Sejak pemugaran terakhir Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada 1983 silam, sebanyak 56 kepala arca Buddha, belum bisa dipasang pada bangunan candi. Kondisi ini terjadi karena badan arca pasangannya belum juga ditemukan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Sejak pemugaran terakhir Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada 1983 silam, sebanyak 56 kepala arca Buddha, belum bisa dipasang pada bangunan candi. Kondisi ini terjadi karena badan arca pasangannya belum juga ditemukan.
Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Tri Hartono mengatakan, sebenarnya masih ada 248 badan arca dari Candi Borobudur yang juga tidak memiliki kepala. Namun, pemasangan kepala ke badan arca tersebut tetap tidak dapat dilakukan karena tidak cocok satu sama lain.
Selain pencocokan oleh arkeolog internal BKB, kajian menyangkut kepala dan tubuh arca tersebut, juga sudah dilakukan dengan melibatkan ahli dari Jerman dan Jepang. Namun, semua upaya itu gagal. “Ahli dari Jerman dan Jepang juga sudah berupaya dan melakukan analisis, tetapi pada akhirnya semua angkat tangan,” ujarnya, Jumat (14/6/2019).
Ahli dari Jerman dan Jepang juga sudah berupaya dan melakukan analisis, tetapi pada akhirnya semua angkat tangan
Total arca Buddha di Candi Borobudur terdata sebanyak 504 buah. Sebanyak 248 arca tidak memiliki kepala, tetapi tetap dipasang dan bisa dilihat pengunjung pada bangunan candi.
Selain kepala dan badan yang belum ada pasangannya tersebut, Tri mengatakan, BKB juga masih menyimpan sekitar 11.000 batu lepas yang kini disimpan di Museum Borobudur. Batu-batu tersebut juga tidak bisa dipasang pada bangunan candi.
Selain karena belum menemukan batuan pasangannya, menurut dia, batu-batu tersebut diyakini tidak bisa dipasang karena merupakan batu yang tidak terpakai. “Dari pemugaran terakhir di tahun 1983, memang ditemukan ada batu-batu yang tidak bisa dipasang karena memang merupakan batu cacat yang tidak bisa dipakai, atau karena batuan tersebut diyakini merupakan karya masa lalu yang belum tuntas dibuat atau dipahat,” ujarnya.
Kendati demikian, upaya mencocokkan batuan terus dilakukan. Namun, di satu sisi, Tri mengatakan, pihaknya masih terkendala minimnya tenaga pencari atau penyetel batuan candi.
"Banyak tenaga pencari dan penyetel batuan yang terlibat pemugaran saat ini sudah pensiun dan kami tidak memiliki penggantinya,” ujarnya. Pekerjaan pencari dan penyetel batuan tidak mudah dijalankan karena butuh ketelatenan dan pengalaman.
Salah seorang arkeolog BKB, Hari Setyawan mengatakan, upaya mencocokkan batuan candi tidak mudah dilakukan. Sekalipun terkadang batuan pasangannya sudah ditemukan, batu-batu itu tetap tidak bisa dipasang di bangunan candi karena susunan batu-batu di bawahnya tidak ditemukan.
“Karena susunan batu-batu pendukung di bawahnya tidak ditemukan, pada akhirnya, batu-batu yang telah dipasangkan tersebut tetap saja tidak bisa ditempatkan di susunan batu Candi Borobudur,” ujarnya.
Kendati kerap menemui kegagalan, menurut dia, upaya pencocokan batuan terus dilakukan sepanjang tahun. Namun, dalam dua tahun terakhir ini, BKB tidak menemukan satu pun batu yang bisa dipasangkan.
Arca di luar negeri
Tri mengatakan, pihaknya juga mendapatkan informasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa akan ada penyerahan kepala arca dari Denmark. Diduga, kepala arca tersebut merupakan bagian dari Candi Borobudur.
Menurut dia, sebagian batu dari Candi Borobudur diduga dimiliki dan menjadi koleksi warga ataupun lembaga di luar negeri. Mengacu pada cerita sejarah, hal itu terjadi karena di masa abad ke-17 dan ke-18, pemerintahan VOC di masa itu seringkali memberikan batu candi sebagai hadiah kepada tamu-tamu dari negara lain. Kebiasaan tersebut membuat Indonesia akhirnya menjadi incaran banyak warga dari berbagai negara di Eropa yang ingin mengoleksi batu-batu dan benda bersejarah.