JAKARTA, KOMPAS — Musim produksi garam sudah dimulai pada Juni. Namun, sisa garam rakyat hasil panen 2018 belum terserap seluruhnya. Harga garam rakyat pun terjun bebas hingga mencapai Rp 800-Rp 900 per kilogram. Bahkan, harga garam rakyat diperkirakan terus merosot pada masa panen raya yang berlangsung hingga November.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Mohammad Hasan, yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (13/6/2019), mengkhawatirkan harga garam yang merosot berlanjut pada musim produksi tahun ini.
Pada Juni 2018, harga stok garam di tingkat petambak Rp 1.850 per kg. Pada akhir musim produksi, November 2018, harga garam turun menjadi Rp 1.600 per kg. Kemudian, memasuki Juni 2019, harga stok garam di tingkat petambak tinggal Rp 800-Rp 900 per kg atau turun hampir 50 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Hasan menambahkan, fluktuasi harga garam yang tajam adalah persoalan klasik akibat ketiadaan sistem tata niaga garam. Hingga kini, pemerintah tak kunjung menetapkan harga patokan pemerintah (HPP) untuk komoditas garam.
”Harga garam sangat fluktuatif tanpa standar. Kalau pertengahan tahun lalu harga garam bisa tinggi, kenapa sekarang harga terjun bebas? Tanpa kebijakan tata niaga garam, harga garam akan terus terombang-ambing dan memukul semangat petambak untuk berproduksi,” katanya.
Fluktuasi harga garam yang tajam adalah persoalan klasik akibat ketiadaan sistem tata niaga garam.
Tidak optimal
Penyerapan garam rakyat hasil panen 2018 juga tidak optimal. Hasan memperkirakan, masih ada stok 30 persen dari produksi garam nasional tahun lalu yang tidak terserap. Ia menduga, penyerapan yang rendah antara lain dipicu rembesan garam industri impor yang membuat harga garam terjun bebas.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi garam per Desember 2018 sebanyak 2.719.256 ton, yang terdiri dari garam rakyat 2.349.630 ton dan produksi PT Garam (Persero) 369.626 ton.
Hasan meminta agar harga dan penyerapan garam rakyat yang rendah tidak terulang lagi pada musim produksi tahun ini. Oleh karena itu, kebijakan impor garam industri yang ditempuh pemerintah harus disesuaikan dengan ketersediaan stok bahan baku dari garam rakyat.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko mengemukakan, pada awal Juni, PT Garam menyerap 120.000 ton garam rakyat. Tahun ini, perusahaan BUMN itu menargetkan dapat menyerap 130.000 ton garam rakyat. Target itu lebih tinggi daripada realisasi serapan tahun lalu sebanyak 120.000 ton.
Budi menambahkan, PT Garam memperoleh alokasi penyertaan modal negara (PMN) Rp 225 miliar pada 2018 untuk penyerapan garam rakyat. Hingga saat ini, Rp 202 miliar di antaranya sudah digunakan.
Tahun ini, PT Garam tidak lagi mendapatkan alokasi PMN sehingga tidak ada kewajiban untuk menyerap garam rakyat.
”Sisa dana PMN tahun lalu Rp 30 miliar kami harapkan dapat menyerap hasil produksi garam rakyat tahun ini meskipun hanya sedikit. Minimnya serapan memprihatinkan, mengingat harga garam rakyat saat ini sedang jatuh,” katanya. (LKT)