JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pers menilai pemberitaan Majalah Tempo tentang kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta sebagai produk jurnalistik, tetapi penyebutan Tim Mawar dalam pemberitaan tidak ada dasarnya. Dalam penilaian sementara Dewan Pers, Eks Komandan Tim Mawar Mayor Jenderal (Purn) Chairawan berhak atas hak jawab.
Namun, Chairawan ingin Dewan Pers memberikan surat keterangan bahwa bahan informasi yang diperoleh Tempo dalam pemberitaannya berasal dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik serta informasi polisi. Menurut Chairawan dan kuasa hukumnya, pengambilan bahan informasi dari BAP dan informasi kepolisian ini melanggar rahasia negara.
Hingga kini belum ada titik temu antara Chairawan selaku pengadu dengan Majalah Tempo sebagai teradu terkait kasus sengketa pemberitaan. Perbedaan pemahaman inilah yang menjadi ganjalan kedua belah pihak sehingga tidak terjadi risalah penyelesaian.
Setelah memanggil kedua belah pihak pada Selasa (11/6/2019), Komisi Pengaduan Dewan Pers kembali memanggil Chairawan dan perwakilan Majalah Tempo, Selasa (18/6/2019), di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Dalam pertemuan itu hadir Chairawan didampingi kuasa hukumnya Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Yuskamnur. Dari Majalah Tempo hadir Pemimpin Redaksi Tempo Budi Setyarso, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo Setri Yarsa, Redpel Politik Majalah Tempo Anton Aprianto, dan Redaktur Utama Majalah Tempo Anton Septian, beserta tim kuasa hukum.
“Majalah Tempo merasa tidak ada yang salah dalam berita mereka. Tapi, Dewan Pers mengatakan, (penyebutan) Tim Mawar dalam pemberitaan tidak ada dasarnya. Selain itu, yang diwawancarai hanya satu orang dan bukan representasi dari Tim Mawar,” kata Hendry CH Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers, Selasa (18/6/2019), di Jakarta.
Keputusan penyelesaian sengketa pemberitaan antara Majalah Tempo dan Chairawan akan ditentukan dalam sidang pleno minggu depan, atau pada Selasa (25/6/2019), di Dewan Pers. Keputusan tersebut disimpulkan dari hasil penilaian sementara Komisi Pengaduan Dewan Pers, lalu masukan dari pengadu dan klarifikasi dari pihak teradu. Semua akan menjadi bahan pertimbangan dalam sidang pleno Dewan Pers.
Keputusan penyelesaian sengketa pemberitaan antara Majalah Tempo dan Chairawan akan ditentukan dalam sidang pleno minggu depan, atau pada Selasa (25/6/2019), di Dewan Pers.
Pengaduan Chairawan dalam suratnya tanggal 11 Juni 2019 terkait empat pemberitaan di Majalah Tempo. Keempat berita itu meliputi: “Tim Mawar dan Rusuh Sarinah” edisi Senin 10 Juni 2019 , “Bau Mawar di Jalan Thamrin” edisi Senin, 10 Juni 2019, “Tim Mawar Selalu dikaitkan dengan Kerusuhan” edisi Senin 10 Juni 2019, dan “Aktor dan Panggungnya” edisi Senin, 10 Juni 2019.
Apresiasi langkah
Dewan Pers mengapresiasi langkah Chairawan yang tidak membawa kasus sengketa pers ini ke polisi. Jika eks Komandan Tim Mawar tersebut membawa kasus ini ke polisi, maka Dewan Pers justru tidak akan menangani. “Dari polisi pasti akan diberikan ke Dewan Pers juga,” tambah Hendry.
Sejak 9 Februari 2012, Dewan Pers dan Polri menyepakati nota kesepahaman penyelesaian kasus-kasus sengketa jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Namun, di lapangan pengaduan kasus-kasus pers kepada polisi masih terus terjadi.
Isi nota kesepahaman tersebut pada prinsipnya menegaskan, siapa pun yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers semestinya mengadukan masalahnya kepada Dewan Pers, bukan kepada polisi. Dalam sebulan, Dewan Pers menerima 10-20 permintaan dan saran dari kepolisian terkait kasus sengketa jurnalistik. Artinya, masih banyak pihak yang melaporkan kasus-kasus sengketa jurnalistik ke penyidik dan tidak mengadukannya ke Dewan Pers terlebih dahulu.
Dalam sebulan, Dewan Pers menerima 10-20 permintaan dan saran dari kepolisian terkait kasus sengketa jurnalistik.
”Masih banyak yang belum paham karena selama ini yang menjadi buku babon polisi adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pendidikan tentang aturan-aturan pers seharusnya diajarkan sebagai kurikulum di pendidikan tinggi Polri,” kata mantan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.