Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah Banda Aceh meluncurkan delapan produk berbahan dasar minyak nilam atau atsiri. Produk itu dikembangkan memadukan semangat akademis dan bisnis. Untuk pengembangan riset, Unsyiah membuka diri bermitra dengan swasta.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS – Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah Banda Aceh meluncurkan delapan produk berbahan dasar minyak nilam atau atsiri. Produk itu dikembangkan memadukan semangat akademis dan bisnis. Untuk pengembangan riset, Unsyiah membuka diri bermitra dengan swasta.
Produk-produk berrbahan atsiri tersebut yakni parfum, balsem cair, lulur, cairan cuci tangan, biolotion, pengharum ruangan, aromaterapi, serta minuman herbal daun kelor. Semua produk tersebut merupakan inovasi yang dihasilkan Pusat Riset Atsiri Unsyiah. Menariknya, produksi dan pengelolaan dilakukan sepenuhnya oleh mahasiswa dan alumni kampus.
Ketua Pusat Riset Atsiri Unsyiah Syaifullah Muhammad, Sabtu (29/6/2019) menuturkan, produk tersebut bagian dari riset pengembangan komoditas nilam yang dilakukan Unsyiah sejak 2015. Awalnya, Unsyiah diminta Pemprov Aceh untuk menelaah dan menyusun rencana pengembangan tanaman nilam dari hulu hingga hilir.
Pada 2019, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah ditetapkan Pusat Riset Atsiri Unsyiah sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Nilam di Indonesia.
Setelah melakukan penelitian panjang, para peneliti membuat sejumlah produk turunan nilam seperti parfum, aromaterapi, dan balsem cair. “Produk ini akan kami pasarkan bebas. Saat ini sedang dalam pengurusan izin balai pengawas obat dan makanan,” kata Syaifullah.
Dia mengatakan, pengembangan produk turunan nilam memadukan semangat riset dan bisnis. Sebagai kampus yang sudah menjadi badan layanan umum, Unsyiah akan memasarkan produk itu ke pasaran lokal maupun luar negeri. Pusat Riset Atsiri Unsyiah bertugas menghasilkan produk, sedangkan pemasaran dilakukan unit bisnis.
Unsyiah akan memasarkan produk itu ke pasaran lokal maupun luar negeri. Pusat Riset Atsiri Unsyiah bertugas menghasilkan produk, sedangkan pemasaran dilakukan unit bisnis.
Seperti terlihat pada Sabtu di laboratorium riset nilam, beberapa mahasiswa sedang menyuling minyak nilam. Sebagian lain terlihat sedang menata produk yang akan dipasarkan. Di sela-sela waktu kuliah, mereka beraktivitas di laboratorium.
Sabrina Khairunnisa lulusan Teknik Kimia Unsyiah yang kini dipercaya sebagai tim produksi produk Parfum Neelam mengatakan, dalam sebulan, parfum itu terjual hingga 200 botol dengan harga Rp 120.000 per botol. Parfum itu berbahan baku minyak nilam.
“Saya senang ilmu yang saya dapat di bangku kuliah bisa diterapkan di sini,” kata Sabrina. Biaya produksi Parfum Neelam didanai secara patungan oleh dosen Unsyiah dengan sistem bagi hasil antara pemodal dengan pengelola. Pengembangan produk turunan nilam itu sekaligus membuka lapangan pekerjaan untuk lulusan Unsyiah.
Selain Sabrina, mahasiswa yang terlibat dalam pengelolaan produk turunan nilam adalah Nur Aisyah, mahasiswa Teknik Kimia dan Raisha Fatimah mahasiswa faktultas kedokteran. Aisyah kuliah semester delapan sedangkan Raisha semester enam.
Mereka membuat produk body scrup atau lulur berbahan minyak nilam dan ampas kopi. Lulur nilam dan ampas kopi tersebut diberi nama Milamo. Aisyah mengatakan Milamo ampuh mengangkat sel kulit mati. Milamo dijual dengan harga Rp 25.000 sampai 35.000 per buah. “Kemarin sudah closing penjualan karena stok habis,” kata Aisyah.
Biaya produksi Parfum Neelam didanai secara patungan oleh dosen Unsyiah dengan sistem bagi hasil antara pemodal dengan pengelola. Pengembangan produk turunan nilam itu sekaligus membuka lapangan pekerjaan untuk lulusan Unsyiah.
Mitra dengan petani
Minyak nilam sebagai bahan baku produksi dibeli dari petani nilam di Kabupaten Aceh Jaya. Daerah ini salah satu sentra penghasil nilam terbaik di Aceh. Syaifullah mengatakan, mereka membeli minyak nilam dari petani di atas harga pasar. Saat ini harga minyak nilam antara Rp 500.000 sampai Rp 700.000 per kilogram.
Selain membeli minyak, Pusat Riset Atsiri Unsyiah juga mendampingi petani. Mereka berbagi ilmu kepada petani agar produksi membaik. Dengan produk turunan buatan Unsyiah, kata Syaifullah, petani nilam memiliki pilihan lain menjual minyak selain ke pengepul.
“Secara tidak langsung kami membuka tata niaga minyak nilam yang baru. Selama ini harga minyak nilam sepenuhnya diatur penampung dan petani tidak bisa berbuat apa-apa. Akibatnya saat produksi tinggi harga anjlok,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Aceh Jaya Mustafa mengatakan, luas tanaman nilam di Aceh Jaya mencapai 238 hektar dengan produksi 37,8 ton minyak nilam per tahun. Minyak nilam itu dijual kepada penampung di Sumatera Utara baru kemudian dijual ke luar negeri. Mustafa mengapresiasi kerja sama petani nilam dengan Unsyiah. Selain dengan Unsyiah, Pemkab Aceh Jaya juga menjalin kerja sama dengan Bank Indonesia Aceh dalam pengembangan bisnis nilam.