Polisi menyatakan RA (22), terduga pelaku bom bunuh diri di Pos Pantau Lalu Lintas Pertigaan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (3/6/2019), masih amatiran. Diduga RA telah terpapar paham radikal Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi menyatakan RA (22), terduga pelaku bom bunuh diri di Pos Pantau Lalu Lintas Pertigaan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (3/6/2019), masih amatiran. Diduga RA telah terpapar paham radikal Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Selasa (4/6/2019), di Jakarta, menjelaskan, aksi amatiran RA terlihat setelah polisi membandingkannya dengan penangkapan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Tengah pada 14 Mei 2019. Namun, hingga kini, polisi masih mendalami dari mana RA, pedagang gorengan, itu terpapar paham radikal.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Selasa (4/6/2019), di Jakarta, memberikan keterangan pers terkait ledakan di Kartasura, Jawa Tengah.Menurut Dedi, delapan anggota JAD Jateng yang ditangkap itu merupakan mantan kombatan yang beraksi lebih rapi. ”Sekali mereka melakukan serangan, biasanya langsung, duar. Pasti ada korban. Kalau ini jelas amatiran. Rekam jejaknya di kelompok teroris belum terlihat,” katanya.
Dedi menjelaskan, ledakan di Kartasura pada Rabu malam itu dilihat langsung oleh saksi bernama Rangga. Saat itu Rangga sedang membantu polisi memasang lampu penerangan jalan.
Saksi melihat RA mendekat ke pos pantau pukul 22.35. Saat itu RA mengenakan celana jeans dan pelantang suara di telinganya. Selama lima menit, ia duduk di trotoar di depan pos pantau. Setelah itu, ia menuju pos pantau dan meledakkan diri.
Pelaku memercayai bahwa Ramadhan merupakan bulan baik untuk melakukan amaliah.
Setelah membersihkan tempat kejadian, polisi mengumpulkan barang bukti. Pada Selasa dini hari, polisi juga memeriksa rumah RA di RT 001 RW 002 Dusun Kranggan Kulon, Desa Wirogunan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari lokasi ledakan.
Dari rumah RA, polisi menyita dua plastik belerang, satu plastik potasium klorat, campuran belerang, potasium klorat, dan arang atau yang dikenal black powder dalam dua kotak. Selain itu, juga ditemukan rangkaian elektronik untuk switching, baterai, serbuk putih diduga nitrat, dua plastik kabel, satu pipa, detonator manual, solder, dan sisa paku.
Dari hasil temuan di rumah RA, analisis serpihan di tempat kejadian, dan serpihan di tubuh pelaku, polisi menyimpulkan bahwa bom itu berjenis low eksplosif. Saat ini, kata Dedi, kesehatan RA berangsur stabil. Setelah RA sembuh, polisi akan menggali keterangan lebih lanjut.
Menurut Dedi, pelaku memercayai bahwa Ramadhan merupakan bulan baik untuk melakukan amaliah. Teroris, yang melakukan bom bunuh diri atau serangan terorisme lainnya, percaya bahwa mereka akan meninggal dalam keadaan mati syahid.
Pengamat terorisme Al Chaidar menyampaikan, kepolisian perlu menyelidiki lebih jauh dari mana RA terpapar paham radikal. Ini untuk membuktikan apakah RA termasuk lone wolf (di luar komando) atau masuk ke dalam jaringan teroris yang terstruktur.
Chaidar berpendapat, penangkapan JAD Jateng telah memancing reaksi anggota lain. Dia menduga, RA bagian dari JAD Semarang.
Chaidar menyebut fenomena ini sebagai teologi eskatologis. Pelaku memaknai kematian sebagai cara pintas memasuki surga. Kematian dipakai untuk menakut-nakuti musuh agama yang tak terdeskripsikan, dalam suatu ”perang” yang tak pernah terdengar deklarasinya sekalipun.