Sektor properti berpotensi berkembang di Kertajati seiring hidupnya kembali aktivitas penerbangan di Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati di Kabupaten Majalengka. Bahkan, apartemen segera dibangun di sekitar bandara. Namun, ketersediaan infrastruktur serta peraturan harga tanah masih menjadi pertimbangan bisnis hunian masuk ke kawasan tersebut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Sektor properti berpotensi berkembang di Kertajati seiring hidupnya kembali aktivitas penerbangan di Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati di Kabupaten Majalengka. Bahkan, apartemen segera dibangun di sekitar bandara. Namun, ketersediaan infrastruktur serta peraturan harga tanah masih menjadi pertimbangan bisnis hunian masuk ke kawasan tersebut.
“Rencananya, September ini, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan apartemen di sekitar bandara,” ujar Direktur PT BIJB Aerocity Development (BIJB AD) Alfiansyah kepada Kompas, Selasa (2/7/2019), di Bandung, Jabar. PT BIJB AD merupakan anak perusahaan PT BIJB, badan usaha milik daerah Pemprov Jabar yang mengelola Kertajati.
Apartemen 15 lantai berisi 1.680 unit itu dibangun PT PP Properti Tbk dan PT BIJB AD. Lokasinya di Desa Palasah, Kecamatan Kertajati, sekitar empat kilometer dari bandara. Saat ini, dari kebutuhan lahan 300 hektar, menurut Alfiansyah, sekitar 70 persen lahan sudah dibebaskan.
Apartemen itu merupakan bagian dari kluster Business Park 1 seluas 414,3 ha dalam kawasan aerocity yang luasnya mencapai 3.480 ha. Kawasan itu terbagi dalam kluster bisnis, logistik hub, tempat tinggal eksklusif, energi, kedirgantaraan (aerospace), dan pusat teknologi. Kawasan ini nantinya bakal terhubung dengan Bandara Kertajati, Pelabuhan Patimban di Subang dan Cirebon Raya.
Untuk membangun aerocity, PT BIJB AD bermitra dengan swasta. “Kami sudah menandatangani nota kesepahaman dengan beberapa mitra. Untuk kluster logistik, misalnya dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Aerospace dengan perusahaan asal Spanyol,” lanjutnya.
Bahkan, menurut dia, sejumlah investor dalam dan luar negeri masih menjajaki peluang kerja sama untuk membangun aerocity. “Perusahaan asal Dubai, Uni Emirat Arab, juga tertarik mengelola kluster logistik,” ujarnya.
Menurut dia, investor mulai melirik aerocity seiring aktifnya kembali penerbangan di Bandara Kertajati. Mulai 1 Juli, seusai izin Kementerian Perhubungan, terdapat 48 frekuensi penerbangan, baik yang mendarat maupun lepas landas dari pukul 06.00 – 21.00. Rute penerbangannya menuju 12 kota, seperti Denpasar, Lombok, dan Makassar.
Rute tersebut merupakan rute pindahan dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung. Penataan rute dilakukan untuk menghidupkan kembali aktivitas penerbangan di Kertajati yang sempat sepi. Diprediksi, sekitar 2 juta penumpang bakal memadati Kertajati setiap tahun.
“Karena itu, target kami, tahun 2020, pembebasan lahan aerocity rampung sehingga pembangunan kawasan itu dapat dilakukan segera,” ujarnya.
Direktur PT BIJB M Singgih menilai, properti seperti apartemen dan hotel menjadi kebutuhan mendesak bagi penumpang maupun pelaku usaha di bandara. Saat ini, hotel bintang tiga terdekat berjarak sekitar 30 kilometer dari bandara. Hotel lainnya terdapat di Cirebon, 64 km dari bandara. Di sekitar bandara, marak tempat indekos dan rumah kontrakan milik warga yang ditawarkan sebagai tempat tinggal.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Jabar Joko Suranto menilai, meskipun berpotensi untuk properti, pelaku usaha masih mempertimbangkan masuk ke Kertajati. “Infrastruktur yang terkoneksi ke bandara perlu dipastikan. Selain itu, harga tanah juga perlu diatur. Para pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang tepat agar investor merasa aman,” ujarnya.
Saat ini, belum ada akses dari aerocity ke bandara. Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu yang memangkas waktu tempuh Bandung ke Kertajati juga ditargetkan rampung 2020.
Infrastruktur yang terkoneksi ke bandara perlu dipastikan. Selain itu, harga tanah juga perlu diatur. Para pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang tepat agar investor merasa aman
Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jabar Dudi Dermawan menuturkan, kebutuhan properti diprediksi akan meningkat di kawasan Kertajati. Apalagi, Majalengka menjadi salah satu tujuan dari relokasi beberapa industri dari Karawang seperti sepatu dan tekstil.
Berdasarkan data BI Jabar, dari 21 perusahaan yang akan melakukan relokasi, sebanyak 48 persen berasal dari garmen dan tekstil, lalu menyusul tekstil sebesar 14 persen. Relokasi terbanyak berasal dari Karawang yang memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar Rp 4,23 juta.
“Karyawan-karyawan tersebut membutuhkan rumah. Otomatis permintaan meningkat. Majalengka akan diburu investor, terutama karena upah yang masih rendah,” ujarnya.