Pembalakan Liar di Rimbang Baling Melibatkan Warga Lokal
Pembalakan liar di hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Kabupaten Kampar, Riau, terus berulang. Pekerjaan ilegal itu diduga melibatkan ratusan warga yang sudah bermukim lama di dalam kawasan hutan.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
BANGKINANG, KOMPAS — Pembalakan liar di hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Kabupaten Kampar, Riau, terus berulang. Pekerjaan ilegal itu diduga melibatkan ratusan warga yang sudah bermukim lama di dalam kawasan hutan, bahkan sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa.
Modus pengangkutan kayu ilegal dari hutan ialah dengan cara dihanyutkan lewat sungai, kemudian dilanjutkan truk. Ratusan tual atau potongan kayu bulat sepanjang 4 meter dihanyutkan melalui aliran Sungai Subayang, lalu diangkut truk dari pelabuhan rakyat Desa Gema, ibu kota Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar, sekitar 110 kilometer dari Kota Pekanbaru.
Pada Minggu (30/6/2019) sore, delapan truk mengangkut kayu di Pelabuhan Gema. Sementara di aliran Sungai Subayang, beberapa orang terlihat menggiring dan berupaya membebaskan kayu yang tersangkut di air sungai yang mulai dangkal memasuki musim kemarau.
Operasi dan penangkapan truk kayu oleh polisi beberapa bulan lalu tidak membuat jera.
Menurut Darmadi (36), salah seorang warga Kampar Kiri Hulu, aktivitas ilegal itu berlangsung sejak awal bulan puasa lalu dan berhenti beberapa hari menjelang Lebaran. Namun, aktivitas itu kembali ramai terlihat sepekan setelah Lebaran.
”Operasi dan penangkapan truk kayu oleh polisi beberapa bulan lalu tidak membuat jera. Sampai sekarang, penebangan dan pengangkutan kayu masih berlangsung secara terbuka. Siapa pun bisa melihat,” kata Darmadi, Senin (1/7/2019).
Pada pertengahan Maret 2019, Kompas menyusuri Sungai Subayang untuk melihat langsung pembalakan liar dari SM Bukit Rimbang Baling. Dari pengamatan lapangan, ternyata proses transportasi kayu memang berlangsung secara terang-terangan di aliran Sungai Subayang. Kayu kemudian dikumpulkan di dermaga rakyat di Desa Gema dan diangkut menggunakan truk.
Sepekan setelah laporan tersebut dimuat di harian Kompas, Kepolisian Daerah Riau menggelar operasi. Namun, operasi itu bocor dan gagal total karena tidak ada sepotong kayu pun terlihat di pelabuhan Desa Gema. Namun, tidak sampai sebulan setelah operasi yang gagal itu, pembalakan liar berjalan kembali seperti biasa.
Proses transportasi kayu memang berlangsung secara terang-terangan di aliran Sungai Subayang. Kayu kemudian dikumpulkan di dermaga rakyat di Desa Gema dan diangkut menggunakan truk.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Gidion Arif Setiawan, Senin, mengatakan, pihaknya tidak tinggal diam dalam kasus pembalakan liar tersebut. Pada Senin (24/6/2019) tengah malam, tim Polda Riau berhasil menangkap tiga truk bermuatan kayu alam yang berasal dari SM Bukit Rimbang Baling di Desa Penghidupan lintas Pekanbaru-Kuantang Singingi. Semua truk penuh bermuatan kayu ditutupi terpal warna biru.
”Sebenarnya ada enam truk yang melintas, tetapi hanya tiga yang berhasil dihentikan. Dari tiga truk itu, dua sopir dan seorang kernet ditangkap. Seorang lagi berhasil melarikan diri,” ujar Gidion.
Setelah penangkapan, menurut Gidion, truk kayu diamankan di sebuah rumah makan di Desa Penghidupan, sekitar 30 kilometer dari lokasi penangkapan. Namun, pada Selasa (25/6/2019) pagi, beberapa orang mendatangi lokasi itu meminta truk segera dibebaskan. Tidak berapa lama kemudian, warga yang datang semakin banyak.
Untungnya, polisi dapat menahan kemarahan massa setelah mendapat bantuan dari satu kompi Brimob Polda Riau. Namun, sejumlah orang sempat merusak kunci sebuah truk sehingga mesinnya tidak bisa dihidupkan. Dengan pengawalan ketat, barang bukti kayu akhirnya dibawa ke Bangkinang, ibu kota Kabupaten Kampar.
”Dua sopir, masing-masing Syam dan Us, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kami masih menahannya untuk proses pengembangan kasus,” katanya.
Kepala Bidang II Balai Besar Konservasi Alam Riau Andri Hansen Siregar mengungkapkan, pembalakan liar dan tata niaga kayu ilegal dari SM Bukit Rimbang Baling merupakan persoalan kompleks. Pekerjaan ilegal itu melibatkan ratusan warga yang sudah bermukim di desa-desa di kawasan hutan sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai suaka margasatwa.
”Saya belum dapat memberikan penjelasan terkait rencana penindakan pembalakan liar di SM Rimbang Baling. Hari ini, saya berada di Desa Gema untuk membicarakan rencana pembuatan jalur wisata yang membelah SM Bukit Rimbang Baling bersama warga desa-desa di sana. Kami mendukung langkah agar SM Rimbang Baling dibuka untuk kawasan wisata yang melibatkan warga. Kami berharap kegiatan wisata dapat mengurangi pembalakan liar,” kata Andri.
Berdasarkan catatan Kompas, penebangan liar di SM Bukit Rimbang Baling sebenarnya berlangsung sepanjang tahun. Namun, proses transportasi kayu hanya dapat berlangsung pada musim hujan, Oktober sampai Juli, atau saat air Sungai Subayang dalam kondisi tinggi. Pada musim kemarau, alur Sungai Subayang mengecil dan dangkal sehingga tidak mungkin dilewati kayu.