Waisak, Momentum Kesejatian Diri untuk Ketenangan Hidup
Setiap manusia diharapkan menumbuhkan kesejatian diri dengan menerima realitas kehidupan. Tidak melulu berpikir tentang kekurangan, tapi mampu menerima diri dengan pikiran jernih.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Setiap manusia diharapkan menumbuhkan kesejatian diri dengan menerima realitas kehidupan. Tidak melulu berpikir tentang kekurangan, tapi mampu menerima diri dengan pikiran jernih.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, penerimaan diri inilah yang nantinya akan membuat setiap pribadi bisa menjalani ketenangan dan kedamaian hidup serta mampu mengelola jiwa dan hatinya dengan baik.
”Pengelolaan hati dan jiwa secara baik, nantinya juga akan melahirkan sikap positif, seperti empati, simpati, toleransi, dan tolong-menolong,” ujarnya, saat memberikan sambutan dalam perayaan Waisak 2563 BE/2019 di pelataran Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (18/5/2019) malam.
Perayaan Waisak 2563 BE/2019 di Candi Borobudur dihadiri sekitar 10.000 orang, umat Buddha dan biksu, dari 14 sekte di seluruh dunia. Selain dari Indonesia, mereka berasal dari Thailand, Laos, Vietnam, dan Tibet.
Dalam perayaan Waisak, umat Buddha bersama biksu, tokoh-tokoh masyarakat dan tamu undangan yang hadir bersama-sama menerbangkan ribuan lampion. Pelepasan lampion ini bermakna melepaskan harapan atau keinginan agar terkabul.
Di momen Waisak ini, Lukman mengatakan, umat Buddha diharapkan mau berubah dengan meniru keteladanan Sang Buddha. Dia rela meninggalkan takhta kerajaan demi kebahagiaan dan keselamatan semua makhluk. Umat Buddha pun diharapkan juga menjalani kehidupan sesuai pesan dhamma.
”Dengan menjalani hidup sesuai pesan dhamma, setiap orang pun dapat menjadi pribadi yang berguna, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar,” ujarnya.
Waisak menjadi momentum bagi umat Buddha untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri. Momentum serupa, menurut dia, sebenarnya juga ada di semua agama. ”Dengan memanfaatkan momentum yang ada di agama masing-masing, marilah kita, semua umat beragama melakukan introspeksi dan evaluasi agar mampu menjadi pribadi yang lebih baik,” ujarnya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya mengatakan, musuh utama dalam setiap diri manusia adalah ego. Sifat inilah yang kerap kali membuat setiap orang terjerumus pada keserakahan dan selalu dipenuhi hawa nafsu duniawi.
Berangkat pada kondisi tersebut, Hartati mengatakan, umat Buddha pun diharapkan mau memanfaatkan momentum Waisak untuk semakin menguatkan niat dan kesadaran untuk mengikuti teladan Sang Buddha sehingga nantinya dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Hartati pun mengajak umat Buddha untuk mensyukuri detik Waisak dan kemudian menindaklanjutinya dengan membawa dan menumbuhkan benih-benih kebuddhaan dalam diri masing-masing.
Doa untuk bangsa
Dalam perayaan Waisak, Ketua Dewan Sangha Walubi Bhante Tadisa Paramita Mahasthavira, secara khusus, mengajak umat Buddha untuk bersama-sama mendoakan pemimpin negara, pemimpin daerah, tokoh elite politik dan tokoh masyarakat agar mampu melakukan hal terbaik bagi bangsa dan negara.
”Semoga mereka dapat memimpin dengan baik dan bijak. Semoga para elite politik, tokoh masyarakat, dan semua elemen mampu memberikan pernyataan yang menenangkan, motivasi, dan solusi untuk setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Bhante Tadisa juga mengingatkan bahwa sekalipun bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman, semua warga tetap bersaudara dalam kemanusiaan. Oleh karena itu, semua harus bersama-sama mencegah segala upaya yang dapat memecah belah.
Semoga para elite politik, tokoh masyarakat, dan semua elemen mampu memberikan pernyataan yang menenangkan, motivasi, dan solusi untuk setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat.