Kompleks Olahraga Jakabaring, Dulu Perkasa Kini Merana
Kompleks Olahraga Jakabaring (Jakabaring Sport City/JSC), Palembang, kini seakan telantar. Sejumlah arena tidak berfungsi dengan baik karena kurangnya dana perawatan. Bahkan, JSC menanggung utang hingga Rp 3 miliar untuk kelistrikan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Kompleks Olahraga Jakabaring (Jakabaring Sport City/JSC), Palembang, Sumatera Selatan, kini seakan telantar. Sejumlah arena tidak berfungsi dengan baik karena kurangnya dana perawatan. Bahkan, saat ini, kompleks olahraga berskala internasional itu menanggung utang hingga Rp 3 miliar untuk biaya operasional, terutama kelistrikan. Kondisi ini bertolak belakang saat JSC tampil perkasa kala menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
Pelatih Kepala Loncat Indah Sumatera Selatan Meirizal Usra menatap tajam ke arah anak didiknya yang melakukan pemanasan di ruang pemanasan Aquatic Stadium di Kompleks Olahraga Jakabaring, Senin (1/7/2019). Beberapa atlet melakukan lompatan menggunakan trampolin. Di sudut lain terlihat sejumlah anak yang melakukan lompatan di atas matras.
Suasana ruangan itu pengap karena terbatasnya ventilasi. Penerangan pun minim, hanya satu lampu sorot yang menjadi satu-satunya sumber cahaya. Tak jauh dari sana terdengar suara genset yang sedang beroperasi.
Genset itulah yang menjadi sumber energi utama menyokong latihan di hari itu. Ya, seluruh stadium diputus aliran listriknya selama satu bulan terakhir. ”Genset ini adalah milik salah satu pelatih,” kata Meirizal.
Tidak hanya sampai di sana, para pelatih juga patungan untuk membayar tukang menutup atap ruang pemanasan agar tidak diguyur hujan. ”Kalau hujan, ruang ini akan banjir,” katanya.
Genset ini adalah milik salah satu pelatih.
Kondisi Aquatic Stadium tampak porak-poranda saat diterjang angin kencang Oktober 2018 lalu. Atap stadium beterbangan. Kerugian yang ditanggung saat itu mencapai Rp 20 miliar.
Walau pengap, olahragawan muda itu tetap bersemangat berlatih. Sekitar 30 menit melakukan pemanasan, semua peloncat indah langsung beralih ke kolam renang di depan ruang pemanasan.
Air di kolam itu tidak jernih, tetapi hijau pekat berbau amis akibat lumut. Hal ini karena tidak ada perawatan kolam sejak selama satu bulan terakhir dan sirkulasi air pun tidak optimal lantaran tidak ada aliran listrik.
Air berlumut
Air berlumut itu menjadi satu-satunya air yang digunakan untuk melakukan sejumlah kegiatan, seperti mandi, cuci, dan kakus di sepanjang latihan hingga air untuk berwudu. ”Kami terpaksa menggunakan air ini karena tidak ada air lagi,” ucap Meirizal.
Tanpa ragu, atlet muda itu mengambil posisi di ujung papan, menyiapkan ancang-ancang dan melompat. Byurr... satu per satu atlet mencemplungkan diri ke kolam berair hijau tersebut didahului lompatan yang indah.
Hal ini dilakukan secara berulang-ulang dengan diperhatikan oleh lima pelatih yang mengawasi dari pinggir kolam. Tidak ada rasa jijik sama sekali dari para atlet muda ini. Semua dilakukan secara normal. ”Beruntung saya memiliki anak didik yang pantang menyerah,” ujar Meirizal.
Melihat semangat dari para anak didiknya ini, para pelatih pun tak kalah semangat. Dengan modal sendiri, mereka menyiapkan sarana dan prasarana untuk latihan. Ia menambahkan, atlet harus tetap latihan karena dalam waktu dekat mereka akan mengikuti Pra-Pekan Olahraga Nasional di Jakarta. ”Kalau tidak Agustus, bulan November tahun ini,” kata pelatih yang juga merangkap sebagai pengajar di Universitas Sriwijaya ini.
Amanah Giovanna Cavenati (13), salah satu atlet Pra-PON, tampak serius mengikuti latihan. Atlet berdarah Italia-Indonesia ini tanpa ragu mencemplungkan diri ke dalam air berlumut. ”Awalnya jijik, tapi harus bagaimana lagi,” kata Amanah. Dia adalah salah satu atlet yang akan mengikuti Pra-PON di Jakarta bersama 11 pemain lainnya.
Akibat dari keruhnya air, Amanah sempat mengalami cedera di kakinya lantaran terantuk dasar kolam yang berkedalaman 5 meter tersebut. ”Ketika di dalam air, saya tidak bisa melihat apa-apa,” ungkapnya. Selain itu, beberapa kali dirinya juga mengalami gatal-gatal.
Ketika di dalam air, saya tidak bisa melihat apa-apa.
Namun, pelatih menyarankan menggunakan sabun dan bedak khusus agar gatal-gatal itu hilang. Beberapa temannya pun diare karena tidak sengaja meminum air kolam tersebut.
Putusnya aliran listrik tidak hanya terjadi di arena Aquatic Stadium, tetapi juga di Gelora Sriwijaya, Stadion Atletik, Wisma Atlet, dan kawasan perkantoran. Tunggakan listrik selama enam bulan yang harus ditanggung pihak pengelola, yakni PT Jakabaring Sport City (JSC), lebih dari Rp 3 miliar.
Manajer Humas PT PLN Sumsel, Jambi, dan Bengkulu Bakri menyebutkan, pemutusan terpaksa dilakukan karena sejak Januari 2019, PT JSC sudah menunggak tagihan listrik. ”Kami sudah memberikan surat peringatan, namun belum ada pelunasan. Terpaksa aliran listrik diputus dan dihapus sebagai pelanggan PLN,” katanya.
Bakri menambahkan, aliran listrik di kawasan itu pun baru bisa dinyalakan kembali setelah tagihan dilunasi dan dilakukan pemasangan baru.
Kondisi ironis ini bertolak belakang dengan kondisi JSC jelang Asian Games 2018. Saat itu, lampu penerangan memancar di setiap sudut ruangan 14 arena yang menjadi tempat pertandingan. Pesta kembang api menghiasi langit saat upacara pembukaan dan penutupan Asian Games.
Sekitar 3.200 atlet dan ofisial dari 38 negara peserta tampak antusias mengikuti beragam pertandingan yang digelar di JSC. Saat itu, JSC menjadi perhatian dunia.
JSC mengubah stigma kawasan hulu Palembang yang sekitar 20 tahun lalu kawasan Jakabaring, Palembang, hanya area rawa yang menakutkan untuk dilewati. Kawasan ini kerap disebut ”tempat jin buang anak”.
Namun, ribuan orang dari dalam dan luar negeri sempat ke Jakabaring untuk menyaksikan Asian Games, pesta olahraga terbesar di Asia.
JSC yang pernah perkasa menjadi tempat sejumlah kegiatan olahraga, mulai dari Pekan Olahraga Nasional 2004, SEA Games 2011, Islamic Solidarity Games 2013, hingga Asian Games 2018, kini nasibnya merana.
Direktur Marketing PT JSC Bambang Supriyanto mengatakan, perawatan arena tidak optimal karena pendapatan belum sebanding dengan pengeluaran. ”Dana perawatan yang dibutuhkan sekitar Rp 2 miliar per bulan, namun pendapatan belum mencapai angka itu,” ujarnya.
Mendongkrak pendapatan
Untuk itu, ujar Bambang, saat ini pihaknya sedang menjalin kerja sama dengan PT Anajico untuk mengelola JSC agar mendongkrak pendapatan hingga 400 persen tahun depan. Caranya dengan membangun sejumlah fasilitas hiburan untuk meningkatkan kunjungan.
Dana perawatan yang dibutuhkan sekitar Rp 2 miliar per bulan, namun pendapatan belum mencapai angka itu.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru berharap PT JSC sebagai pengelola mampu berinovasi agar mendapatkan keuntungan sehingga dapat membiayai dana untuk perawatan JSC. Herman enggan memberikan bantuan dana karena JSC sudah memiliki badan usaha sendiri. Bantuan dari pemerintah sudah dihentikan sejak Januari 2019. ”Kalau bisa JSC bisa mendatangkan pendapatan untuk Sumsel,” katanya.
JSC bukan hanya kompleks olahraga semata. Tempat ini menjadi tonggak kemajuan Kota Palembang, terutama di kawasan hulu, yang sebelumnya masih didominasi rawa-rawa. Perlu komitmen semua pihak untuk menjaga JSC tetap perkasa seperti sediakala.