Tidak akan ada remisi untuk narapidana korupsi Setya Novanto akibat ulahnya yang terus mempermainkan hukum. Sementara istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, yang diduga mendampingi saat Novanto menyalahgunakan izin berobat, tidak akan diperkarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak akan ada remisi untuk terpidana kasus korupsi Setya Novanto akibat ulahnya yang terus mempermainkan hukum. Sementara istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, yang diduga mendampingi saat Novanto menyalahgunakan izin berobat, Jumat (14/6/2019), tidak akan diperkarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
”Setya Novanto sudah pasti tidak dapat remisi karena dia tidak dapat izin dari KPK. Kalau seandainya dia ada justice collaborator atau napi yang mempunyai hak remisi, dia pasti masuk dalam Register F (buku berisi catatan pelanggaran disiplin narapidana),” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Selasa (18/6/2019), di Jakarta.
Aturan mengenai remisi diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Dalam Pasal 5 Ayat 1 dikatakan bahwa remisi dapat diberikan oleh menteri kepada narapidana yang telah memenuhi syarat berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan.
Novanto divonis 15 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi proyek KTP elektronik tahun anggaran 2011-2013, pada akhir April 2018.
Pada Jumat (14/6/2019), Novanto menyalahgunakan izin berobat. Jumat siang, dia ditemani istrinya, Deisti Astriani Tagor, berpura-pura menyelesaikan administrasi rumah sakit tempat dia berobat. Namun saat itu dia justru kabur. Dia baru kembali ke rumah sakit pada Jumat sore. Kemudian beredar foto yang menunjukkan Novanto bersama Deisti di salah satu toko bangunan di Padalarang. Foto itu terjadi dalam rentang waktu dia kabur dari rumah sakit.
Kemenkumham mengakui kejadian itu. Hal tersebut bisa terjadi karena petugas pengawal Novanto lengah. Petugas tidak mengawal Novanto saat mantan Ketua DPR itu hendak menyelesaikan administrasi rumah sakit.
Ini bukan kali pertama Novanto berulah. Pertengahan tahun lalu, terungkap Novanto menyulap selnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin menjadi mewah sehingga tidak lagi mirip ruang tahanan.
Istri Novanto
Sementara terkait Deisti Astriani Tagor, yang diduga mendampingi Novanto saat dia menyalahgunakan izin berobat, Yasonna menilai Deisti tidak melakukan tindak pidana. Dengan demikian, pihaknya tak akan memperkarakannya. Kejadian Novanto disebut Yasonna murni karena kesalahan Novanto dan bentuk pelanggaran disiplin Novanto.
”Istrinya, kan, dia tidak melakukan tindak pidana, ini pelanggaran disiplin. Karena pelanggaran disiplin, makanya dia ditempatkan di Sindur untuk merenunginya, memang di situ (lapas berpengamanan) super maksimum. Mengapa kita lakukan seperti itu, supaya ke depannya tidak berulang lagi hal yang menyimpang dari prosedur,” ujar Yasonna.
Novanto dipindahkan dari Lapas Sukamiskin ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, sejak Jumat (14/6/2019) malam.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menilai, perbuatan tercela yang berulangkali dilakukan Novanto memang harus diganjar sanksi. Jadi tepat jika Novanto tidak diberi remisi.
Tak cukup hanya di situ, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mendesak agar petugas pengawal Novanto juga diberi sanksi tegas. ”Apa yang dilakukan pengawal Novanto bukan suatu tindakan lalai karena dilakukan secara sadar. Maka, yang pasti harus ditindak hukum adalah petugas yang mempersilakan Novanto untuk mengurus biaya administrasi tanpa pengawalan,” katanya.
Petugas dipidanakan
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Miko Ginting menambahkan, petugas pengawal tak cukup hanya diberi sanksi disiplin kepegawaian seperti penundaan kenaikan gaji atau penurunan pangkat. Lebih dari itu, mereka perlu pula dipidanakan karena patut diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.
”Jadi, itu bisa menjadi sinyal bagi bagi petugas-petugas lain yang mempunyai jabatan dan tanggung jawab agar tidak melakukan hal yang sama. Apalagi, kasus seperti Novanto sudah berulang kali terjadi,” tambahnya.