Birokrasi itu bukan tampungan bagi para pencari kerja atau tenaga honorer.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah sedang memperbaiki sistem seleksi calon pegawai negeri sipil atau CPNS. Perbaikan sistem itu mempertimbangkan dua hal, yakni kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas dan kesempatan bagi anak negeri untuk mengabdi sebagai aparatur sipil negara.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Syafruddin, Senin (1/7/2019), di Jakarta, mengatakan, Oktober mendatang, pemerintah akan membuka seleksi CPNS dengan kuota lebih kurang 100.000 orang. Perbaikan sistem seleksi yang mempertimbangkan kedua hal itu diharapkan akan mengurangi peserta yang gagal.
”Sistem itu juga tidak mengabaikan kepentingan masyarakat, terutama generasi penerus, untuk mengabdi aparatur sipil negara (ASN). Untuk itulah, pemerintah perlu untuk menyeimbangkan sistemnya,” katanya.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan dan RB Mudzakir menambahkan, perbaikan sistem itu sedang diterjemahkan dalam peraturan menteri. ”Saat ini peraturan itu masih dalam proses. Tunggu saja,” katanya.
Dalam catatan Litbang Kompas yang diolah dari Badan Kepegawaian Negara serta Kemenpan dan RB, kebutuhan ASN pada 2019 mencapai 254.173 orang. Rinciannya, dari jalur CPNS 85.537 orang dan dari jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebanyak 168.636 orang.
Kompas mencatat, salah satu hal yang disorot dalam seleksi CPNS tahun lalu adalah diterbitkannya Peraturan Menpan dan RB Nomor 61 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi dalam Seleksi CPNS Tahun 2018. Regulasi itu mengabaikan ambang batas kelulusan dan menerapkan sistem ranking.
Dengan diberlakukannya aturan ini, sebagian peserta yang gagal di seleksi kemampuan dasar (SKD) masih berkesempatan melanjutkan tes selanjutnya. Adapun urutan seleksi CPNS, yakni seleksi administrasi, SKD, dan seleksi kompetensi bidang (SKB).
Sejumlah pakar menilai, aturan ini mengorbankan aspek kualitas dalam menyeleksi abdi negara.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, pemerintah perlu menyamakan visi membangun birokrasi. Jika yang diinginkan birokrasi berkelas dunia, orang-orang yang mengisinya pun dipastikan harus berkualitas.
”Birokrasi itu bukan tampungan bagi para pencari kerja atau tenaga honorer. Isinya harus berkelas. Tidak peduli seberapa besar tekanan. Kalau pemerintah kekeh membangun manajemen layanan publik kelas dunia, kualitas inputnya benar-benar harus berkompetensi tinggi,” katanya.
Birokrasi itu bukan tampungan bagi para pencari kerja atau tenaga honorer.
Oleh sebab itu, Robert menyarankan pemerintah kembali menerapkan ambang batas. Pendekatan ranking, menurut dia, berangkat dari pemenuhan kebutuhan, bukan dari standar yang dibutuhkan untuk mengisi pos di birokrasi tersebut.
Selain itu, perbaikan sistem seleksi CPNS harus menitikberatkan pada tes wawasan kebangsaan dan tes kepribadiaan. Dua tes ini merupakan subbidang dari SKD.
”Sebab, ASN ini pemersatu, perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kalau sudah terpapar paham radikal, pelayanan birokrasi tidak akan maksimal,” kata Robert.