Pesan dari Dasar Lautan
Pencemaran laut di Kepulauan Seribu telah banyak mengganggu keseimbangan ekosistem. Beranjak dari kondisi tersebut, para nelayan ramai-ramai menyuarakan pelestarian lingkungan. Perahu-perahu nelayan bersolek, ‘menunggangi’ lomba perahu hias seraya menitipkan pesan kepada dunia.
Puluhan perahu berhiaskan boneka biota dan segenap isi laut dalam berjejer di dermaga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Sabtu (29/6/2019). Perahu-perahu itu teramat meriah dengan modifikasi warna dan hiasan ornamen di atap dan badan kapal.
Satu per satu perahu hias tampak mengitari dermaga. Para nelayan saat itu mengikuti Karnaval Seribu Kapal yang menjadi bagian dari Festival Lingkungan Kampung Berseri Astra, di Kepulauan Seribu. Ajang tersebut sukses mencuri perhatian warga sekitar dan wisatawan.
Dalam hitungan menit, dermaga yang tadinya hening saat siang hari mulai disesaki penonton. Angin bertiup semilir sore itu. Langit pun cerah dengan guratan tipis awan menjelang petang. Dermaga mendadak berubah menjadi tempat paling sempurna untuk menghabiskan liburan.
Teriakan riuh rendah dari penonton menggema ketika perahu bergantian memasuki perairan dermaga. Mekanisme lomba mengharuskan perahu mengantre di luar dermaga. Panitia akan memanggil satu per satu perahu sesuai nomor urut masing-masing. Total ada 20 perahu nelayan yang mencoba merenggut perhatian para dewan juri.
Perahu yang mengikuti lomba berukuran panjang maksimal 15 meter. Panitia menantang para nelayan di Kepulauan Seribu untuk menampilkan kreativitas mendesain perahu semenarik mungkin. Tema yang diusung kali ini tidak jauh-jauh dari soal lingkungan hidup.
Sebagian nelayan menerjemahkan tema besar itu dengan mendesain perahu bak dasar lautan. Terumbu karang dan biota-biota laut dalam disertakan dalam ornamen hiasan.
Dilihat dari kejauhan, perahu itu seperti mampu membawa kita menyusuri dasar laut. Hiasan yang ditampilkan cukup detil seperti rumput laut yang menjuntai di balik terumbu karang, serta gerombolan ikan yang berenang bebas mengikuti arus laut.
Selain berbicara soal biota laut, nelayan lainnya menyematkan diorama pantai dan keindahan wisata Kepulauan Seribu. Ia menyulap dek kapal menjadi sebuah pemandangan pantai lengkap dengan gubuk penginapan di sisinya.
Terkadang, nelayan juga harus mengenakan kostum agar suasana yang diciptakan di atas perahu bisa tampak hidup. Untuk perahu yang mengusung tema biota laut, misalnya, salah seorang nelayan mengenakan kostum penyelam laut dalam.
Menyisipkan pesan
Di samping menonjolkan ornamen dan hiasan dasar laut, perahu-perahu nelayan itu juga menyisipkan sejumlah pesan. Misalnya pada perahu bertemakan penyu sisik. Selain menampilkan boneka penyu raksasa di atas atap perahu, terselip pula ajakan untuk menjaga kelestarian laut bersama-sama. Pesan itu ditulis tepat di bawah badan boneka penyu.
Lalu, ada pula tulisan berbunyi “Jangan biarkan kami punah” dan “Sampah bukan warisan anak cucu kita”. Meski berbeda-beda dalam setiap cara penyampaiannya, tapi satu hal yang sama dari setiap perahu adalah imbauan agar manusia senantiasa menjaga kebersihan laut. Nelayan memposisikan biota-biota laut dalam itu sebagai makhluk pembawa pesan.
Penyu belimbing, penyu sisik, dan ikan marlin seolah-olah hendak berbicara kepada manusia. Di tangan manusialah kelestarian lingkungan hidup biota laut itu dipertaruhkan.
Penyu belimbing, penyu sisik, dan ikan marlin seolah-olah hendak berbicara kepada manusia. Di tangan manusialah kelestarian lingkungan hidup biota laut itu dipertaruhkan.
Pesan-pesan yang menggugah kesadaran publik untuk semakin peduli terhadap lingkungan semakin bergaung tatkala narator membacakan filosofi dari masing-masing desain perahu.
Salah seorang peserta lomba, Ibrahim (46), mengatakan, perlu waktu kurang lebih selama tiga hari untuk mendesain kapalnya. Ibrahim memilih tema ikan marlin biru untuk ditampilkan.
Pemilihan tema itu tidak sembarangan. Ibrahim ingin agar ikan marlin biru yang merupakan ikan penyendiri dan favorit para pemancing bisa dikenal oleh khalayak.
Menurut Ibrahim, saat ia remaja, populasi ikan marlin biru di perairan Kepulauan Seribu teramat banyak. Setiap kali pergi memancing, dek perahu nelayan selalu penuh dengan ikan hasil tangkapan, termasuk marlin biru.
Namun, pencemaran laut di Kepulauan Seribu menyebabkan populasi ikan marlin biru semakin berkurang. Hal itu karena ikan kecil yang menjadi mangsa ikan marlin biru banyak yang mati tercemar sampah. Karena makanannya musnah, populasi marlin biru juga kian sedikit.
