkembangan seni lukis cat air yang kini semakin mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat. Bisa dikatakan, cat air kini milik semua orang,” kata Teguh Margono kurator pameran ini, Rabu (15/5/2019), di Jakarta.
Denny Samawa dengan lukisannya berjudul “Kebon Sirih 2” menyuguhkan goresan pemandangan perkotaan di bilangan Kebon Sirih, Jakarta dalam bentuk siluet dengan latar belakang awan berwarna putih kekuningan. Demikian pula Artyan Trihandono juga menyuguhkan lukisan ibu kota dengan judul “Jakarta Banjir” yang menampakkan refleksi monumen selamat datang dengan deretan gedung pencakar langit di sekelilingnya.
Selain mengangkat sudut-sudut tertentu di Jakarta, ada pula beberapa perupa yang melukis obyek-obyek di luar Jakarta. Beng Rahadian misalnya, mengangkat lukisan berjudul “Makam Trunyan” dengan diskripsi tengkorak samar di balik anyaman bambu. Keunikan Bali juga ditampilkan Azwan Azmy pada lukisannya berjudul “Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring, Bali”.
Selalu menarik
Praktik melukis dengan cat air sudah berlangsung selama belasan abad. Meski demikian, ketrampilan ini tak pernah lekang oleh zaman.
Pada masa lalu ketika kertas belum ditemukan, media lukis cat air menggunakan papirus seperti yang dilakukan orang-orang Mesir. Di Cina, media lukis cat air awalnya bahkan menggunakan kain sutera sebelum akhirnya berganti ke kertas.
“Di Eropa, lukisan cat air baru muncul selama periode Renaissance seiring dengan perkembangan teknologi kertas. Sebagaimana sketsa, pada awalnya melukis dengan cat air banyak digunakan seniman sebagai sarana gambar studi dengan alam. Cat air yang berbasis air dengan pigmennya yang halus dan mudah larut ini sangat cocok digunakan di manapun, baik on the spot maupun di studio,” kata Bayu Genia Krishbie yang juga menjadi kurator dalam pameran ini.
Sebagaimana sketsa, pada awalnya melukis dengan cat air banyak digunakan seniman sebagai sarana gambar studi dengan alam.
Memasuki abad ke-18, seni lukis cat air menjadi semakin populer di jagat seni rupa Eropa. Beberapa tokoh yang terlibat, antara lain Paul Sandby (1730-1809) dan JMW Turner (1775-1851). Di Inggris, pertengahan 1800 juga mulai terbentuk komunitas-komunitas pelukis cat air seperti Society of Painters in Water Colour (1804) dan New Water Color Society (1832).
Sampai dengan abad ke-20, kecintaan perupa terhadap seni lukis cat air tetap tinggi. Beberapa perupa besar mendalaminya, seperti John James Audubon, Wassily Kandinsky, Paul Klee, dan sebagainya.
Di Indonesia, banyak pula seniman-seniman kawakan yang menekuni lukis cat air, mulai dari Lee Man Fong, Gusti Solichin, Lian Sahar, Kusnadi, Rusli, Oesman Effendi, Trisno Sumardjo, hingga Mulyadi W.
“Saat terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda II Desember 1948 di Yogyakarta, lima seniman, yaitu Mohamamd Toha, Muhammad Affandi, Sardjito, Sri Suwarno, dan FX Supono Siswosuharto menggunakan cat air sebagai medium dokumentasi visual. Pada waktu itu, kelima seniman tersebut masih berusia belasan tahun, mereka dibekali cat air seadanya dan diminta oleh guru mereka, yaitu Dullah, seniman profesional untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut,” ujarnya.
Saat terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda II Desember 1948 di Yogyakarta, lima seniman menggunakan cat air sebagai medium dokumentasi visual.
Hingga kini, seni lukis cat air masih saja digandrungi banyak orang, tak terbatas perupa profesional semata. Berbagai macam komunitas seni lukis cat air bertumbuhan, seperti International Watercolor Society (IWS) yang kemudian menyebar di berbagai negara seperti Indonesia. Di Indonesia juga muncul komunitas-komunitas seni lukis cat air, seperti Komunitas Lukis Cat Air Indonesia.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto melihat seni lukis cat air sebagai salah satu ragam seni rupa yang tumbuh cukup pesat akhir-akhir ini. Tak hanya para perupa senior, cukup banyak pula para seniman muda ang tertarik dengan aktivitas seni lukis cat air. Meski tergolong sebagai ketrampilan seni berusia tua, namun seni lukis cat air tetap selalu memikat sepanjang masa.