Tak Ada Luka, Mursi Diduga Meninggal akibat Gangguan Jantung
Stasiun televisi Mesir, Senin (17/6/2019) sore waktu setempat, mendadak menghentikan acara regulernya dan mengumumkan wafatnya mantan Presiden Muhammad Mursi (68) yang mendekam di penjara sejak digulingkan dari kursi presiden pada 3 Juli 2013.
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Stasiun televisi Mesir, Senin (17/6/2019) sore waktu setempat, mendadak menghentikan acara regulernya dan mengumumkan wafatnya mantan Presiden Muhammad Mursi (68) yang mendekam di penjara sejak digulingkan dari kursi presiden pada 3 Juli 2013.
Seperti diberitakan stasiun televisi Mesir, Mursi jatuh pingsan setelah menyampaikan sepatah kata dalam persidangan. Ia lalu segera dibawa ke rumah sakit. Namun, sesampai di rumah sakit pada pukul 16.50 waktu setempat atau pukul 21.50 WIB, Mursi dinyatakan telah wafat.
Diduga kuat, Mursi berpulang karena mengalami gangguan fungsi jantung yang terjadi secara mendadak. Pihak keluarga mengklaim telah meminta Pemerintah Mesir sejak Desember 2018 agar memperhatikan kesehatan Mursi yang akhir-akhir ini terus menurun.
Tim kejaksaan agung dan dokter yang mendatangi rumah sakit, tempat bersemayamnya jenazah Mursi, menyampaikan bahwa tidak ada bekas luka setelah dilakukan otopsi terhadap jasad Mursi.
Mursi diberitakan telah dimakamkan pada Selasa (18/6/2019) pagi ini di kompleks kuburan di Nasr City, Kairo, sesuai dengan rekomendasi pihak keamanan Mesir. Keluarga mendiang semula meminta agar Mursi dimakamkan di kompleks kuburan keluarga di Desa Al-Idwa, Provinsi Sharqia, sekitar 100 kilometer arah timur laut Kairo. Namun, aparat keamanan menolak permintaan keluarga.
Mantan presiden yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM) ini adalah presiden pertama Mesir yang terpilih melalui pemilu demokratis pada 2012. Ia terpilih setelah Revolusi Mesir meletus pada Januari 2011, yang melengserkan Presiden Hosni Mubarak setelah 30 tahun berkuasa.
Namun, Mursi digulingkan militer Mesir pada 3 Juli 2013 setelah rakyat Mesir berunjuk rasa meminta Mursi mundur pada 30 Juni 2013.
Bagi pendukung Mursi dan IM, militer telah melakukan kudeta terhadap presiden terpilih secara demokratis. Namun, bagi kubu kontra-Mursi dan IM, militer melaksanakan aspirasi rakyat Mesir yang berunjuk rasa pada 30 Juni 2013.
Mursi dilahirkan pada 20 Agustus 1951 di Desa Al-Idwa, Provinsi Sharqia, dari keluarga sederhana. Ayah Mursi adalah seorang petani dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Mursi menikah dengan Naglaa pada tahun 1978 dan dikaruniai lima anak serta tiga cucu.
Dua anak Mursi memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) karena lahir di negara itu saat Mursi menempuh pendidikan S-3.
Mursi dikenal cemerlang dalam karier pendidikannya. Ia lulusan terbaik Fakultas Teknik Universitas Kairo pada 1975. Ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan S-2 dan S-3 di Universitas California Selatan serta berhasil menyelesaikan S-2 pada tahun 1978 dan S-3 pada tahun 1982.
Setelah menyelesaikan S-3, Mursi sempat bekerja di NASA. Ia pernah berbeda pendapat dengan Naglaa tentang tempat masa depan kariernya. Naglaa menginginkan Mursi tetap berkarier di AS, sedangkan Mursi menghendaki pulang ke Mesir.
Akhirnya Mursi dan keluarga kembali ke Mesir pada tahun 1985 dan ia langsung menjadi dosen pada Universitas Zagazig di Provinsi Sharqia hingga tahun 2010. Mursi juga sempat menjadi pengajar di Libya selama beberapa tahun.
Mursi diduga mulai masuk menjadi anggota IM pada saat masih di AS. Sepulang ke Mesir tahun 1985, Mursi langsung aktif di IM. Ia berhasil masuk parlemen tahun 2000 hingga tahun 2005 dan langsung menjadi petinggi Partai Keadilan dan Kebebasan, sayap politik IM, yang didirikan pasca-Revolusi Mesir 2011.
Mursi dicalonkan Partai Keadilan dan Kebebasan dalam pemilu demokratis pertama di Mesir pada 24 Juni 2012. Ia berhasil menang tipis dengan meraih 51,73 persen atas kandidat Ahmed Shafik yang mantan PM Mesir pada era Presiden Hosni Mubarak. Namun, Mursi hanya bertahan sebagai presiden satu tahun.
Sejak Mursi digulingkan pada 3 Juli 2103, sebagian besar pendukungnya yang bertahan di Mesir kini dipenjara, termasuk Mursi hingga wafatnya pada Senin (17/6/2019). Sebagian lainnya melarikan diri ke luar negeri, terutama Turki dan Qatar, serta sebagian kecil ke Eropa.
Jatuhnya Mursi pada 3 Juli 2013 semakin memperuncing perpecahan geopolitik di Timur Tengah antara kubu prodemokrasi dan kontrademokrasi pascameletusnya Musim Semi Arab 2011 di sejumlah negara Arab, seperti Tunisia, Libya, Mesir, Suriah, dan Yaman. Pendukung Mursi di kawasan itu dikenal kubu prodemokrasi dan penentang Mursi dikenal sebagai kubu kontrademokrasi atau pendukung status quo.
Pendukung demokrasi dan Musim Semi Arab, seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamd al Thani, dan mantan Presiden Tunisia Moncef Marzouki, menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Mursi. Sebaliknya, kubu penentang Mursi sampai saat ini belum memberi komentar atas wafatnya Mursi.