Baca juga: Kepulauan Seribu Menuju Nol Sampah
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengungkapkan, dalam sehari ada 40 ton sampah di wilayah Kepulauan Seribu. Jika dirinci, sampah yang dihasilkan masyarakat Kepulauan Seribu mencapai 17,37 ton sampah. Sementara sampah yang dihasilkan wisatawan 1,6 ton sampah per hari.
Sampah kiriman menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kepulauan Seribu. Total ada sembilan sungai yang mengalirkan sampah ke Kepulauan Seribu. Sebanyak 7 sungai dari DKI Jakarta, 1 sungai dari Banten, dan 1 sungai dari Bekasi. Setiap sungai itu membawa sampah sebanyak 7 ton.
“Saya sangat berharap kita semua bisa menjaga kelestarian laut yang sekarang sudah tidak lagi saya rasakan,” kata Ibrahim.
Sampah kiriman menjadi penyumbang sampah terbanyak di Kepulauan Seribu. Total ada sembilan sungai yang mengalirkan sampah ke Kepulauan Seribu. Setiap sungai itu membawa sampah sebanyak 7 ton.
Ibrahim boleh jadi merasakan kerinduan mendalam terhadap laut yang dulunya bersih, kini menjadi tempat pembuangan sampah-sampah manusia.
Sarundajang dalam bukunya Poros Maritim dan Ekonomi Biru Masa Depan Indonesia menulis, bangsa Indonesia telah terlalu lama ‘memunggungi’ laut. Padahal, laut Indonesia sangat unik dan memiliki keanekaragaman hayati yang tidak dimiliki negara lain. Terlebih sejak abad ke-20, pusat kegiatan ekonomi dunia telah bergeser dari Poros Atlantik ke Poros Pasifik.
Wisata memancing
Ibrahim menambahkan, apabila masyarakat mau dan bisa menjaga kelestarian lingkungan di laut, Kepulauan Seribu bakal terkenal sebagai obyek wisata unggulan untuk lokasi memancing. Tujuan itu bisa diraih apabila kelestarian lingkungan terjaga, sehingga marlin biru sebagai ikan buruan nomor satu para mancing mania kian banyak.
Untuk alasan itulah Ibrahim juga memilih bahan-bahan ramah lingkungan untuk menghias perahunya. Sebisa mungkin, ia menggunakan barang-barang daur ulang seperti kertas semen bekas, bambu, dan botol-botol plastik sebagai bahan dasar menghias perahu.
Baca juga: Usaha "Homestay" Kepulauan Seribu Dikembangkan
Pendapat serupa juga diutarakan Ali Rahman (39). Ia memilih penyu sisik sebagai tema perahunya dalam lomba itu. Menurut Ali, penyu sisik kini semakin langka karena perburuan yang makin liar. Selain itu, sampah laut juga menyebabkan banyak penyu sisik mati.
Oleh sebab itu, melalui perahunya, Ali ingin menyadarkan publik bahwa populasi penyu sisik kini kian kritis. “Saya berharap masyarakat Kepulauan Seribu berhenti mengambil si penyu,” ucapnya
Ketua Panitia Festival Lingkungan Kampung Berseri Astra Jaka Fernando Arisandi mengatakan, Karnaval Seribu Kapal dipilih karena cocok dengan kondisi geografis Kepulauan Seribu, yang mana masyarakatnya mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Adapun tema besar yang diusung panitia adalah ‘Pulauku Nol Sampah’.
“Tujuannya agar masyarakat secara tidak langsung bisa teredukasi dengan pengelolaan lingkungan mereka yang lebih baik,” ujar Jaka.
Karnaval Seribu Kapal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama melombakan desain dan kreativitas nelayan. Sedangkan kategori kedua melombakan tata lampu (lighting) kapal pada malam hari.
Setiap peserta, menurut Eko, telah mendapat sosialisasi lomba sejak sebulan sebelumnya. PT Astra International Tbk memberikan subsidi masing-masing sebesar Rp 1,5 juta kepada nelayan sebagai kompensasi tidak digunakannya perahu nelayan untuk melaut selama mengikuti lomba. Dana tersebut juga diperuntukkan sebagai bantuan kepada nelayan untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan mendekorasi perahunya.
Hari beranjak petang, tapi penonton masih enggan beranjak dari tempatnya masing-masing, demi menyaksikan pertunjukan perahu hias tuntas. Penampilan para peserta lomba itu seakan membius penonton hidup-hidup.
“Saya tidak pernah bosan dan selalu menantikan lomba perahu hias ini,” ujar Akon (32) salah seorang warga Pulau Pramuka.
Diakui atau tidak, pesan yang disampaikan nelayan-nelayan itu cukup berhasil membuat penonton tergetar karenanya. Menyuarakan pelestarian lingkungan menemukan cara lain.
Ia tidak hanya bisa dilakukan dengan turun ke jalan, tapi bisa juga dengan cara-cara kreatif seperti yang dilakukan para nelayan. Dari dasar lautan, pesan-pesan dari biota laut diharapkan menancap kuat dalam di benak warga.