Intervensi Politik Membuat Banyak Pejabat BUMN Korupsi
Tindak pidana korupsi yang tak henti-hentinya melibatkan pemimpin BUMN menunjukkan belum ada pembenahan di tubuh BUMN. Integritas yang sulit terbangun, begitu pula sistem pencegahan korupsi, disinyalir karena kuatnya intervensi politik.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tindak pidana korupsi yang tak henti-hentinya melibatkan pimpinan badan usaha milik negara atau BUMN menunjukkan belum ada pembenahan di tubuh BUMN. Integritas yang sulit terbangun, begitu pula sistem pencegahan korupsi, disinyalir karena kuatnya intervensi politik.
Salah satu BUMN yang petingginya terjerat kasus korupsi adalah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Direktur Utama PT PLN nonaktif Sofyan Basir ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dia kini menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Kemudian, Jumat (28/6/2019), Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri merilis hasil sitaan berupa barang bukti uang sekitar Rp 173 miliar dari kasus dugaan korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel pada PT PLN tahun anggaran 2010.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Djoko Purwanto juga menyampaikan, tim penyidik telah menetapkan Direktur Utama PT PLN periode 2011-2014 Nur Pamudji sebagai tersangka.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, Jumat, melihat, tidak hanya di PLN, korupsi juga menjadi persoalan yang belum bisa dicegah di mayoritas BUMN.
Ia mencontohkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang bermasalah dengan laporan keuangan tahun 2018. Kemudian, PT Pelindo II juga tersangkut kasus korupsi yang menyeret RJ Lino, mantan Direktur Utama PT Pelindo II.
”Masalahnya terkait dengan integritas organisasi. Ini memang masalah umum BUMN kita,” ujar Adnan.
Menurut Adnan, masalah tersebut muncul karena belum ada upaya mensterilkan BUMN dari intervensi politik. Akibatnya, BUMN tidak pernah bisa leluasa untuk membangun integritas dan sistem pencegahan korupsi.
Aroma korupsi di dalam tubuh BUMN, menurut dia, sudah tercium saat penentuan direksi atau dalam penentuan proyek-proyek yang ditangani BUMN.
”Begitu masuk ke soal politik dan ada kepentingan tertentu atas proyek BUMN itu, konsep good corporate governance itu ditinggalkan karena direksinya takut digeser atau dipindahkan,” katanya.
Dengan demikian, Adnan berkesimpulan, masalah utama dari terjeratnya para pemimpin BUMN karena integritas yang lemah dan belum ada mekanisme kuat yang mampu memukul balik intervensi politik. Pengawas internal BUMN, katanya, juga tak mampu berbuat banyak.
Upaya pembenahan
Dihubungi secara terpisah, Wakil Presiden Eksekutif Hubungan Masyarakat dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT PLN (Persero) Dwi Suryo Abdullah menyebutkan, sejak 2010, PLN sebenarnya telah menerapkan proses pengadaan secara elektronik atau e-procurement. Setiap tahun, sistem e-procurement selalu dievaluasi dan diperbaiki.
Selain itu, untuk menjaga integritas pegawai PLN, termasuk jajaran direksi, PLN telah didampingi oleh KPK. ”Kami juga ada Divisi Kepatuhan. Seluruh pejabat PLN dari level direksi hingga supervisor wajib melaporkan harta kekayaan. Persentasenya hampir 100 persen,” ujar Dwi.
Terkait kasus yang menimpa Sofyan Basir dan Nur Pamudji, Dwi tidak tahu persis. Namun, dia yakin, yang mereka lakukan tidak dilandasi oleh niat jahat.
”Saya yakin, apa yang dilakukan pemimpin kami itu semuanya untuk kepentingan bangsa, negara, dan perusahaan. Tidak ada sedikit pun niat jahat untuk memperkaya diri sendiri,” ucapnya.