Lobster Bisa Punah
Harian Kompas mewawancarai secara khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, seputar hambatan memberantas penyelundupan benih lobster dan upaya pemerintah menjaga keberlangsungan mata pencaharian nelayan. Susi ditemui di rumah dinasnya di kawasan Jakarta Selatan,Kamis (20/6/2019).
Bagaimana populasi lobster di Indonesia?
Sejak tahun 2000, lobster (di beberapa tempat) sudah tidak ada karena bibitnya ditangkap dan dibawa ke luar negeri. Saya tahu dan melihat sendiri karena saya lama bekerja di bidang perikanan dan lobster. Dulu, saya bisa mendapatkan 4-6 ton lobster besar per hari. Kalau sekarang, mencari untuk dimakan saja susah. Dulu, nelayan di Pangandaran sekali melaut bisa membawa uang Rp 7-8 juta, rumahnya pun bagus-bagus, itu semua dari lobster. Nelayan lebih memilih menangkap lobster besar di laut karena lebih menguntungkan dan lestari ketimbang menangkap benur.
Bagaimana strategi menghentikan penyelundupan benur?
Aparat hanya menangkap para penyelundup, kemudian benurnya dikembalikan ke alam. Adapun masyarakat yang menangkap benur tidak akan ditangkap. Bahkan, nelayan yang menangkap benur untuk dibesarkan sendiri tetap diperbolehkan, asalkan tidak diperjualbelikan. Namun, nelayan yang menangkap benur untuk dibesarkan sendiri sangat jarang karena nelayan tahu lebih menguntungkan bagi mereka jika menangkap langsung lobster ukuran besar di laut.
Baca juga : Jutaan Benur Lobster Diselundupkan
Kami juga harus membangkitkan semangat masyarakat dan nelayan untuk mencekal (penyelundupan benur lobster) itu. Nelayan Pacitan, Jawa Timur, sudah bangkit, kita semestinya mengapresiasi mereka. Mereka sadar kalau benurnya dihabisi, maka lobster besar yang biasa mereka tangkap juga akan hilang.
Apa saja hambatannya?
Barang bukti hasil tangkapan tidak diserahkan seluruhnya kepada kami. Padahal mereka menangkap itu kan karena ada informasi dari kami, jadi kami tahu jumlah awalnya.
Semua pihak harus sadar, jika penyelundupan terus dibiarkan, maka lobster akan menjadi species dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) apendiks II (akan terancam punah bila perdagangannya tidak diatur secara ketat), sama seperti ikan sidat.
Semua pihak harus sadar, jika penyelundupan terus dibiarkan, maka lobster akan menjadi species yang terancam punah -- Susi Pudjiastuti
Kita butuh pemahaman dari semua penegak hukum bahwa yang kita lakukan ini demi masa depan nelayan. Kalau nelayan itu pasti hatinya tidak setuju benur ditangkap, karena dia tahu kalau bibit lobster diambil, tidak akan ada lobster yang besar.
Kalau bibitnya habis, kita tidak punya induk di alam. Jika induk tidak ada, maka bibit selanjutnya juga tidak ada. Memang betul, tidak terasa hilangnya, tapi dalam satu titik, pasti akan hilang. Seperti kepiting bakau di Sumatera sisi Barat, itu sudah tidak ada. Dulu di Simeulue, kepiting bakau bisa ditangkap ton-tonan, sekarang cari dua ekor saja buat makan tidak ada di seluruh pulau.
Bagaimana soal budidaya lobster?
Sejauh ini, belum ada yang sukses memijahkan lobster dan mengandalkan pasokan benih dari pemijahan tersebut. Jadi, budidaya lobster sebenarnya hanya terbatas pada usaha pembesaran karena seluruh benihnya masih diambil dari alam.
Pembesaran lobster silahkan saja, asalkan benih yang ditangkap dari alam tidak diperjualbelikan. Masalahnya, banyak yang menangkap benur dengan alasan untuk pembesaran, padahal dijual ke luar negeri. Sebab, membesarkan benur butuh investasi yang mahal dan waktunya lama. Lebih untung bagi petani bila menangkap langsung lobster besar di laut. Tuhan sudah beri kita laut tempat lobster tumbuh dan berkembang, di laut lobster besar sendiri, kita tidak usah repot-repot pelihara dan kasih makan, tinggal tangkap saja kalau sudah besar.
Tuhan sudah beri kita laut tempat lobster tumbuh dan berkembang, di laut lobster besar sendiri, kita tidak usah kasih makan, tinggal tangkap saja kalau sudah besar -- Susi Pudjiastuti
Karena belum bisa dipijahkan, lobster masuk kategori plasma nutfah. Sebagai contoh, Mesir sangat melindungi plasma nutfahnya. Di sana, orang yang memperdagangkan plasma nutfah, dianggap melakukan subversi. Di Indonesia, belum ada aturan mengenai plasma nutfah.
Apa semangat Permen Kelautan dan Perikanan 56/2016?
Melalui kebijakan ini, saya ingin melindungi livelihoods manusia, mata pencaharian nelayan dengan menjaga sumber daya ikan cukup dan lestari. Jadi prioritasnya manusia, bukan hewannya yang saya lindungi.
Saya bukan orang yang fanatik konservasi atau berpaham environmentalism tetapi saya orang yang mengedepankan productivity dan sustainability. Saya lindungi (sumber daya alam di laut) supaya manusia bisa makan, bisa dapat duit, bisa kaya. Dan ini harus berlanjut, bukan sementara. Sustaining wealth and livelihood of mankind.