Pemerintah Kota Banda Aceh membuat aplikasi pengaduan daring bagi warganya. Lewat aplikasi itu, pengguna bisa terlibat dalam pembangunan kota, termasuk melaporkan sejumlah masalah kota agar segera direspons oleh pemerintah. Melalui Suwarga, warga punya tempat untuk bersuara.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
Dalam perjalanan ke kantor, Furqan (20), warga Kota Banda Aceh, Aceh, melihat tumpukan sampah di tepi jalan protokol. Ia potret lalu kirim ke dalam aplikasi pengaduan warga, Suwarga, di gawainya.
Jeda beberapa saat, pengaduan diterima Andri Darnius, administrator Suwarga, di salah satu ruang Kantor Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Banda Aceh. Andri memverifikasi aduan itu dengan memastikan lokasi dan materi aduan sesuai aturan. Aduan diteruskan ke Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Keindahan Kota.
Selang dua menit, Andri menerima konfirmasi dari administrator Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Keindahan bahwa aduan segera ditangani. Tiga jam berlalu, Andri kembali menerima pesan bahwa aduan telah ditindaklanjuti, dilengkapi foto petugas sedang mengangkat sampah di lokasi yang difoto Furqan.
Andri meneruskan laporan berisi respons itu ke akun milik Furqan. ”Kalau dilaporkan biasanya cepat ditangani,” kata Furqan, akhir Juni 2019.
Seiring keberadaan aplikasi aduan daring Suwarga, Furqan kian mudah melaporkan persoalan kota ke pemerintah. Masalah parkir, sampah, jalan berlubang, dan pelayanan air bersih merupakan masalah yang paling sering ia laporkan.
Sejumlah warga juga mengapresiasi fungsi aplikasi aduan daring yang dibuat Pemkot Banda Aceh itu. Husna, warga Banda Aceh, mengatakan, aplikasi memudahkan warga menyampaikan aspirasi. ”Namun, harus dipastikan semua direspons dan ditindaklanjuti. Jika begitu, warga akan tertarik menggunakan,” katanya.
Bisa diunduh lewat Android sejak April 2018, mayoritas suara warga terkait persampahan dan layanan air bersih. Namun, pengunduhnya masih di bawah 200 orang.
Di tengah perkembangan teknologi, warga semakin kritis pada persoalan kota.
Sosialisasi memang masih lemah sehingga masih banyak warga yang tidak tahu ada aplikasi aduan daring. Padahal, kata Husna, keberadaan aplikasi itu penting bagi warga. ”Ketika warga mau melaporkan masalah di sekitarnya, artinya warga peduli,” ujarnya.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Banda Aceh Bustami menuturkan, saat ini baru 10 dari 36 satuan kerja perangkat daerah atau dinas terintegrasi Suwarga: Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemadam Kebakaran, Satpol PP, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebersihan, serta Dinas Pemuda dan Olahraga. ”Ke depan, semua dinas dan lembaga akan terintegrasi,” ujarnya.
Dari 10 dinas, ada 43 kategori/permasalahan yang bisa diadukan lewat Suwarga, di antaranya perparkiran, persampahan, layanan air bersih, siswa bolos, gelandangan dan pengemis, serta kebencanaan.
Sampah plastik bertebaran di Pantai Alue Naga, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (23/4/2019). Sampah plastik itu dibuang pengunjung, akibatnya keindahan dan kelestarian laut rusak.
Belum gencar
Bustami mengatakan, penggunaan Suwarga belum masif karena sosialisasi belum gencar. Saat ini baru 127 akun mendaftar. Jumlah aduan juga minim, sehari paling satu. ”Kami sosialisasi pada hari bebas kendaraan, mencetak spanduk, iklan media masa, dan media sosial. Perlu anggaran khusus untuk sosialisasi agar lebih masif,” katanya.
Suwarga dimulai 2014, awalnya versi laman situs. Dianggap kurang efektif karena sukar diakses lalu dibuat dalam bentuk aplikasi versi Android. April 2018, aplikasi Suwarga diluncurkan oleh Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman.
Saat itu, Aminullah mengatakan, Suwarga bentuk pemanfaatan teknologi dan mendorong warga terlibat pembangunan kota. Suwarga juga salah satu program mewujudkan kota cerdas. ”Laporan yang masuk Suwarga akan ditindaklanjuti petugas,” ucapnya.
Sebagai ibu kota provinsi, Banda Aceh memelopori pembangunan kota cerdas. Sebelumnya, diterapkan kinerja berbasis elektronik di lingkungan pegawai, perencanaan, dan penganggaran elektronik.
Bustami menuturkan, di tengah perkembangan teknologi, warga semakin kritis pada persoalan kota. Oleh karena itulah, Suwarga dibangun. Suwarga dibangun oleh tenaga teknologi informatika Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Banda Aceh. Bisa dikatakan biayanya nol rupiah. ”Kami punya tenaga ahli teknologi yang mumpuni. Kalau pemerintah daerah lain mau mengadopsi konsep ini, kami siap berbagi ilmu,” katanya.
Teknologi lagi-lagi berdampak baik, memungkinkan warga terlibat dalam pembangunan kotanya. Ruang hidupnya.