logo Kompas.id
UtamaPemerintah Siapkan Pembatasan ...
Iklan

Pemerintah Siapkan Pembatasan Akses Media Sosial secara Situasional

Pembatasan akses media sosial menjelang sidang putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan hasil Pemilihan Presiden 2019 pada 28 Juni akan dilakukan secara situasional. Apabila situasi dinilai mengancam kedaulatan bangsa, pembatasan akan kembali dilakukan, seperti pada 22-25 Mei 2019.

Oleh
Sharon Patricia
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/nJQ0qdpGlU8j3ZViUdJPvswWQQ8=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F06%2F20190611_ENGLISH-TAJUK_C_web_1560258351.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Polisi Kepolisian Daerah Metro Jaya mengenakan kaus yang mendukung kampanye antihoaks dalam acara deklarasi untuk gerakan antihoaks di Jakarta, Senin (12/3/2019). Deklarasi tersebut merupakan upaya dari polisi untuk mendorong masyarakat menolak berita palsu.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan pembatasan akses media sosial menjelang sidang putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan hasil Pemilihan Presiden 2019 pada 28 Juni secara situasional. Apabila situasi dinilai mengancam kedaulatan bangsa, pemerintah akan kembali membatasi akses media sosial seperti pada 22-25 Mei 2019.

”Kami masih terus memantau situasi di media sosial menjelang putusan MK nanti. Jika memang nantinya ada peningkatan penyebaran hoaks yang ditunjang dengan aksi massa, pembatasan akses akan dilakukan,” kata Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ferdinandus Setu saat ditemui di Kemkominfo, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Ferdinandus mengatakan, langkah yang dilakukan pemerintah adalah membatasi akses media sosial, bukan memutus. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat dapat tetap berkomunikasi melalui teks dan telepon, bahkan video call.

https://cdn-assetd.kompas.id/3QAeEqzM-PI68DrmbCorC_YDYdA=/1024x703/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F06%2FWhatsApp-Image-2019-06-13-at-3.55.29-PM_1560416290.jpeg
KOMPAS/SHARON PATRICIA

Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu

”Kami mendapati bahwa setiap fitur dalam Whatsapp memiliki lokator sumber seragam (LSS) atau uniform resource locator (URL) yang berbeda. Maka, yang kami batasi hanya video dan gambar, termasuk stiker, karena secara psikologis lebih cepat ’membakar’ emosi yang akan membuat orang panik dan melakukan tindakan yang salah,” ujarnya.

Baca juga: Membaca Fungsi Sosial Media Sosial

Data Kemkominfo, sepanjang Agustus 2018 hingga Mei 2019 ada 2.127 isu hoaks yang menyebar melalui media sosial. Penyebaran isu hoaks paling banyak adalah soal politik dan pemerintahan, yaitu masing-masing 746 hoaks dan 267 hoaks.

Peningkatan hoaks dimulai sejak Januari 2019, kenaikannya mencapai 100 hoaks setiap bulan. Penyebaran hoaks tertinggi terjadi pada April 2019 dengan total 501 hoaks. Namun, pada Mei 2019, jumlahnya menurun menjadi 402 hoaks.

Iklan
https://cdn-assetd.kompas.id/kqIs0pFB4Dbv_b_Q1p2vNZeK74w=/1024x582/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F06%2FWhatsApp-Image-2019-06-13-at-3.56.25-PM_1560416227.jpeg
Kompas

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika

Penurunan hoaks dipengaruhi oleh pembatasan akses media sosial selama empat hari, yaitu pada 22-25 Mei 2019. Keputusan pemerintah membatasi akses media disebabkan oleh eskalasi penyebaran hoaks yang tinggi dan berpotensi menambah riuh suasana.

”Waktu itu, hanya dalam hitungan jam sudah ada lebih dari 600 mention di Twitter dan didukung oleh peristiwa demo hingga adanya pembakaran. Setelah mendapat dukungan data dari intelijen serta Polri, kami mengambil tindakan pembatasan akses media sosial,” tutur Ferdinandus.

Secara terpisah, Ketua Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho menyampaikan, pembatasan media sosial memang tepat dilakukan ketika situasi dianggap darurat dan hoaks yang beredar sudah mengarah pada kericuhan yang berpotensi menimbulkan korban. Namun, pembatasan akses media sosial harus tetap dipandang sebagai langkah terakhir.

Baca juga: Polisi Tetapkan 10 Tersangka

”Kita harus melihat bahwa pembatasan itu juga berdampak pada banyak hal, misalnya kebebasan berpendapat, dan juga mengganggu sektor ekonomi, terutama bisnis daring,” kata Septiaji.

Dengan demikian, alangkah lebih tepat apabila kita menyelesaikan akar permasalahannya, yaitu kualitas literasi digital masyarakat. Ia menyampaikan, poin ini jauh lebih penting untuk dibenahi bersama.

”Masyarakat kita umumnya sudah tahu bahwa soal menyebar hoaks itu melanggar hukum. Tetapi, kalau informasi yang mereka sebar itu hoaks atau bukan, ini yang mereka tidak tahu. Mereka menganggap apa pun informasi yang didapatkan, lalu disebarkan, adalah informasi yang benar,” ujarnya.

Baca juga: Dua Sisi Pembatasan Media Sosial

Literasi digital adalah bagaimana menjadikan masyarakat kita sadar fakta. Selain itu, mampu mengendalikan diri di media sosial dan memverifikasi informasi yang diperoleh sebelum menyebarluaskan.

”Penting juga bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa media sosial adalah ruang publik. Artinya, tanggung jawab ketika ia menyampaikan sesuatu melalui media sosial lebih besar daripada ketika ia berbicara di ruang pribadi,” kata Septiaji.

Editor:
Emilius Caesar Alexey
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000