Menjelang senja pada pertengahan Mei lalu, kami melaut dari Pantai Cisolok menumpangi perahu fiber bercadik milik, RA, penangkap benur lobster. Berbeda dengan perahu penangkap ikan, RA melengkapi perahunya dengan 4 tiang lampu, dan masing-masing tiang terpasang 3 lampu.
Lambung perahu yang biasanya digunakan untuk menyimpan ikan digunakan untuk menyimpan 8 jaring berwarna hitam dan 4 set kabel listrik untuk lampu yang akan dimasukkan ke dalam laut.
Proses menjaring benur lobster berlangsung selama 14 jam, dari pukul 16.00 sampai pukul 06.00 keesokan hari.. Lokasi menjaring benur tak sampai di tengah Samudera Indonesia, hanya 12-15 kilometer dari bibir Pantai Cisolok, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Tiba di lokasi menangkap, RA dan anak buahnya CA menyiapkan 16 buah lampu light emitting diode (LED) dengan daya 45 watt tiap lampu. Lampu digunakan memancing benur mendekati jaring. Sebanyak 12 lampu dipasang di tiang perahu. Sisanya 4 lampu dimasukkan ke dalam laut, dan bagian pangkalnya dililit dengan lakban sehingga kedap air.
Mendekati cahaya
Benur lobster adalah hewan fototaksis positif, bergerak mendekati rangsangan cahaya. Untuk menangkapnya hanya bisa dilakukan malam hari dengan dipancing cahaya lampu. Jika purnama, tak ada nelayan yang menangkapnya karena benur terpencar mengikuti cahaya bulan.
Jaring berwarna hitam agar menyerupai warna karang tempat habitat benur. Dalam semalam, mereka bisa 3-4 kali menebar jaring. Selama menunggu, keduanya memilih minum kopi, makan, dan kadang-kadang tidur sebentar. “Enak kalau menjaring benur, bisa tidur,” ucap RA.
CA mengaku baru 3 tahun ikut melaut, mencoba peruntungannya menjaring benur. Sebelumnya, ia adalah pedagang keliling.
Menangkap benur lobster lebih menggiurkan dari pada menangkap ikan. BA salah seorang nelayan di Cisolok menuturkan, hasil tangkapan ikan dijual perkilo, kadang harganya juga tak terlalu mahal. “Ikan mah murah. Kalau benur mahal, dijualnya juga per ekor,” ujarnya.
Menangkap benur lobster lebih menggiurkan dari pada menangkap ikan
Menurut CA, sejak empat tahun terakhir benur lobster diserap pengepul dengan harga tinggi. Warga di desanya pun tertarik melaut, untuk menangkap benur. “Ada guru honorer lari ke benur lobster. semalam, kalau ada rezeki, bisa kebagian Rp 3 juta sampai Rp 4 juta,” tuturnya.
Tak patah semangat, pada sore harinya, RA dan CA langsung melaut ke Pantai Ujung Genteng. Disusul tetangganya, DP (48) yang sejak awal sudah berencana menjaring benur lobster di Ujung Genteng. “Sudah ada beberapa nelayan yang dapat 300 sampai 500 ekor benur di sana (Ujung Genteng),” ucap DP.
Pantai Binuangeun
Mudahnya menangkap benur lobster juga menjadi daya tarik warga di Pantai Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten. Contohnya HH, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang. Sudah setahun ia ikut menangkap benur lobster. Dalam sehari, ia bisa memperoleh 50 ekor benur lobster pasir, sehingga bisa membawa pulang Rp 350.000.
Di Pantai Binuangeun ini umumnya warga dan nelayan menjaring benur lobster dengan memasang jaring di bagan di tengah laut sekitar 2-3 kilometer dari bibir pantai. “Lumayan hasilnya. Setiap hari ada uang masuk,” katanya.
Tak takut ditangkap
Mudahnya menangkap benur dan mahalnya harga jual membuat warga tak takut aparat penegak hukum meski penjualan benur lobster dilarang pemerintah. Hingga kini, penyerangan Polsek Cisolok dan Polsek Bayah Kabupaten Lebak yang terjadi 2017 dan 2018, dijadikan contoh oleh warga untuk melawan aparat jika ada nelayan yang ditangkap karena menjaring benur.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, Suyitno, mengakui, anak buahnya yang mendatangi nelayan di Pantai Binuangeun untuk memberikan penyuluhan dan mendata jumlah pengepul, malah memperoleh ancaman. “Staf kami yang pernah ke sana, memberitahukan bahwa warga di sana mengancam,” katanya.
Sebagian besar nelayan dari Cisolok, hingga Binuangeun, telah beralih menjadi penangkap benur. Mudah sekali mengidentifikasinya karena sebagian besar perahu yang disandarkan di pantai dilengkapi tiang-tiang lampu.
Menurut Guru Besar Ekologi Benthos, Institut Pertanian Bogor, Yusli Wardiatno , pengambilan benur tak tak terkendali bisa membuat lobster punah. Jika tak ada tindakan tegas, para penangkap benur pun hanya akan menjaring bibit-bibit lobster terakhir di perairan Indonesia.
Pengambilan benur tak tak terkendali bisa membuat lobster punah
“Lobster besar pun asalnya dari yang kecil. Kalau yang kecil diambil terus tanpa memberikan kesempatan untuk besar, yang besar lama-lama juga tidak ada. Artinya, ancaman (lobster punah) itu ada kalau pengambilannya tak terkendali,” katanya.