Investor masih percaya terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Tekanan justru muncul dari faktor eksternal berupa indikasi pelemahan pertumbuhan ekonomi global akibat situasi yang dinamis.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor masih percaya terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Tekanan justru muncul dari faktor eksternal berupa indikasi pelemahan pertumbuhan ekonomi global akibat situasi yang dinamis.
Kepercayaan investor, antara lain, tecermin dari penawaran awal lelang surat utang negara denominasi valuta asing yang mencapai Rp 10,65 triliun sejak awal tahun. Nilai ini lebih tinggi daripada periode yang sama pada 2018, yakni Rp 5,75 triliun.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (23/5/2019) ditutup menguat 1,567 persen ke posisi 6.032,696. Sejak awal 2019, IHSG melemah 2,81 persen.
Meski membukukan beli bersih Rp 56,286 triliun sejak awal 2019, kemarin investor asing mencatatkan jual bersih Rp 546,2 miliar di pasar saham.
Nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Kamis, sebesar Rp 14.513 per dollar AS. Nilai tukar ini yang terlemah sejak 27 Desember 2018. Pada 28 Desember 2018, nilai tukar Rp 14.542 per dollar AS.
”Indikator ekonomi dalam negeri masih positif. Kerusuhan yang terjadi sangat disayangkan, tetapi masyarakat dan pelaku usaha percaya dan yakin ekonomi Indonesia tetap baik,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menambahkan, tidak ada faktor kejutan dari unjuk rasa terkait hasil Pemilu 2019. Investor dan pelaku ekonomi sudah memahami dan mengantisipasi kondisi yang terjadi. Hal itu tecermin dari sistem keuangan yang berjalan normal dan dengan kinerja cukup baik kendati ada gejolak di dalam negeri.
Terkait faktor eksternal, pemerintah berupaya mengurangi dampak tekanan global dengan cara menjaga daya beli, inflasi, dan iklim investasi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, faktor global lebih dominan memengaruhi arus modal masuk dan arus modal keluar pada pasar obligasi. Dua hari terakhir, beli bersih investor asing di pasar surat berharga negara Rp 1,7 triliun, yang dipengaruhi ekspektasi perbaikan ekonomi.
”Arus modal asing akan tetap berlanjut masuk ke pasar obligasi,” kata Perry.
Faktor global lebih dominan.
Terkait nilai tukar rupiah, Perry menambahkan, eksportir semakin banyak menjual devisa hasil ekspor ke pasar valas sehingga membantu penguatan rupiah terhadap dollar AS.
Di pasar tunai, Kamis, rupiah menguat 0,43 persen dan diperdagangkan pada kisaran Rp 14.455-Rp 14.465 per dollar AS.
Sentimen
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan, IHSG yang melemah secara gradual sejak April 2019 didominasi sentimen negatif global, terutama eskalasi perang dagang AS-China.
Secara terpisah, Kepala Riset PT Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi menilai, tekanan terhadap pasar keuangan akibat kerusuhan di Jakarta hanya berlangsung sementara. Selebihnya, perkembangan perang dagang China-AS dan data ekonomi makro nasional masih akan menjadi sentimen penggerak IHSG di sepanjang sisa periode semester I-2019.
”Animo investor tidak berkurang. Akan tetapi, secara psikologis, pada periode pemilu, investor kerap menunda investasi untuk menunggu kepastian dari program pemerintahan baru,” ujarnya.
Sementara ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, menilai, fundamen ekonomi Indonesia masih cukup kuat untuk menarik arus modal asing masuk ke instrumen portofolio. Pelaku pasar optimistis pemerintah mampu menjaga stabilitas sosial dan politik Indonesia.
Pelaku pasar optimistis pemerintah mampu menjaga stabilitas sosial dan politik Indonesia.
Menurut Satria, pemerintah perlu memperhatikan efektivitas program-program untuk menekan defisit transaksi berjalan.