Sejumlah aksi penolakan terhadap program Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB berbasis zonasi menandakan disparitas kualitas antarsekolah masih cenderung tinggi. Sistem zonasi, salah satunya digunakan sebagai acuan untuk memetakan disparitas tersebut, sehingga pemerataan pendidikan bisa terpenuhi.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
Penolakan PPDB berbasis zonasi menunjukkan disparitas antara sekolah favorit dan sekolah non-favorit masih tinggi. Pemerataan kualitas pendidikan mendesak dilakukan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah aksi penolakan terhadap Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB berbasis zonasi menandakan disparitas antarsekolah masih tinggi. Sistem zonasi, salah satunya digunakan sebagai acuan untuk memetakan disparitas tersebut sehingga pemerataan pendidikan bisa terpenuhi.
Unjuk rasa penolakan PPDB berbasis zonasi oleh para wali murid di Surabaya dan membludaknya antrean saat pendaftaran siswa baru di Depok menjadi bukti adanya disparitas antara sekolah favorit dan non-favorit tersebut. Unjuk rasa di Surabaya berujung pada penghentian sementara proses pendaftaran peserta didik baru untuk SMP negeri dan SMA negeri di Surabaya pada Rabu (19/6/2019).
Proses pendaftaran tersebut dibuka lagi pada Kamis (20/6) setelah dinas pendidikan berkomunikasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Tidak ada perubahan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sehingga tidak ada alasan untuk menutup atau menangguhkan sistem sehingga jalur zonasi diteruskan sesuai regulasi,” kata Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Surabaya.
Tidak ada perubahan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sehingga tidak ada alasan untuk menutup atau menangguhkan sistem sehingga jalur zonasi diteruskan sesuai regulasi.
Meskipun demikian, protes para wali murid di Surabaya terus berlanjut. Hingga Kamis petang, mereka berunjuk rasa di kantor Dinas Pendidikan Jatim dan kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Para wali murid menghendaki PPDB mengacu pada hasil ujian nasional dan tes potensial akademik.
Staf Khusus Menteri Pendidikan Bidang Komunikasi Publik dan Kerjasama Luar Negeri Suparto mengatakan, Dinas Pendidikan Jatim harus menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain di Jatim, permasalahan terkait sistem zonasi juga terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Penolakan tersebut muncul karena kualitas pendidikan belum merata. Karena itu jika PPDB mengacu pada hasil ujian nasional dan tes potensial akademik, para wali murid berharap dapat memilih sekolah yang mereka nilai bermutu bagi anak mereka.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan mengatakan, untuk siswa yang tidak diterima di SMP negeri melalui jalur zonasi, Dinas Pendidikan akan mengadakan PPDB tambahan. "Kemdikbud memberikan alokasi pagu tambahan sebanyak empat kursi tiap kelas," katanya.
Pemetaan
Suparto mengatakan, jika PPDB berbasis zonasi dioptimalkan, pemerataan pendidikan bukan sebuah hal yang mustahil. Sistem zonasi bukan hanya memetakan kualitas sekolah, tetapi juga jumlah sekolah di tiap-tiap wilayah. Termasuk juga pembinaan terhadap guru.
“Pembinaan guru nanti juga akan berbasis zonasi sehingga guru tidak perlu lagi mengikuti kegiatan seperti lokakarya ke Jakarta,” katanya ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.
Praktisi Pendidikan dan Anggota Badan Akreditasi Nasional Itje Chodidjah setuju PPDB berbasis zonasi diterapkan. Hasil pemetaan dari sistem zonasi bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan 20 persen APBD untuk dana pendidikan. “Ada pemerintah daerah yang lengah. Mereka tidak tahu bahwa di kecamatannya ada yang tanpa sekolah atau di suatu wilayah padat sekolah,” ujarnya.
Hasil pemetaan dari sistem zonasi bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan 20 persen APBD untuk dana pendidikan.
Meski begitu, Chodidjah menyarankan agar dilakukan sinergi antara Kemdikbud dan kementerian lainnya. Misalnya, harus ada kerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi. “Mestinya untuk mempercepat pemerataan, tidak cukup hanya peraturan menteri. Mesti naik ke peraturan presiden,” katanya.
60 persen
Di DKI Jakarta, proses PPDB melalui jalur zonasi umum akan dilaksanakan 24-26 Juni 2019. Berbeda dengan daerah lain, kuota yang disiapkan untuk jalur zonasi adalah 60 persen. Sementara untuk jalur non-zonasi sebanyak 30 persen. Selebihnya, diproyeksikan untuk jalur prestasi sebanyak 5 persen dan jalur luar Jakarta 5 persen.
Kepala Subbagian Tata Usaha SMAN 7 Jakarta Yusuf mengatakan, pemberlakuan sistem zonasi bagi PPDB di SMAN 7 Jakarta relatif tidak memberikan perbedaan. Pasalnya, selama ini murid-murid di SMAN 7 mayoritas berasal dari permukiman warga sekitar.
Berdasarkan sistem zonasi tahun ajaran 2019/2020, setidaknya ada empat kecamatan yang bisa mendaftar di SMAN 7 Jakarta, yakni Tanah Abang, Gambir, Menteng, dan Setiabudi. ”Bagi kami tidak ada masalah, toh selama ini kebanyakan siswa berasal dari kawasan Tanah Abang, Gambir, dan sekitarnya,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan calon orangtua murid di SMAN 35 Jakarta, Yennie Poetri. Menurut dia, sejak awal dirinya dan anaknya sepakat mendaftar di SMA tersebut karena jarak dengan rumahnya yang cukup dekat. Dengan begitu, ancaman kenakalan remaja juga mampu ditekan.
”Anak SMA, kan, rentan tawuran dan pemalakan kalau jaraknya jauh. Kita juga bisa mudah mengawasi. Walaupun tidak menjamin, tetapi sudah ada upaya,” ujar warga Karet Pasar Baru, Karet Tengsin, Tanah Abang, tersebut.
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti, sistem zonasi sejalan dengan kepentingan terbaik anak. ”Jika jarak dengan rumah dekat, anak cukup istirahat. Kekerasan pendidikan bisa jadi turun karena teman sekolah adalah teman bermain sehingga orangtua saling kenal,” katanya.