Program tol laut agenda prioritas Presiden Joko Widodo di kawasan timur Indonesia, termasuk Maluku, masih bermasalah. Kapal tol laut dari Surabaya, Jawa Timur, yang mengangkut barang ke wilayah selatan Maluku terlambat hingga lebih dari tiga bulan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kendati kerap dievaluasi, program tol laut agenda prioritas Presiden Joko Widodo di kawasan timur Indonesia, termasuk Maluku, masih bermasalah. Kapal tol laut dari Surabaya, Jawa Timur, yang mengangkut barang ke wilayah selatan Maluku terlambat hingga lebih dari tiga bulan.
Oyang Agustin, pengguna jasa tol laut di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, saat dihubungi mengatakan, barang miliknya sudah dimuat dalam kapal sejak Maret. Namun, hingga Selasa (2/7/2019), kapal belum juga tiba di Kisar. Kisar merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan negara Timor Leste. ”Beras di sini hampir habis,” ujarnya.
Barang dimaksud berupa lima peti kemas berukuran 20 kaki dengan bobot maksimal satu peti kemas seberat 18 ton. Barang muatannya kebanyakan bahan pokok serta material penting lain, seperti seng, besi, dan semen. Biaya pengiriman satu peti kemas menggunakan kapal bersubsidi itu sebesar Rp 11,8 juta.
Beras di Pulau Kisar hampir habis.
Akibat keterlambatan itu, lanjut Oyang, dia dan banyak pengguna jasa tol laut rugi besar. ”Selama kapal tidak jalan, perputaran uang terhambat. Banyak bahan pangan yang akan kedaluwarsa,” ujarnya. Padahal, untuk rute tersebut dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 13 hari.
Keluhan serupa disampaikan Viandro Tanaya, pengguna jasa tol laut di Pulau Larat, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Ia menuturkan, pengiriman barang dari Surabaya ditutup pada April. Namun, kapal baru berangkat pada 9 Mei dan baru tiba di Saumlaki, ibu kota kabupaten itu, pada 19 Mei.
Viandro mengalami kerugian hingga Rp 225 juta.
Lantaran rusak di Saumlaki, kapal baru tiba di Larat tanggal 21 Juni. Meski begitu, pembongkaran di Larat baru tuntas pada 1 Juli lantaran crane kapal rusak.
”Terlalu lama menunggu. Perputaran barang tidak jalan,” ujarnya. Modal yang digunakan untuk pengisian lima peti kemas itu sekitar Rp 1,2 miliar. Biaya pengiriman satu peti kemas Rp 11 juta.
Menurut hitungan Viandro, dengan berpatokan pada variabel rasio laba perdagangan bahan pokok sebesar 5 persen per bulan dan asumsi bunga kredit di bank sebesar 15 persen, dirinya merugi hingga Rp 225 juta.
Tol laut merupakan program yang bagus, tetapi kenyataan di lapangan berbeda. Bayangkan, berbulan-bulan barang tidak sampai di daerah tujuan.
Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tentang jaringan trayek tol laut yang diperoleh Kompas dari Dinas Perhubungan Maluku, rute selatan Maluku itu dilayani trayek H-2. Dari Surabaya, kapal terlebih dahulu singgah di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, kapal ke Saumlaki dan Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru.
Pelabuhan Kisar dan Larat merupakan lanjutan dari Saumlaki menggunakan kapal lain yang masih satu kesatuan dalam program tol laut. Satu kali putaran trayek H-2 itu membutuhkan waktu 19 hari. Dalam satu tahun ada 19 perjalanan. Dengan keterlambatan ini, frekuensi layanan tol laut ke wilayah yang semuanya berada di perbatasan itu otomatis berkurang.
Anos Yeremis, Ketua Komisi C DPRD Maluku, berharap pemerintah pusat mengevaluasi kembali pelaksanaan program tol laut di Maluku. Tol laut merupakan program prioritas nasional Presiden Joko Widodo untuk menekan disparitas harga barang di wilayah timur Indonesia, termasuk Maluku.
Program tol laut merupakan turunan dari Nawacita yang didengungkan Joko Widodo yang kembali menjadi presiden hingga 2024. ”Tol laut merupakan program yang bagus, tetapi kenyataan di lapangan berbeda. Bayangkan, berbulan-bulan barang tidak sampai di daerah tujuan,” kata Anos.
Menurut catatan Kompas, program tol laut berulang kali dievaluasi oleh pemerintah pusat. Masalah yang belum tuntas adalah harga barang yang diangkut kapal tol laut tidak disesuaikan. Akibatnya, harga di sejumlah daerah tetap tinggi. Pada Maret 2019, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memimpin rapat evaluasi tol laut di Saumlaki.