Sutopo Purwo Nugroho, Penerus Informasi Bencana
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho meninggal di Guangzhou China, Minggu (7/7/2019) sekitar pukul 02.00 waktu setempat atau pukul 01.00 WIB.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho meninggal di Guangzhou China, Minggu (7/7/2019) sekitar pukul 02.00 waktu setempat atau pukul 01.00 WIB.
Kabar meninggalnya Sutopo pertama kali disiarkan oleh akun Twitter Direktorat Pengurangan Risiko Bencana BNPB.
Sutopo menjadi sosok sentral BNPB. Setiap kali ada bencana yang menerpa negeri ini, publik selalu berpaling pada keterangan Sutopo. Tak peduli sekecil apa pun bencana yang terjadi. Perannya melampaui tugasnya sebagai pejabat humas di lembaga tersebut.
Harian Kompas pernah menuliskan sosok Sutopo pada terbitan 5 Oktober 2018 lampau. Untuk mengenang jasa dan kebaikan Sutopo, kami mencuplik kembali sosok yang selalu hadir saat bencana menerpa negeri ini.
Sutopo Purwo Nugroho merupakan salah satu sosok paling populer di negeri ini. Jika tidak percaya, ketik namanya di mesin pencari. Dalam waktu 0,4 detik, tersedia sekitar 2,81 juta informasi terkait Sutopo. Angka ini terus bertambah, apalagi ketika terjadi bencana, seperti gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Hampir tiap hari ini Sutopo tampil media massa, baik elektronik, daring, maupun cetak. Telepon genggamnya pun nyaris tak berhenti menerima pertanyaan masyarakat ataupun dari berbagai instansi pemerintah.
”Telepon wartawan sementara saya batasi, tetapi saya bikin konferensi pers tiap pukul 13.00 WIB di kantor. Untuk masyarakat, saya usahakan untuk tetap layani,” ujarnya.
Sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo menjadi tumpuan pertanyaan masyarakat. Apa saja ditanyakan, mulai dari permintaan mencarikan anggota keluarga yang hilang hingga keluhan soal listrik yang padam dan kesulitan makanan. Permintaan-permintaan ini biasanya dicatat Sutopo dan kemudian disampaikan kepada para relawan dan berbagai instansi di lapangan.
”Bahkan, pernah ada telepon dari korban gempa di Lombok yang meminta bantuan mengusir kuntilanak. Katanya, rumah tetangganya ambruk dan seluruh penghuninya meninggal. Sejak itu, anaknya selalu ketakutan karena merasa dihantui,” ujarnya.
Sejak dibentuk pada tahun 2007, BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang seharusnya untuk menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, seolah-olah menjadi institusi yang melayani berbagai persoalan. ”Pernah ada orang yang manjat kelapa tidak bisa turun juga manggil BPBD. Kambing masuk sumur juga manggil kami,” katanya.
Pernah ada orang yang manjat kelapa tidak bisa turun juga manggil BPBD. Kambing masuk sumur juga manggil kami.
Tak hanya masyarakat Indonesia, dalam bencana letusan Gunung Agung, Bali, dia juga mendapat banyak pertanyaan dari warga negara asing. Karena Bali merupakan pulau tujuan wisata, letusan Gunung Agung membingungkan banyak wisatawan mancanegara.
Salah satunya turis dari Jerman yang menghubungi Sutopo karena jauh-jauh hari sudah merencanakan menggelar pesta pernikahan di Ubud, Bali, dengan pasangannya dari Amerika Serikat. Sang turis sudah menyebar undangan, namun pesta terancam batal karena informasi yang simpang siur.
”Bayangan orang luar saat itu, seluruh Bali terancam Gunung Agung,” kata Sutopo. Kondisi ini memukul ekonomi masyarakat di ”Pulau Dewata” yang tergantung pada sektor pariwisata.
Berbekal peta potensi terdampak dan informasi terbaru, Sutopo meyakinkan calon mempelai untuk tetap melangsungkan pernikahan di Ubud. ”Saya berani jamin Ubud aman karena memang jauh dari zona bahaya. Akhirnya, dia jadi menikah di Bali. Bahkan, kemudian saya sarankan bulan madu ke Karangasem asalkan di luar radius bahaya 10 kilometer,” katanya.
Foto-foto pasangan ini dengan pose berangkulan berlatar belakang kepulan asap letusan Gunung Agung kemudian menjadi ikon di media sosial bahwa Bali aman. Letusan Gunung Agung telah menjadi daya tarik wisata, utamanya turis asing. ”Ada satu keluarga turis dari Spanyol yang datang ke Kantor BNPB untuk berterima kasih, bahkan kemudian ingin tahu lebih banyak tentang gunung-gunung api di Indonesia,” ujarnya.
Ada satu keluarga turis dari Spanyol yang datang ke Kantor BNPB untuk berterima kasih, bahkan kemudian ingin tahu lebih banyak tentang gunung-gunung api di Indonesia.
