JAKARTA, KOMPAS — Panitia seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia 2019-2022 mengumumkan hasil seleksi pada empat tahap yang dilalui para pelamar, meliputi seleksi administrasi, seleksi penulisan makalah, asesmen psikologis dan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory, serta wawancara. Namun demikian, pada proses penelusuran rekam jejak, pansel tidak mengumumkan hasil seleksi. Pada proses inilah banyak muncul pertanyaan dari publik.
Pengumuman 34 nama calon anggota KPI justru dilakukan oleh Komisi 1 DPR sesuai Surat Menteri Kominfo kepada Ketua Komisi I DPR Nomor R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019. “Pengumuman 34 nama oleh DPR pun merupakan wujud transparansi karena saat ini masyarakat dapat memberikan masukan, pendapat dan tanggapan sebagai rekam jejak nama-nama dimaksud sebelum dilakukan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan),” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu, akhir pekan lalu di Jakarta.
Menurut Setu, penjaringan dan seleksi calon anggota KPI dilakukan secara bertahap. Tahapan pertama adalah seleksi administrasi pada 5-25 November 2018. Dari 883 pendaftar, yang lolos 207 orang.
Tahap berikutnya seleksi penulisan makalah pada 7 Desember 2018. Dalam seleksi ini hadir 183 orang dari 207 peserta yang lolos seleksi administrasi. Pada proses seleksi penulisan makalah ini, pelamar yang lolos sebanyak 54 orang.
Setelah itu, peserta menjalani asesmen psikologis yang dilaksanakan oleh Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia pada 14-15 Januari 2019 dan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pada 16 Januari 2019 yang diikuti oleh 49 peserta dan seleksi wawancara dengan pansel yang diikuti oleh 48 orang.
“Pansel selalu mengumumkan hasil keempat tahapan di atas melalui laman kominfo.go.id, laman seleksi.kominfo.go.id, dan surat elektronik ke masing-masing peserta yang lolos,” ucapnya.
Tak diumumkan
Setelah terjaring 48 nama, pansel melakukan penelusuran rekam jejak yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, para pemangku kepentingan bidang penyiaran dan masyarakat serta penelusuran jejak media sosial. Pada proses inilah pansel tidak memaparkan hasil penjaringan meski kemudian mereka menetapkan 27 nama sesuai proses-proses yang telah dilalui dengan memperhatikan representasi jender serta tujuh nama petahana anggota KPI 2016-2019.
Lima bulan setelah itu, Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengumumkan kepada publik 34 nama-nama calon yang lolos ke tahap uji kelayakan dan kepatutan. Sebanyak 34 nama tersebut terdiri dari 27 pelamar baru dan 7 pelamar petahana.
Jika merujuk Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI Pasal 14 Ayat (2), calon yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan berjumlah tiga kali lipat atau minimal dua kali lipat dari jumlah anggota KPI Pusat yang akan ditetapkan, yaitu 9 orang. Karena itu, calon anggota KPI yang diusulkan semestinya berjumlah 27 orang atau minimal 18 orang.
Calon anggota KPI yang diusulkan semestinya berjumlah 27 orang atau minimal 18 orang.
Pengamat media sekaligus dosen Program Studi Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Masduki, berpendapat, pelaksanaan seluruh tahapan seleksi tidak secara konsisten mengacu prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Jika pada tahap seleksi administrasi, makalah dan psikologi ada pengumuman terbuka, namun pada proses penelusuran rekam jejak (sebelum dikirim ke DPR), pansel justru tidak mengumumkan terlebih dahulu nama-nama yang dinyatakan lolos untuk didengar pendapat publik. “Ini tidak lazim, karena seleksi lembaga negara lain justru terbuka di semua proses,” ucapnya.
Terhadap calon petahana, menurut Masduki, pansel tampak melakukan pengistimewaan dengan memberikan tiket lolos hingga tahap uji kelayakan dan kepatutan di parlemen. Artinya, pansel tidak mengacu sepenuhnya kepada proses seleksi yang sudah dilakukan pada semua tahapan.
Seharusnya justru terhadap calon petahana dilakukan seleksi lebih ketat dengan memperhatikan kinerja selama menjabat. Terhadap calon petahana, pansel seharusnya juga membuat audit kinerja dengan melibatkan publik. Belajar dari tradisi pemilihan pimpinan KPK, tidak ada keharusan untuk memilih satu atau beberapa orang petahana untuk menjabat pada periode berikutnya.
“Berdasarkan catatan ini dan mengingat mepetnya waktu seleksi karena masa jabatan KPI periode ini akan selesai bulan Juli, maka kini bola ada di Komisi I DPR sebagai pemberi mandat pansel. Sebelum melakukan uji kelayakan dan kepatutan, Komisi I DPR harus segera memanggil pansel dan meminta keterangan terbuka soal simpang siur hasil seleksi KPI,” kata Masduki.
Apabila ditemukan indikasi kuat bahwa pengambilan keputusan penjaringan calon anggota KPI tidak akurat, maka Komisi I DPR harus meminta pansel untuk melakukan evaluasi ulang. Mengikuti ketentuan pada pasal 10 ayat 2 UU Penyiaran Nomor 32/2002, Komisi I DPR bertanggungjawab penuh atas nasib pansel dan hasilnya kepada masyarakat. Sebab, kekeliruan hasil akan berimbas pada lemahnya kinerja KPI di masa depan.
Apabila ditemukan indikasi kuat bahwa pengambilan keputusan penjaringan calon anggota KPI tidak akurat, maka Komisi I DPR harus meminta pansel untuk melakukan evaluasi ulang.
Mahasiswa program doktoral Institute for Communications and Media Research, The University of Munich tersebut juga mengkritik posisi ketua pansel yang ditempati pejabat tinggi Kominfo juga tidak terlalu tepat, sebab berpotensi melakukan intervensi kepentingan pemerintah. Padahal, KPI adalah lembaga regulator yang secara normatif hadir untuk mewakili publik. Sementara itu, Kominfo yang notabene merupakan regulator pemerintah adalah mitra KPI, bukan atasan KPI.
Secara terpisah, keputusan pansel meloloskan 34 nama calon untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan juga dipertanyakan anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran Nina Mutmainnah. Menurutnya, pansel wajib menjelaskan hal ini. Karena orang-orang tersebut akan mengurusi masalah-masalah masyarakat, maka publik berhak tahu bagaimana proses pemilihan mereka.