Petenis Putri Indonesia Perlu Memperbaiki Kecepatan
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dalam dua seri turnamen tenis putri internasional yang berlangsung di Jakarta selama dua pekan berturut-turut, belum ada satu pun petenis pelatnas Indonesia yang menjadi juara. Petenis putri Indonesia masih kalah dalam hal kecepatan dan daya tahan tubuh dalam menghadapi persaingan ketat di turnamen tenis yang berlangsung cukup panjang.
Dalam turnamen tenis Pelti Indonesia W15 Jakarta, petenis Belanda asal Indonesia, Arianne Hartono, melengkapi gelar ganda putri dengan menjadi juara di nomor tunggal. Bermain dalam laga final di lapangan tenis Elite Club Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (30/6/2019), Arianne mengalahkan petenis Indonesia non-pelatnas, Rifanty Kahfiani 6-2, 6-3.
Sehari sebelumnya, Arianne juga menjadi juara di nomor ganda berpasangan dengan Nadia Ravita (Indonesia). Final nomor tunggal ini adalah yang kedua bagi Arianne di Jakarta dalam dua pekan berturut-turut. Pada turnamen W25 Jakarta, pekan lalu, Arianne kalah dari Risa Ozaki (Jepang), 4-6, 1-6.
Pelatih kepala tim tenis putri Indonesia Deddy Tedja Mukti mengakui, masih banyak kekurangan dari permainan tim “Merah Putih”. Aldila Sutjiadi, misalnya, masih kurang kecepatan dan daya tahan tubuh. Aldila menyerah dari Arianne pada semifinal, 5-7, 4-6.
“Aldila bermain bagus di set pertama. Memasuki set kedua, pukulan servisnya sudah tidak kuat. Begitu pukulan servis dikembalikan lawan, langsung mati. Kecepatannya masih kalah. Selain itu, daya tahan harus lebih ditingkatkan lagi,” ujar Deddy seusai pertandingan.
Dia menilai, petenis nasional Indonesia lainnya, seperti Beatrice Gumulya dan Jessy Rompies, mempunyai persoalan yang tidak jauh berbeda. “Dalam match poin, (permainan) mereka turun,” jelasnya.
Selanjutnya, menurut Deddy, para petenis Indonesia harus terus membangun daya tahan, melatih skill, dan meningkatkan mental, dalam turnamen tenis yang mereka ikuti. Dia juga menilai, penampilan gemilang Rifanty membuka peluang agar petenis berusia 21 tahun itu bergabung dengan pelatnas.
“Saya setuju dia bergabung dengan pelatnas. Permainannya sudah banyak meningkat. Saya juga tahu kepribadiannya bagus. Dengan bergabung ke pelatnas, Rifanty bisa memberi inspirasi bagi petenis-petenis putri Indonesia lainnya,” ujar Deddy.
Arianne mengatakan, dirinya sangat gembira bisa menjadi juara di hadapan publik Indonesia. “Kalau ke Indonesia, saya tidak hanya untuk bermain tenis. Tetapi, rasanya juga seperti berlibur karena waktu kecil saya sering pulang ke Indonesia. Saya senang bisa menjadi juara di hadapan keluarga yang menonton pertandingan ini,” ujar petenis berusia 23 tahun itu.
Petenis dengan peringkat WTA ke-661 itu meraih kemenangan yang cukup mudah. Jika pada laga semifinal Arianne banyak bermain di baseline, di final tampil lebih agresif daan maju ke depan net untuk mengimbangi pukulan Rifanty yang lambat dan pelan. Hasilnya, bola yang dipukul oleh Arianne tak mampu dikembalikan Rifanty.
Arianne mengatakan, dirinya memang lebih suka bertanding dengan pukulan-pukulan bawah. Namun, permainan Rifanty telah mengubah kebiasaannya. “Rifanty adalah pemain yang punya banyak potensi. Saya yakin, selanjutnya dia akan berkembang lebih baik,” tutur petenis yang akan menjalani laga ITF W25 di Den Haag, Belanda, 1-7 Juli 2019.
Sementara itu, Rifanty merasa mendapatkan banyak pelajaran berharga dari permainan Arianne. “Saya harus kerja lebih keras untuk mencapai level pertandingan yang lebih baik,” kata petenis yang saat ini tinggal di Amerika Serikat itu.