Media sosial membuat Sutopo terhubung dengan berbagai lapis masyarakat, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dia dikenal sangat aktif menggunakan media sosial, khususnya Twitter. Cuitannya hingga sejauh ini mencapai 12.700 kali dengan 110.000 pengikut.
Semua media sosialnya dikelola sendiri. Kegiatan ini dilakukan di tengah membuat materi-materi siaran pers harian yang biasanya dikirim ke lebih dari 3.000 kontak, sebagian besar wartawan. Dari materi siaran pers yang kemudian dibukukan BNPB bisa diketahui bahwa dalam setahun Sutopo mengeluarkan 50-600 siaran pers. ”Saat ini, tantangan paling berat adalah menghadapi hoaks, dan ini hanya bisa dilawan dengan memberikan informasi yang akurat dan tersebar luas ke masyarakat,” ujarnya.
Pernah menolak
Sekalipun dikenal sebagai salah satu tokoh humas dan juru bicara dari institusi pemerintah yang paling aktif, Sutopo awalnya tak pernah membayangkan akan berkarier di bidang ini. Dia merupakan doktor bidang hidrologi yang menjadi peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Pada tahun 2010, dia ditugaskan ke BNPB untuk menjadi Direktur Pengurangan Risiko Bencana. Namun, dia kemudian dipaksa Syamsul Maarif, Kepala BNPB saat itu, untuk memegang jabatan sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB. ”Memang dipaksa karena saya awalnya menolak. Saat itu, saya berpikir posisi humas itu jauh dari bayangan saya sebagai peneliti. Apalagi, saya tidak punya banyak pengalaman di sana,” ujarnya.
Namun, Syamsul melihat kemampuan Sutopo dalam berinteraksi dengan media dan publik. Terutama setelah gempa dan tsunami Mentawai pada Oktober 2010, Sutopo yang saat itu ikut survei ke lokasi dengan cepat mampu menyiapkan materi siaran pers. ”Tiba-tiba saja saya sudah diberi SK (surat keputusan) sebagai humas,” katanya. ”Namun, akhirnya harus saya akui bahwa saya kecanduan dan merasa inilah panggilan saya.”
Kemampuannya sebagai peneliti memudahkan Sutopo dalam menyampaikan data yang dibutuhkan media dan publik secara cepat. Sementara kemampuannya menulis, menurut dia, diperoleh secara otodidak. Saat ini, dia biasa menulis di lapangan menggunakan telepon genggam. Bahkan, dia berani diuji adu cepat dengan wartawan dalam meliput dan melaporkan peristiwa jika terjadi kejadian di lapangan.
Sebagai juru bicara, Sutopo sangat jarang menolak wawancara. Dia juga tidak pelit memberikan data dan informasi. Hal ini terkadang membuatnya berurusan dengan instansi lain. Cuitan dan siaran persnya terkait kebakaran hutan, misalnya, membuat dia pernah kena tegur dari pejabat.
Selain apresiasi, Sutopo mengatakan banyak mendapat hujatan dan menjadi sasaran kemarahan korban bencana. Baru-baru ini, misalnya, beberapa korban gempa di Lombok, termasuk politisi hingga pejabat daerah, menelepon Sutopo dan memaki-makinya karena pemerintah pusat tidak mau menetapkan bencana di pulau mereka sebagai bencana nasional.
”Ada yang menelepon yang mendoakan supaya sakit saya tambah parah dan tidak disembuhkan,” ucap Sutopo.
Sejak Januari 2018, Sutopo bergelut dengan sakit kanker paru-paru stadium empat. Keluarga dan dokter sebenarnya telah memintanya mengurangi aktivitas. Namun, dia menolak berhenti. ”Sekarang sudah menyebar ke sumsum. Sakit sekali, terpaksa harus pakai morfin,” ujarnya.
Sutopo tak bisa menyembunyikan sakitnya. Dalam beberapa kali pertemuan, terlihat sekali perubahan fisiknya. Tubuhnya meringkih dan kurus. Namun, semangatnya tak pernah surut, terutama jika bicara dengan wartawan. Seperti malam itu, Rabu (26/9/2018), selama dua jam lebih dia bicara nonstop kepada peserta pelatihan wartawan di Aceh tentang kebencanaan. ”Sekarang, saya sudah ikhlas. Ingin menggunakan waktu agar bermanfaat kepada sesama, terutama dalam hal kebencanaan,” katanya.
Sutopo Purwo Nugroho
Lahir: Boyolali, Jawa Tengah, 7 Oktober 1969
Pendidikan:
- SD-SMA di Boyolali
- S-1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
- S-2 dan S-3 di Institut Pertanian Bogor
Karier:
1. 2009-2010: Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Pusat Teknologi Pengelolaan Lahan, Wilayah, dan Mitigasi Bencana BPPT
2. 2010: Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB
3. 2010-sekarang: Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB
Karya:
- 77 artikel di jurnal nasional
- 7 tulisan di jurnal internasional
- 13 buku