Mahfud MD: Partai Oposisi Berpeluang di Pemilu 2024
Pakar hukum tata negara Mahfud MD berharap, pasca-pengumuman sengketa hasil pemilu presiden oleh MK, tidak semua parpol merapat ke pemerintah. Keberadaan partai oposisi tetap penting menjalankan fungsi kontrol dan keberimbangan.
Oleh
GREGORIUS MAGNUS FINESSO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS – Pakar hukum tata negara Mahfud MD berharap, pasca-pengumuman sengketa hasil pemilu presiden oleh Mahkamah Konstitusi, tidak semua partai politik merapat ke pemerintah. Keberadaan partai oposisi tetap penting menjalankan fungsi kontrol dan keberimbangan. Selain itu, diprediksi partai mana pun yang menjadi oposisi berpeluang sukses di Pemilu 2024.
”Saya berharap, ada lebih dari satu parpol di luar pemerintah. Jangan bergabung semua (ke pemerintahan),” ucap Mahfud, Sabtu (29/6/2019), di sela-sela Simposium Nasional Hukum Tata Negara bertema ”Penataan Pengaturan Organisasi Sayap Partai Politik” yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII), di Hotel Sheraton, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mahfud menilai, parpol oposisi dibutuhkan guna mengontrol roda pemerintahan agar kebijakan pemerintah bisa terawasi dengan baik. Jika tidak ada oposisi, kontrol terhadap pemerintah melemah sehingga kebijakan-kebijakan tidak terawasi dengan baik. Bahkan, bisa lahir kebijakan yang kurang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Mahfud memperkirakan, saat ini, partai yang tampaknya akan berdiri sendiri di luar pemerintah adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dia merasa, PKS belum memberikan sinyal akan bergabung dengan pemerintah. ”Jika itu dilakukan PKS, (Pemilu) 2024 pasti besar,” ujarnya.
Jika tidak ada oposisi, kontrol terhadap pemerintah melemah sehingga kebijakan-kebijakan tidak terawasi dengan baik. Bahkan, bisa lahir kebijakan yang kurang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Penilaian itu, menurut Mahfud, yang juga Guru Besar Fakultas Hukum UII, diambil berdasarkan jalan politik yang dilakukan PDI-P dengan menjadi oposisi pemerintah selama dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014. Pada Pemilu 2014, saat pergantian kekuasaan, PDI-P pun menang besar, bahkan bisa meraih kursi presiden sampai dua periode pemilu.
Untuk itu, jika semua parpol di luar PKS bergabung ke pemerintah, menurut Mahfud, justru PKS yang akan mengambil keuntungan besar pada Pemilu 2024. ”Tapi, kalau mau bergabung ke pemerintah semua, tetap tidak apa-apa dan tidak dilarang konstitusi,” lanjutnya.
Mahfud pun berharap ada parpol yang konsisten menjadi oposisi seperti PDI-P kala itu. Adapun Partai Gerindra, Mahfud melihat ada sinyal untuk merapat ke pemerintahan. ”Gerindra kayaknya akan merapat (ke pemerintahan), tapi belum final,” ujarnya.
Pendapat Mahfud itu setelah BPN Prabowo-Sandi dan koalisi pasangan calon 02 dibubarkan. Menurut dia, muncul sinyal sebagian parpol koalisi 02 akan merapat ke kubu Jokowi-Amin. ”BPN sudah menyatakan, dinyatakan bubar, kemudian koalisi paslon 02 bubar. Partai dipersilakan berdiri (memutuskan sikap) sendiri,” ucapnya.
Meski demikian, Mahfud berharap, semua petinggi parpol berpikir jernih sebelum menentukan langkah. Pasalnya, ia menilai, parpol-parpol koalisi yang terbangun saat awal pemerintahan akan melangkah masing-masing pada tahun ketiga. ”Anda boleh koalisi sekarang, tapi tahun ketiga nanti itu sudah sendiri-sendiri,” lanjutnya.
Pilar demokrasi
Dalam simposium tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Kacung Marijan mengatakan, kemunculan parpol di banyak negara berbanding lurus dengan tumbuhnya proses demokratisasi. Karena itu, parpol merupakan salah satu pilar demokrasi yang harus ada dalam suatu negara modern.
”Salah satu tujuan pembentukan partai untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu,” ujarnya.
Adapun organisasi sayap seperti kepemudaan dan kelompok-kelompok profesi dari partai dimaksudkan untuk kaderisasi dan memperoleh dukungan lebih masif dari publik.
Adapun Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Dr Aditya Perdana menyebutkan, pola yang terbentuk dari organisasi sayap parpol selama ini cenderung formal, terstruktur, dan sistematis. Kendati demikian, organisasi sayap parpol tidak dominan dalam membentuk kebijakan dan masih tergantung dari ketokohan pimpinan.
”Akibatnya, peran organisasi sayap parpol masih lemah dan belum berperan maksimal,” ucapnya.