Jepang Beri Hibah untuk Pengembangan Sistem Informasi Bencana
Pemerintah Jepang memberikan hibah senilai 5,09 miliar yen. Salah satunya untuk pengembangan sistem informasi penanggulangan bencana agar penyampaian informasi bencana ke masyarakat lebih efektif dan efisien.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Jepang memberikan hibah senilai 5,09 miliar yen atau setara sekitar Rp 670,11 miliar. Sebagian hibah digunakan untuk membantu rekonstruksi pascabencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018. Sementara sebagian lain digunakan untuk sistem informasi penanggulangan bencana agar penyampaian informasi bencana ke masyarakat lebih efektif dan efisien.
Tak hanya itu, Jepang juga akan memberikan pinjaman 30,98 miliar yen atau setara Rp 4,07 triliun untuk mengembangkan fasilitas pengolahan dan pembenahan saluran air limbah di DKI Jakarta.
Pemberian hibah ditandai dengan penandatanganan pertukaran nota tentang proyek rekonstruksi dan penanggulangan bencana antara Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii dan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya, Jumat (24/5/2019), di Jakarta.
Setelah itu, dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan pemberian pinjaman dana dari Jepang untuk Indonesia.
Dari total hibah sebesar 5,09 miliar yen, sebanyak 2,5 miliar yen di antaranya digunakan untuk pembangunan Jembatan Palu 4 di Sulawesi Tengah. Kemudian bantuan alat berat konstruksi senilai 600 juta yen. Selanjutnya, proyek penguatan sistem informasi penanggulangan bencana sebesar 1,99 miliar yen.
Atase Ekonomi Kedutaan Besar Jepang di Indonesia Tadayuki Miyashita mengatakan, proyek pembangunan Jembatan Palu 4 dan pengadaan alat berat konstruksi di Sulawesi Tengah akan membantu masa rekonstruksi pascabencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018.
”Proyek pembangunan jembatan diharapkan memberikan manfaat kepada warga agar lebih tangguh terhadap bencana alam. Sementara proyek bantuan alat berat diharapkan berkontribusi untuk mempercepat rekonstruksi sehingga membantu stabilitas masyarakat,” katanya.
Sementara terkait sistem informasi penanggulangan bencana, Pemerintah Jepang bersama Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) sedang mengembangkan sistem penyampaian informasi bencana yang lebih efektif dan efisien kepada masyarakat.
Sistem itu akan menambah jumlah instansi yang dapat mengabarkan informasi tentang gempa bumi dan tsunami lebih kurang 1,7 kali lipat lebih banyak pada 2024 dibandingkan pada 2017. Selain itu, sistem diproyeksikan juga dapat meningkatkan tiga kali lipat kecepatan dan jumlah informasi yang disebarkan.
Menurut Miyashita, sistem penanganan dan penyampaian informasi itu diharapkan menyelesaikan masalah keterlambatan dan terputusnya penyampaian informasi yang kerap terjadi saat bencana melanda di Indonesia.
Dengan sistem informasi yang lebih baik, masyarakat dapat menerima informasi bencana alam lebih cepat dan tepat sehingga lebih tangguh dan mampu berkontribusi dalam menanggulangi dampak dari bencana alam.
Perwakilan Senior JICA Ogawa Ryo menyampaikan, kelemahan sistem yang diterapkan Indonesia saat ini adalah setiap instansi menyebarkan informasi sendiri-sendiri. Untuk itu, dalam rencana pengembangan sistem yang baru, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan berperan sebagai pengumpul dan penyebar informasi secara nasional.
Kementerian Kominfo akan menyebarkan informasi setelah menerima data dari berbagai instansi terkait, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Adapun sistem tersebut diproyeksikan mulai beroperasi pada 2021.
”Kominfo akan berperan sebagai pemimpin untuk mengumpulkan informasi dan menyampaikannya secara serentak kepada masyarakat agar mereka dapat memahami situasi lebih baik. Oleh karena itu, kami akan mengutamakan untuk meningkatkan komunikasi antar-badan dan instansi,” kata Ryo.
Beri pinjaman
Terkait pinjaman dana dari Jepang untuk fasilitas pengolahan dan pembenahan saluran air limbah di DKI Jakarta, Miyashita mengatakan, kelak saat saluran tuntas dikembangkan bakal memperkuat penanganan air limbah dan penyediaan air bersih bagi masyarakat.
”Proyek tersebut ditargetkan selesai dalam waktu tiga tahun. Ketika selesai, diharapkan 195.000 penduduk Jakarta akan menikmati air bersih dan kemampuan penanganan air limbah dapat mencapai 47.000 meter kubik per hari pada 2028,” kata Miyashita.
Berdasarkan catatan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, industri pengolahan air limbah di Jakarta belum berkembang. Dari seluruh wilayah, hanya 7 persen yang menggunakan saluran air limbah sehingga pencemaran air bawah tanah dan sungai terus terjadi.