Argentina mengawali laga perdana di Copa America 2019 dengan kekalahan. Perhatian pun tertuju kepada Lionel Messi, sang bintang yang masih berusaha keras mengangkat Argentina.
SALVADOR, MINGGU - Tim nasional Argentina masih menjadi teka-teki abadi bagi bintangnya, Lionel Messi. Ia sekali lagi gagal membantu Albiceleste berjaya di kompetisi mayor ketika Argentina dikalahkan Kolombia 0-2 pada laga Grup B Copa America 2019 di Arena Fonte Nova, Salvador, Minggu (16/6/2019).
Teka-teki ini berubah menjadi ironi, karena Messi pernah lima kali terpilih sebagai pemain terbaik dunia. Awal Mei lalu, dunia mengelu-elukan Messi yang mencetak gol indah ke gawang Liverpool pada laga pertama semifinal Liga Champions di Stadion Camp Nou.
Meski akhirnya Barcelona disingkirkan Liverpool, tetapi Barcelona adalah klub yang sulit ditaklukkan di level domestik berkat peran Messi, yang pada musim 2018-2019 mencetak 36 gol di La Liga. Bersama Barcelona, Messi meraih 10 gelar juara La Liga dan empat trofi Liga Champions sejak 2004.
Kehebatan Messi itu langsung sirna saat ia mengenakan seragam Argentina. Belum ada satupun trofi dari kompetisi mayor yang diraih bersama timnas. Prestasi terbaiknya bersama Albiceleste adalah lolos ke empat final Copa America dan satu final Piala Dunia 2014, lalu pulang dengan kecewa.
Setelah penampilan buruk di Piala Dunia Rusia 2018, Messi bertekad bangkit pada Copa America di Brasil ini. Pada 24 Juni Messi akan berusia 32 tahun dan menipiskan peluangnya untuk meraih trofi bersama timnas. Copa America kali ini adalah kesempatan terbesar.
Menghadapi Kolombia pada laga perdana, Messi rekan satu tim yang juga hebat di klubnya masing-masing. Di lini depan ada Sergio Aguero, yang bersmaa Manchester City mempertahankan trofi Liga Inggris, dan penyerang sayap Paris Saint- Germain, Angel Di Maria.
Namun, kesulitan Argentina ada di lini tengah. Mereka juga kesulitan bergerak maju melalui sektor sayap. Taktik yang diterapkan pelatih Argentina Lionel Scaloni tidak berjalan lancar. Permainan Argentina tidak kunjung membaik pada babak kedua, hingga Kolombia mencetak gol melalui Roger Martinez menit ke-71 dan Duvan Zapata menit ke-86.
Ini menjadi kekalahan pertama Argentina dari Kolombia dalam 12 tahun terakhir. Pada laga persahabatan terakhirm September 2018, kedua tim bermain imbang 0-0 saat Argentina tampil tanpa Messi.
”Kami tidak ingin menjalani laga awal seperti ini. Sekarang kami harus menegakkan kepala dan memikirkan laga berikutnya,” ujar Messi. Mereka menyisakan dua laga melawan Paraguay dan Qatar. Hanya dua tim setiap grup yang maju ke 16 Besar, sehingga Argentina wajib meraih nilai penuh pada kedua laga berikutnya.
Direktur timnas Argentina Cesar Menotti mengakui, kegagalan di timnas membuat Messi mengalami kelelahan mental. ”Namun, jiwa kompetisi dan komitmennya untuk timnas tidak berubah. Ketika dia melihat bola, ia masih bisa tersenyum,” ujarnya pada BBC.
Sistem berbeda
Analis sepak bola Graham Hunter dalam artikelnya di ESPN menilai, timnas Argentina dan Barcelona adalah dua dunia yang berbeda bagi Messi. Di Barcelona, Messi sukses karena klub sudah membangun sistem yang sangat mendukung. Klub itu pernah memiliki Andres Iniesta, Xavi Hernandes, dan pelatih Pep Guardiola yang membuat Messi bisa mengeluarkan kemampuan terbaik.
Saat menyerang, Messi ditemani Luis Suarez, sahabatnya di Barcelona. ”Jika Suarez lahir di Argentina, Messi sudah mengantongi tiga atau empat trofi bersama timnas. Sesederhana itu,” tulis Hunter.
Saat berada di timnas, Messi kehilangan sistem tersebut. Pelatih Argentina dari era Jose Pekerman saat Messi bergabung ke timnas senior hingga Scaloni selalu kesulitan mengaktifkan kekuatan Messi yang sebenarnya. Mereka belum bisa membuat sistem seperti di Barcelona.
Jika Argentina bermasalah dengan satu pemain bintang yang sulit menyatu dengan sistem yang dibangun di dalam tim, Kolombia menunjukkan sebaliknya. “Pemain terbaik kami adalah keseluruhan tim itu sendiri,” ujar pelatih Kolombia Carlos Queiroz.
Para pemain kunci Kolombia seperti James Rodriguez, Juan Cuadrado, Radamel Falcalo, dan Martinez bisa bermain secara padu. Zapata yang berhasil membawa klubnya, Atalanta, ke ajang Liga Champions untuk pertama kalinya pada musim depan, juga tetap bisa membawa level permainannya dari klub ke timnas.
“Setiap warga Kolombia sekarang sangat bahagia. Namun, jalan kami masih panjang dan masih banyak laga untuk dijalani,” ujar Zapata. (AP/AFP/REUTERS)